Senin, 30 Desember 2013

ARTIKEL: Deskripsi Pembelajaran Debat



Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Syahrul R., M.Pd.




ARTIKEL

DESKRIPSI EFEKTIVITAS METODE DEBAT

TERHADAP PEMBELAJARAN BERBICARA BAHASA INDONESIA

DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI SISWA SMA


(Artikel ini Dibuat dalam Rangka Memenuhi Tugas Individual Mata Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa)




Oleh

MISDIANTO
NIM 1209077




Konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Studi Pendidikan Bahasa
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Padang
2013

KATA PENGANTAR




            Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan artikel tentang “Deskripsi Efektivitas Metode Debat terhadap Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia dalam Meningkatkan Partisipasi Siswa SMAini dapat berjalan dengan baik .

            Artikel ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa yang telah diberikan . Dengan tersusunnya artikel ini, maka pada kesempatan ini saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan atau usulan untuk perbaikan .
            Untuk lebih sempurnanya makalah ini, saya masih sangat memerlukan saran dan kritik dari pembaca, mengingat saya menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.


Pekanbaru, 30 Desember 2013
                                                                                                    Penulis,


                                                                                    MISDIANTO
                                                                                    NIM 1209077




ii

DESKRIPSI EFEKTIVITAS METODE DEBAT

TERHADAP PEMBELAJARAN BERBICARA BAHASA INDONESIA

DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI SISWA SMA

 

Oleh: Misdianto

NIM 1209077

Mahasiswa Program Pascasarjana
 Konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia

Program Studi Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Padang

 


 Abstrak: Penelitian sederhana ini bertujuan mendeskripsikan (1) perbedaan keterampilan diskusi antara siswa yang mendapat pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode debat aktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran diskusi tanpa menggunakan metode debat aktif pada siswa kelas X SMAN Plus Provinsi Riau, dan (2) keefektifan metode debat aktif dalam pembelajaran keterampilan diskusi siswa kelas X SMAN Plus Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu mendeskriptifkan penggunaan metode debat aktif dan variabel terikat berupa keterampilan diskusi siswa. Populasi penelitian ini adalah berjumlah 25 siswa. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan yang signifikan antara keterampilan diskusi siswa yang mendapat pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode debat aktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran diskusi tanpa menggunakan metode debat aktif, dan (2) pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode debat aktif lebih efektif daripada pembelajaran diskusi tanpa menggunakan metode debat aktif.

Kata Kunci: keefektifan, pembelajaran, diskusi, metode debat aktif

 

