Minggu, 16 Februari 2014

puisi



SEONGGOK KERTAS

ketika ia kosong dengan kata-kata
apalah ia,
tak ada nilai di mata
dan disebelah matakan
dan dikecilkan mata
mata memandang
mengisi ruang-ruang
dan dibumihanguskan
menjadi puing-puing debu
terhempas angin
tetapi,
ketika ia tertoreh pada payung pasal-pasal
kata-kata berlindung pada kekuatan
apalagi tanda-tanda tangan berjejar
yang memegang kuku-kuku
tak lupa bumbuhan cap dihentakkan
maka,
tak ada nyali mengusik
diam beribu kata-kata
menjadi mulut-mulut terkunci
sayang berkepanjangan
tak terputuskan
takut akan melayang dari diri
ia kini sudah ada kuku
kuku pada kertas-kertas
‘kan dipeluk
ia memberi arti
oh.. seonggok kertas
dikaukah itu !!!




MENGUKIR LANGIT

hari-hari bergulir tak lelah-lelahnya
ia terus merangkak namun pasti
ia menebarkan warna pada langit
ia akan menunggu pada kita
kitalah akan membuat warna apa
warna-warna terangkah?
atau ...
warna-warna gelapkah?
tanyakan pada diri kita
kan dibawa kemanakah kita
kitalah arsitek-arsiteknya
meneroka mimpi
menjadikan ukiran-ukiran
‘tuk membuat takjub pada langit
itu semua ‘kan tergapai
andai langkah niat terpatrikan
maka semua warna-warna mimpi
kan mendekat
dan langit terukir
dan dunia digenggaman kita















BERLARI DENGAN WAKTU


satu impian kankugapai
demi sebuah nama
yang dikibas-kibaskan
pada orang-orang

sebab itu,...
kini diriku adalah teori-teori
dengan jari-jari
yang asyik menari-nari
pada alur waktu

akankah semua orang-orangku
menagih pada waktuku
pada satu waktu

kumerangkak belajar pada waktu
sedetik pun harus bisa
makanya,
berlari dan berlari
demi cahaya waktu
terbayarkan