Senin, 03 Maret 2014

ANAKKU


PUISI



ADALAH

awal itu adalah
akhirnya pun adalah
berapa, di bilang adalah
apa itu, di bilang adalah
siapa, di bilang adalah
semua, pokoknya adalah
persepsi dibalik bahasa
sungkan menyelinap
membaca pikiran
dalam batok kepala
karena ada,
adalah
lah
lah
allah swt
adalah
!!!



KARYA:   MISDIANTO
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
SMA Negeri Plus Provinsi Riau

artikel



Pentingnya Kesantunan Berbahasa di Sekolah

oleh: Misdianto, S. Pd*

* Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri Plus Provinsi Riau
dan Mahasiswa S2 Semester 3 Universitas Negeri Padang

            Kesantunan berbahasa merupakan suatu upaya dalam aktivitas berkomunikasi baik yang disampaikan melalui lisan maupun tulisan dengan mengikuti norma-norma berlaku di lingkungan di mana tempat kita berada. Salah satu lingkungan itu adalah sekolah. Pada lembaga pendidikan ini masyarakatnya terdiri dari guru, siswa, dan pimpinan serta stakeholder lainnya yang mendukung. Mereka semua menjadi tolak ukur barometer pendidikan karena di tempat inilah masyarakat awam, bahkan negara ini juga, menaruh tingkat kepercayaan penuh kepada sekolah sebagai sarana menstranfer ilmu kepada insan-insan masa depan bangsa tercinta ini. Berkat adanya kerja keras antara guru dengan siswanya tersebut tentu sekolah dibuat bangga akan torehan prestasi siswanya di ajang lokal, nasional, apalagi sampai mendunia. Orang awam maupun komunitas di lingkungan pendidikan pun akan memberi reward, bermaujud pujian. Selain itu, tak ketinggalan mengalir cipratan prestise sebagai sekolah hebat, guru hebat, dan siswa hebat.   
            Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah cukup sebatas itu saja? Tentu tidak. Ada hal lain di balik itu semua yang telah dipaparkan di atas, yang juga penting, yaitu adanya kesantunan berbahasa. Setinggi gunung pun prestasi sekolah yang diperoleh berkat kepintaran siswanya, guru-gurunya, dan sekolah yang memfasilitasinya maka jangan melupakan nilai-nilai kesantunan berbahasa. Jika melanggar nilai-nilai kesantunan berbahasa maka tak ada gunanya prestasi setinggi gunung itu di mata orang. Boleh kita menjadi besar tetapi jangan menjadi kecil dipandang. Artinya, kita boleh mengukir prestasi yang diimpikan namun tetap orang lain bagian dari diri kita. Agar mereka, orang-orang terdekat kita, tidak tersayat hatinya atau tersinggung sudah barang tentu kita mesti pandai menjaga hati orang. Caranya, berhati-hatilah dalam mengeluarkan kata-kata atau statement. Rasakanlah orang lain adalah diri kita juga. Sakitnya hati orang, sakit pula hati kita. Jika ini tercipta betapa indahnya alam dunia ciptaan Allah SWT ini. Alam semakin indah dengan adanya saling menjaga perasaan antarsesama ciptaan-Nya, seperti diajarkan dalam agama akan pentingnya kesantunan dalam menjaga lisan.
            Label “siswa hebat” memang menjadi dambaan siapa saja. “Hebat” di sini, maksudnya seseorang yang dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Berguna bagi dirinya, arahannya bahwa sebagai berstatus siswa sudah saatnya belajar menggali, mengaplikasikan, bahkan mengabdikan ilmunya demi kemaslahatan orang banyak. Di samping itu juga, kata “hebat”  bagi siswa bisa dimaknai juga bahwa kepintaran harus diiringi dengan apa yang dikatakan “tahu berbahasa”. Tahu berbahasa maknanya luas. Makna pertama, jangan menjadi takabur atau meninggikan diri melalui bahasa dengan kata-katanya. Makna kedua,   dapat memahami yang tak dapat diutarakan dengan bahasa. Jadi, hanya orang yang mengerti “bahasa” sajalah yang dapat “membacanya”.
            Dikatakan guru hebat, penjabarannya juga sangat luas.  Mendapat julukan “hebat”, kodrat manusia biasanya berkeberatan dikatakan demikian, merupakan sesuatu ringan tampaknya namun sebenarnya berat untuk memingul di pundak. Mengapa? Guru itu adalah di gugu dan ditiru. Di gugu karena dianggap orang yang lebih tahu atau pintar di mata para siswanya. Ditiru karena semua tindak tanduknya menjadi “kiblat” bagi siswanya. Itu mesti di jaga betul. Karena jika tidak akan menjadi bumerang bagi guru. Sebagai guru, keluarkanlah kata-kata yang pantas di depan siswanya. Berikan kata-kata motivasi dan penyemangat. Walau hati memanas melihat perilaku siswa yang menyimpang namun tetaplah yang dinasihati itu adalah kata-kata yang tidak jauh mematahkan semangat hidup. Berikan sesuatu pelajaran sangsi yang dapat membuat siswa itu berpikir untuk menyadarinya akan dirinya atas perbuatannya.
            Guru “hebat” dapat dinilai dari rekan-rekan teman sejawat. Setiap guru boleh membawa “dirinya menjadi besar”. Besar karena keteladanan terhadap segudang prestasi sebagai dunianya. Bisa jadi juga besar karena kesenioritasan dan kepangkatan golongan. Atau besar karena sudah melalangbuana dengan dua kali toganya, atau boleh jadi lebih. Bahkan apakah yang pandai mengeluarkan jurus-jurus ayat-ayat langit. Apakah seperti itu teman sejawat yang dikatakan hebat itu?  Tentu kita sepakat untuk menjawabnya serentak: Tidak. Kalau ia mengecilkan teman sejawat itu kecil. Yang “berkuku” itu mencakar dan merampas hak-hak azasi manusia. Senarai lontaran  kalimat semudahnya tanpa merasa berdosa. Malah SMS tendangan pojok pun dilayangkan untuk orang yang tak berdaya saja.
            Oleh karena itu, marilah kita menjadi hebat dijalan yang sebenarnya. Camkan dalam diri kita bahwa orang-orang selain diri kita itu adalah sebuah aset penting bagi kehidupan kita dengan cara memanusiakan manusia. Hargai dulu orang lain jika kita mau dihargai orang lain, usah dibalikkan. Pikirkan dulu sebelum berbahasa. Intinya, di balik bahasa ia membutuhkan kesantunan atau kearifan. Ingatlah senantiasa peribahasa “Mulutmu harimaumu”. Tahukan artinya? ***