            Debat seringkali dicampuradukkan banyak orang dengan diskusi, walaupun ada perbedaan besar lain metode, lain maksud, lain pula hasilnya. Persamaan antara kedua bentuk pembicaraan itu hanyalah bahwa keduanya merupakan tukar menukar pikiran secara teratur. Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh suatu pihak yang disebut pendukung atau tim pro (tim pemerintah), dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau tim kontra (tim oposisi). Perdebatan terjadi akibat adanya perbedaan pendapat yang muncul akibat adanya dorongan untuk bebas berpendapat. Beda pendapat adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari oleh setiap individu. Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktik persengkataan atau kontroversi. Dengan kata lain, debat adalah suatu proses komunikasi lisan, yang dinyatakan dengan bahasa untuk mempertahankan pendapat.
             Dari hasil pengalaman di kelas, siswa cenderung masih malu dan kurang percaya diri dalam mengungkapkan gagasan, ide, pikiran, perasaan, bantahan, persetujuan, maupun pendapatnya saat berdiskusi. Lalu, kurangnya keberanian siswa dalam mengeluarkan ide dan pendapatnya di depan umum. Kemudian, kegiatan diskusi cenderung didominasi siswa-siswa tertentu saja. Oleh karena itu, guru perlu menerapkan metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran diskusi. Salah satu metode pembelajaran alternatif adalah metode debat aktif. Dari hasil pelaksanaan terdapat perbedaan keterampilan diskusi antara siswa yang mendapat pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode debat aktif dengan siswa yang mendapat pembelajaran diskusi tanpa menggunakan metode debat aktif. Dan, yang terpenting adalah bahwa keefektifan ketika menerapkan metode debat aktif terhadap pembelajaran keterampilan diskusi siswa.
            Tujuan utama dari berbicara adalah untuk komunikasi. Tarigan (2008) menyebutkan agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seharusnya seorang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Seorang pembicara harus mengevaluasi efek pembicaraannya terhadap para pendengar, dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Selain itu, Tarigan (2008) berpendapat bahwa sebagai alat sosial (sosial tool) ataupun sebagai alat perusahaan maupun profesional (business or professional tool), maka pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud, yaitu: (1) memberitahukan dan melaporkan (to inform), (2) menjamu dan, (3) menghibur (to intertain) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Dengan kata lain, keterampilan berbicara adalah kemampuan mengekspresikan pikiran atau ide melalui lambang-lambang bunyi. Seorang pembicara yang handal dan terlatih mampu memilih kata-kata yang efektif, dan gaya yang tepat sehingga mudah dipahami dan bahkan dapat memukau pendengarnya.
            Ada beberapa faktor yang menunjang kegiatan berbicara (Maidar, 1988). Faktor  tersebut meliputi faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor kebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara meliputi: (a) ketepaatan ucapan, (b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, (c) pilihan kata (diksi), (d) ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan, faktor-faktor nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara adalah (a) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (b) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, (c) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (e) kenyaringan suara juga sangat menentukan, (f) kelancaran, (g) relevansi/penalaran, dan (h) penguasaan topik.
            Pada situasi-situasi formal sering timbul rasa gugup, sehingga gagasan yang dikemukakan seseorang menjadi tidak teratur dan akhirnya bahasanya pun menjadi tidak teratur. Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan, praktik, dan pengarahan atau bimbingan secara intensif agar seseorang dapat membahasakan pikirannya sendiri sehingga maksud pembicara dapat dipahami lawan bicara dengan tepat. Keterampilan seperti ini dapat dilatih baik secara formal maupun nonformal. Upaya secara formal dapat melalui sekolah. Pembelajaran di sekolah memerlukan perhatian khusus agar komunikasi secara tepat dapat terwujud antara guru dan siswa.
            Pembelajaran aspek keterampilan berbicara di sekolah diarahkan untuk membekali siswa, salah satunya untuk meningkatkan keterampilan berbicara. keterampilan berbicara dapat dikembangkan melalui berbagai bentuk salah satunya melalui diskusi. Diskusi merupakan salah satu ragam kegiatan berbicara. Melalui pembelajaran berdiskusi, siswa diharapkan mampu menyampaikan gagasan, ide, pikiran, perasaannya kepada guru, teman, serta orang lain. Selain itu, siswa juga dilatih untuk berani memberikan pendapat dan menghargai pendapat orang lain terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang didiskusikan. Keterampilan berdiskusi diperoleh dengan cara menguasai materi, dituntut mempunyai pengetahuan tentang diskusi. Keterampilan diskusi harus dipelajari, dan dilatih. Jika keterampilan berbicara dalam kelompok atau forum diskusi dimiliki akan sangat membantu keterampilan berbicara secara individual.
            Sejalan dengan kurikulum bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas (SMA), salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa yaitu memberikan persetujuan atau dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik. Diskusi adalah salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang penguasaan kompetensi dasar tersebut. Diskusi adalah salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang penguasaan kompetensi dasar tersebut. Sebagai sebuah alternatif, guru dapat mencoba metode yang sesuai untuk pembelajaran diskusi. Salah satu metode yang dapat digunakan misalnya metode debat aktif. Metode ini dapat meningkatkan pemikiran dan perenungan, terutama jika siswa diharapkan mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan diri mereka sendiri. Ini merupakan metode debat yang secara aktif melibatkan tiap siswa di dalam kelas.
            Melalui penerapan metode debat aktif ini, diharapkan keterampilan siswa kelas X SMAN Plus Provinsi Riau meningkat khususnya pembelajaran diskusi. Selain itu, diharapkan dengan metode debat aktif proses pembelajaran diskusi menjadi efektif.

METODE
            Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif, karena memaparkan pendeskripsian penerapan metode debat aktif dalam pembelajaran diskusi siswa kelas. Objek penelitian adalah siswa kelas X SMAN Plus Provinsi Riau. Jumlah populasi kelas X sejumlah 100 siswa, dengan rincian kelas X1, X2, X3, X4, masing-masing berjumlah 25 siswa. Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel kelas eksperimen yaitu yang menjadi objek sampel penelitian adalah kelas X saja. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes. Tes awal dilakukan untuk mengetahui keterampilan diskusi siswa sebelum diberi perlakuan. Tes akhir dilakukan untuk mengetahui keterampilan diskusi siswa setelah diberi perlakuan. Tes ini dilakukan sebelum diberi perlakuan (pretest) dan sesudah diberi perlakuan (posttest) baik terhadap kelompok pro (tim pemerintah) maupun kelompok kontra (tim oposisi). Siswa akan memperoleh skor dari tes yang dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Skor inilah yang dikumpulkan sebagai bahan analisis.
            Skala penskoran yang digunakan untuk mengukur keterampilan diskusi siswa diberi rentangan nilai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Skor tertinggi adalah 4 dan terendah adalah 1, tetapi apabila terdapat siswa yang tidak
memberikan pendapat, sanggahan maupun pertanyaan diberi skor 0.
Tabel 1: Pedoman Penilaian Keterampilan Berdiskusi Siswa
No.
Aspek
Skala Skor

Jumlah

1
Memberikan Pendapat
4
3
2
1

2
Menerima Pendapat Orang Lain





3
Menaggapi Pendapat Orang Lain





4
Kemampuan Mempertahankan Pendapat





5
Kelancaran Berbicara





6
Kenyaringan Suara





7
Keberanian Berbicara





8
Ketepatan Struktur dan Kosakata





9
Pandangan Mata





10
Penguasaan Topik






Komponen pengamatan terhadap diskusi kelompok dan debat tersebut adalah
sebagai berikut:

Tabel 2: Pedoman Pengamatan Pembelajaran dengan Metode Debat Aktif
No.
Aspek
Tindakan

Jumlah

1
Penguasaan topik
1
2
3
4

2
Logika berpikir dan realistis dalam berargumen





3
Ketepatan berargumen





4
Kejelasan menyampaikan argumentasi





5
Kerja sama tim








Tabel 3: Pedoman Pengamatan Diskusi Kelompok
Aspek
Skala Tindakan

Jumlah



1. Keterampilan Bekerja Sama
    a. Kemampuan menyampaikan, menerima,    menaggapi, menyanggah ide/ pendapat
b.  Kekompakan
1
2
3
4






2. Fungsi dan Kerja Kelompok
a. Memotivasi anggota lain
b. Inisiatif kerja dalam kelompok
c. Pengorganisasian kerja kelompok





3. Keterampilan Berbicara
a. Kelancaran
b. Keberanian berbicara
c. Penguasaan topik
d. Kejelasan dan kenyaringan ucapan













Keterangan:
1. Angka 1 untuk tiap aspek kurang (K)
2. Angka 2 untuk tiap aspek cukup (C)
3. Angka 3 untuk tiap aspek baik (B)
4. Angka 4 untuk tiap aspek sangat baik (A)


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
            Data yang dideskripsikan merupakan data wawancara (interview), angket (kuesioner), pengamatan (observasi), dan tes. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2006). Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes keterampilan berdiskusi. Tujuan tes ini untuk mengukur keterampilan berdiskusi siswa.
            Pembelajaran diskusi khususnya pembelajaran keterampilan berbicara melalui metode debat sangat berguna untuk menstimulasi diskusi kelas. Melalui metode ini setiap siswa didorong untuk mengemukakan pendapatnya melalui suatu perdebatan antar kelompok diskusi yang disatukan dalam sebuah diskusi kelas. Sebuah metode bisa menjadi metode berharga untuk meningkatkan pemikiran dan perenungan, terutama jika siswa diharapkan mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan diri mereka sendiri. Ini merupakan metode untuk melakukan suatu perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap siswa di dalam kelas tidak hanya mereka yang berdebat.
            Metode debat dapat melatih siswa dalam memecahkan suatu permasalahan dari dua perspektif yaitu kelompok pro dan kelompok kontra. Pembagian kelompok disini akan memotivasi setiap kelompok untuk menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat, menerima pendapat, dan menanggapi pendapat orang lain sesuai dengan posisi kelompoknya, baik pro (tim pemerintah) maupun kontra (tim oposisi). Setelah perdebatan dirasa cukup kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelas. Metode ini sangat membantu merangsang siswa melakukan diskusi. Jadi, dengan metode debat, keterampilan diskusi siswa kelas eksperimen akan lebih baik.

Persyaratan Debat
            Setiap debat mempunyai dua tim. Setiap tim terdiri atas tiga anggota. Setiap tim mempunyai kesempatan tiga kali pidato utama dan satu kali pidato kesimpulan. Pembicara kesimpulan dapat dilakukan oleh pembicara pertama atau pembicara kedua dari tim tersebut. Panjang pidato kesimpulan adalah setengah dari pidato utama. Selama pidato utama tim lawan bisa menawarkan poin sanggahan. Tapi, poin sanggahan tidak bisa ditawarkan selama pidato kesimpulan.
Debat terjadi antara 2 Tim bukan antara pembicara. Setiap pembicara mempunyai tugas spesifik, yaitu harus menyanggah argumen lawan, dan membela argumen Tim dari serangan lawan. Seiring berjalannya debat, pembicara harus mengalokasikan lebih banyak waktu untuk membicarakan isu yang sudah ada, dan lebih sedikit waktu untuk membicarakan argumen dan isu baru.
            Setiap tim harus dapat meyakinkan bahwa argumen tim mereka lebih baik dari argumen lawan. Oleh karena itu, argumen yang dibawakan haruslah logis, serta dibawakan dengan cara menarik dan persuasif, serta terdapat struktur argumen yang baik. Ketiga aspek debat tersebut perlu diperhatikan di dalam membuat argumen. Kompetisi ini tidak hanya menghargai argumen murni maupun retorika, tetapi perpaduan yang efektif antara keduanya.

Prinsip Dasar Berdebat
            Ada 3 prinsip mendasar yang perlu diingat dalam berdebat. Pertama, argumen yang bagus tidak terkait dengan asal  ras, suku, dan agama pendebat. Kedua, semua orang mempunyai aksen berbeda-beda. Dan, ketiga, setiap tim mempunya gaya berdebat berbeda-beda. Perbedaan bukan berarti kesalahan.
            Prinsip pertama menekankan bahwa logika bersifat universal: asal ras, suku, dan agama tertentu tidak mempunyai monopoli akan logika tersebut. Dengan kata lain, siapa saja mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa memenangkan perdebatan. Prinsip kedua menekankan bahwa perlu menyiapkan diri untuk menghadapi perbedaan signifikan dari apa yang biasa dialami di daerah asal, seperti aksen, terminologi, bahkan contoh-contoh yang dipakai untuk ilustrasi argumen. Prinsip ketiga menekankan bahwa tidak semua yang biasa dilakukan dapat mengindikasikan debat yang bagus. Setiap pendebat mempunyai gaya debat masing-masing.

Kriteria Penilaian Debat
            Penilaian debat diberikan kepada setiap pembicara seperti: (1) Isi, (2) Gaya, dan (3) Strategi. Pertama, isi. Meliputi argumen-argumen yang digunakan.. Isi dapat mempertimbangkan bobot dari sanggahan atau interupsi . Pertimbangan ini harus dilakukan sebagai orang dengan kemampuan rata-rata dalam memberikan alasan. Terdapat dua konsekuensi guru sebagai penilai siswa dalam berdebat, yaitu (1) apabila argumen terbesar dari suatu tim pada dasarnya lemah, tim lawan yang tidak menyanggahnya melakukan kesalahan yang lebih besar daripada tim yang membawa argumen tersebut. Efeknya, tim lawan tersebut telah membiarkan tim lawannya menang dengan argumen yang lemah. Konsekuensi ini tidaklah otomatis, tapi sering terjadi di banyak situasi. Tentu saja, argumen tersebut adalah argumen yang besar, bukan contoh kecil yang tim lawan tidak sanggah karena ada argumen lebih besar yang perlu disanggah. (2) guru dalam menilai siswa yang berdebat harus berhati-hati untuk tidak terpengaruh oleh kepercayaan dan prasangka pribadi, maupun pengetahuan spesifik. Sebagai contoh,  seorang guru, maka tidak bisa menggunakan ilmu/ pendekatan spesisfik terhadap argumen tim. Teori-teori spesisfik dkhawatirkan akan menjadikan penilaian menjadi bias.
            Kedua, gaya. Kategori penilaian gaya mempertimbangkan cara bicara siswa. Ada beberapa hal yang perlu dicermati yakni ada beberapa tim yang berbicara dengan sangat cepat maupun dengan sangat lambat. Ada juga orang yang menggunakan kertas kecil untuk mencatat, ada juga yang menggunakan buku ukuran besar. Gaya berbicara ini tidak boleh dimasukkan dalam pertimbangan. Yang perlu ditolerir adalah perbedaan dan hanya mengurangi penilaian dalam kategori gaya apabila gaya berbicara seseorang sudah melebihi batas toleransi orang pada umumnya.
            Ketiga, strategi. Strategi membutuhkan perhatian khusus. Pada dasarnya, strategi meliputi 2 konsep yaitu struktur dan penggunaan waktu. Pidato/ debat yang bagus mempunyai pendahuluan, isi, dan kesimpulan yang baik. Ada beberapa tim yang menggunakan poin-poin untuk membantu arah pidato tersebut. Urutan pembawaan haruslah logis dan bergerak secara natural dari satu poin ke poin lainnya. Hal ini penting saat pembicara pertama memberikan outline kasus tim pemerintah dan penting juga saat pembicara ketiga menyanggah kasus tim lawan. Struktur pidato yang baik, adalah suatu komponen dari strategi. Penggunaan waktu juga penting, tetapi tidak boleh dipertimbangkan secara ekstrim. Ada dua aspek dalam penggunaan waktu yakni (1) berbicara tidak melebihi batas waktu, (2) memberikan alokasi waktu yang pantas kepada setiap isu yang dibicarakan dalam pidato.
            Di dalam aspek pertama, seorang pembicara yang melebihi batas waktu secara signifikan (sebagai contoh, berbicara lebih dari 2 menit dari waktu yang diberikan) harus mendapatkan hukuman. Begitu juga dengan pembicara yang berbicara kurang dari batas waktu secara signifikan (sebagai contoh, berbicara hanya 3 menit dari waktu yang diberikan) akan mendapatkan hukuman. Penggunaan waktu hanyalah satu elemen dari strategi. Pembicara yang kesalahannya hanya melebihi sedikit waktu masih mungkin mendapat nilai rata-rata dalam kategori strategi apabila aspek-aspek lain dalam kategori strategi dipenuhi dengan baik. Nilainya mungkin tidak terlalu tinggi tapi nilainya tidak akan menjadi sangat rendah secara otomatis. Semua ini tergantung terhadap seberapa baik pembicara memenuhi aspek lain dalam kategori strategi.
            Untuk yang kedua, seorang pembicara harus memberikan prioritas untuk isu-isu penting dan membicarakan isu-isu yang kalah penting belakangan. Sebagai contoh, pada umumnya sanggahan lebih baik disampaikan sebelum argumen. Hal ini wajar mengingat argumen akan terdengar lebih logis apabila semua argumen lawan sudah disanggah.
            Seorang pembicara juga harus mengalokasikan lebih banyak waktu untuk isu-isu yang lebih penting. Apabila ada poin yang berpengaruh besar kepada keseluruhan kasus tim, tim harus mengalokasikan lebih banyak waktu untuk mengukuhkan poin tersebut. Sebaliknya, poin yang bersifat tidak terlalu penting sebaiknya diberikan alokasi waktu lebih sedikit. Kesimpulannya, juri harus menimbang bukan hanya kekuatan argumen dari segi isi, tapi juga alokasi waktu yang pantas dan prioritas yang diberikan kepada poin tersebut dalam kategori strategi. ini wajar mengingat argumen akan terdengar lebih logis apabila semua argumen lawan sudah disanggah.
            Seorang pembicara juga harus mengalokasikan lebih banyak waktu untuk isu-isu yang lebih penting. Apabila ada poin yang berpengaruh besar kepada keseluruhan kasus tim, tim harus mengalokasikan lebih banyak waktu untuk mengukuhkan poin tersebut. Sebaliknya, poin yang bersifat tidak terlalu penting sebaiknya diberikan alokasi waktu lebih sedikit. Kesimpulannya, guru harus menimbang bukan hanya kekuatan argumen dari segi isi, tapi juga alokasi waktu yang pantas dan prioritas yang diberikan kepada poin tersebut dalam kategori strategi.

Pemahaman Isu
            Berkaitan isu, pembicara/ siswa pendebat harus mengerti isu apa yang merupakan isu penting dalam debat. Pembicara sanggahan yang menghabiskan waktu untuk menyanggah poin-poin tidak penting sementara poin-poin penting diabaikan dapat dikatakan menghabiskan waktu. Pembicara tersebut tidak mengerti isu mana yang penting dalam debat dan tidak berhak mendapat nilai tinggi dalam kategori strategi. Sebaliknya, pembicara yang paham isu mana yang penting dalam debat berhak mendapat nilai tinggi dalam kategori strategi.

Etika Dalam Interupsi Berdebat
            Interupsi ditawarkan dengan berdiri dan berkata "interupsi" atau kata-kata semacam itu. Pembicara di podium tidak diwajibkan menerima semua poin interupsi. Pembicara tersebut boleh meminta penyela untuk duduk dulu selagi pembicara tersebut menyelesaikan kalimatnya lalu menerima interupsi setelah kalimatnya selesai, atau kapanpun pembicara tersebut merasa siap.  Poin interupsi boleh ditawarkan oleh lebih dari satu pembicara dari pihak lawan. Pembicara di podium bisa menolak semuanya ataupun beberapa, dan bisa memilih penyela mana yang dia izinkan, sehingga yang lain harus duduk.

Teknis Debat Bahasa Indonesia
            Debat ilmiah merupakan salah satu metode pembelajaran yang mengintegrasikan kemampuan logika /penalaran, penguasaan paradigma, dan epistemologi keilmuan, penerapan epistemologi terhadap studi kasus dan isu-isu aktual, serta kemampuan berkomunikasi lisan dan tertulis. Deskripsi mengenai tata cara atau teknis dalam berdebat adalah sebagai berikut.
PRO
KONTRA
Pembicara 1
ü  Membuat pembahasan, serta menginterpretasi premis yang diberikan.
ü  Menarik relasi/ relevansi epistemologi yang dibahas dengan premis debat yang dibahas.
ü  Menyampaikan/ menjelaskan argumen pembuka sesuai dengan definisi, epistemologi, dan premis.

Pembicara 2
ü  Menanggapi sangahan/ argumen pembicara pertama kontra.
ü  Merinci konsep-konsep dalam epistemologi yang dibahas.
ü  Memberi dan membahas studi kasus yang telah dipersiapkan dari konsep-konsep yang dijelaskan sebelumnya.








Pembicara 3
ü  Menanggapi sanggahan/ argumen serta studi kasus pembicara kedua kontra (pembicar 3 tidak diperkenankan memberikan studi kasus baru)
ü  Memperkuat argumentasi kelompok dengan merinci lagi konsep-konsep dalam epistemologi yang dibahas serta relevansinya dengan premis.









Break 1 menit
Pembacaan simpulan/ review debat setelah review dari perwakilan dari tim kontra
Pembicara 1
ü  Menyanggah atau mengkritik definisi, batasan, serta argumen pembicara 1 Pro.
ü  Menyampaikan kelemahan/ keterbatasan epistemologi yang dibahas.
ü  Menyampaikan argumen tandingan pada premis yang didebatkan.



Pembicara 2
ü  Menanggapi sanggahan/ argumen pembicara kedua pro.
ü  Merinci kelemahan/ kontradiksi konsep-konsep dalam epistemologi yang dibahas.
ü  Memberi dan membahas studi kasus tandingan yang telah dipersiapkan dari konsep-konsep yang dijelaskan sebelumnya.

Pembicara 3
ü  Menanggapi sanggahan/ argumen serta studi kasus pembicara ketiga pro (pembicara 3 tidak diperkenankan memberikan studi kasus baru)
ü  Memperkuat argumentasi kelompok dengan merinci lagi keterbatasan/ kelemahan konsep-konsep dalam epistemologi yang dibahas serta relevansinya dengan premis.

Break 1 menit
Pembacaan simpulan/ review debat, diawali perwakilan dari tim kontra


            Jadi, kesimpulan yang dapat ditarik dari tabel di atas adalah bahwa debat ini dibuka dan ditutup oleh tim pro.
            Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
            Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Contoh Tema Debat dan Pro Kontra

TEMA DEBAT: Pedagang kaki lima yang banyak di pinggiran jalan, menyebabkan Indonesia terkesan tidak rapi dan merupakan negara yang miskin di mata dunia Internasional. Jadi demi nama baik Indonesia, para PKL tersebut harus digusur.

PRO: Jika turis dari luar negri datang ke Indonesia dan menemui banyaknya pedagang kaki lima yang berkeliaran seenaknya di jalan-jalan, tidak bisa disalahkan jika turis tersebut mengambil kesimpulan kalau Indonesia merupakan negara yang tidak teratur dan masih banyak warganya yang hidup miskin. Jadi demi nama baik Indonesia, PKL yang berkeliaran tersebut harus dihilangkan, dan Indonesia harus menata diri menjadi negara yang bersih dan rapi agar menaikan derajatnya, sehingga dipandang baik oleh seluruh dunia. Dengan begitu, menghadapi era globalisasi bukanlah hal yang sulit bagi Indonesia.
KONTRA: Sampai saat ini tidak bisa disangkal kalau memang pada kenyataannya Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya masih hidup dalam perekonomian menengah-kebawah. Jadi tidak perlu adanya penipuan terhadap dunia Internasional dengan tujuan menaikkan derajat, kalau pada kenyataannya masih banyak warga Indonesia yang memiliki masalah perekonomian. Lagipula coba bayangkan, bagaimana reaksi seluruh rakyat Indonesia apabila seluruh PKL dibersihkan?? Banyak orang akan menjadi pengangguran, demo akan semakin marak, dan kekacauan pasti akan terjadi. Itu justru akan semakin memperjelek pandangan dunia Internasional terhadap Indonesia. Kecuali para PKL itu dipindahkan ke suatu lokasi yang bersih, asal ada lokasi pengganti.
























DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Arsjad, Maidar. G. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.    Jakarta: Erlangga.
Keraf, Gorys. 2004. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses    Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan            Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).   Jakarta: Bumi Aksara.














LAMPIRAN: BERITA DI MEDIA MASSA (ISU POLEMIK UNTUK DIPERDEBATKAN)


Pengemis Bukan Untuk Dipelihara

            Fenomena pengemis di jalan raya, di bus kota, di kereta api atau pemintaminta dari kampung ke kampung yang mengharap belas kasihan dari pintu ke pintu sungguh merupakan budaya negatif yang harus segera ditamatkan dan diputus mata rantainya agar tak berkembang menjadi budaya baru yang berkembang pesat.
            Konon mereka yang berprofesi sebagai pengemis, ada yang ternyata hidup
cukup di kampung halamannya. Betapa tidak, dalam sehari pendapatan mereka bisa mencapai ratarata minimal Rp50 ribu sampai Rp75 ribu per hari per orang. Jika dalam satu keluarga, tiga orang menjadi pengemis, sudah berapa penghasilan perbulannya? Cukup berpakaian gembel, dekil, dan pasang tampang memelas penghasilan minimal Rp 1,5 juta per bulan sudah pasti di tangan. Bahkan, menurut info beberapa pengemis di jalanan, penghasilan bersih seorang pengemis yang “kreatif” bisa mencapai sekitar Rp. 3 juta/bulan (sungguh suatu angka yang sangat fantastis untuk seorang pengemis, hampir sama dengan penghasilan orang berpendidikan tinggi yang kerja di kantoran) . Padahal secara fisik mereka tergolong layak bekerja, tidak buta atau berkaki buntung. Menjadi pengemis, kini dijadikan semacam profesi oleh sebagian orang yang tergiur dengan pendapatan pasti tanpa harus berniaga atau bekerja kantoran. Bagi mereka, bekerja ya mengemis itu. Saat ini modus operandi mengemis pun sudah sangat beragam mulai dari cara yang paling konvensional hingga dengan mengekspolitasi keluguan anakanak balita. Amat mudah menjumpai ibuibu yang menggendong ‘bayi sewaan’ mengemis di perempatanperempatan jalan di Jakarta.
            Menurut data yang dikeluarkan Dinas Pembinaan Mental dan KesejahteraanSosial (Bintal Kesos) Pemda DKI Jakarta, per Agustus 2003 lalu saja sudah diperkirakan terdapat 2.076 pengemis yang tersebar di seluruh Jakarta. Rinciannya, 1.183 pengemis dewasa, 747 pengemis anak dan 146 pengemis dewasa yang menggendong anak. Bahkan sekarang, premanpreman pun mulai mengemis dengan alasan belum makan, baru keluar dari penjara hingga beralasan perlu ongkos untuk pulang kampung. Sudah begitu, pertambahan jumlah pengemis seperti pertumbuhan sistem sel saja.
            Simak penuturan Surti, seorang pengemis jalanan asal Indramayu yang mengaku ke Jakarta sengaja untuk menjadi pengemis karena diajak teman sekampung yang telah terlebih dahulu menjalani profesi yang sama. Bayangkan jika tren itu terus berjalan berapa banyak pengemispengemis baru yang akan datang ke kotakota besar. Atas fenomena itu, berkembang tiga opini dan sikap di masyarakat. Pertama, opini bahwa pengemis harus dihilangkan dari jalanjalan, bus kota dan tempattempat yang selama ini menjadi pospos strategis di mata para pengemis.
            Kedua, pendapat yang memandang fenomena itu sebagai suatu yang wajar
sebagai dampak dari kemiskinan yang selama ini semakin menggurita. Dan ketiga, mereka yang berdiri di pertengahan antara keduanya. Mereka yang berdiri pada sikap pertama khawatir jika profesi mengemis ditolerir jumlah orang yang memilih berprofesi sebagai pengemis akan terus bertambah, apalagi jika melihat tren Surti yang asal Indramayu tadi. Jika sudah demikian, dalam sudut pandang mereka, berarti mentolerir sikap malas dan antiberkarya. Mereka ini biasanya tak memberi uang kepada pengemis dengan alasan itu, bukan karena pelit. Mereka cenderung mendonasikan amal shadaqah kepada lembagalembaga pengumpul zakat atau langsung ke pintu orang yang memang benarbenar memerlukan bantuan tapi malu untuk menjadi pengemis karena prinsip agama yang sebenarnya tak mentolerir seorang untuk menjadi pengemis.
             Sementara itu, mereka yang berdiri pada sikap kedua mencoba bersikap positive thinking bahwa pengemis yang memintaminta itu sebagai manusia yang diidentifikasi sebagai mereka yang betulbetul memerlukan bantuan—meskipun dalam kenyataannya tidak demikian. Dan ketiga, mereka yang bersikap di pertengahan. Kelompok ini biasanya memilah pengemis menjadi dua: pengemis yang patut diberi dan pengemis yang tidak patut untuk diberi. Terlepas dari sikap mana yang dipilih, siapapun pasti sepakat jika lingkungan kita bersih dari polusi pemintaminta. Sudah selayaknya simbol kemiskinan itu dihapuskan, apalagi jika simbol itu sudah disalahgunakan demi kepentingan sindikatsindikat Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) yang memayungi aktivitas mereka. Cara menghapusnya? Tentu tidak cukup dengan penertiban yang dilakukan oleh para petugas Dinas Bintal Kesos. Kelompok masyarakat yang berdiri pada opini pertama memberi solusi, jika seluruh orang sepakat dengan opini mereka untuk tak memberi uang kepada pemintaminta otomatis pendapatan profesi pengemis akan merosot tajam sehingga profesi sebagai pengemis perlahanlahan akan ditinggalkan.
            Jika ingin berderma langsung saja ke rumah si fakir yang betulbetul memerlukan bantuan. Lagi pula interaksi langsung antara si penderma dan penerima derma yang memang benarbenar memerlukan akan meninggalkan bekas mendalam. Mengetahui kondisi fakir miskin akan menimbulkan rasa syukur dan ikhlas dalam memberikan shadaqah. Intinya pengemis bukan untuk dipelihara. Namun semua berpulang kepada sikap individu masingmasing untuk berdiri pada sikap pertama, kedua atau pertengahan diantara keduanya. Di sisi lain, negara yang dalam UUD disebutsebut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya juga harus berpikir keras agar kemiskinan bisa terangkat dari siapapun yang menjadi warga negaranya, tidak lantas diam melihat pengemispengemis yang menjadi simbol kemiskinan menjamur di manamana.
(SUMBER: http://mulyaihza.blogspot.com)