Laporan
Bacaan
Kebudayaan dan Pendidikan
oleh:
Misdianto (1209077)
A.
PENGANTAR
Berdasarkan hasil bacaan dari buku berjudul “Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan” dikarang oleh Imran Manan, Ph.D yang
terdiri dari delapan bab dan diterbitkan oleh Depdikbud Jakarta tahun 1989 ini maka
pada laporan bacaan ini hanya memaparkan bab dua saja yang terdapat di halaman
7 sampai 25, yaitu judulnya ” Kebudayaan dan Pendidikan”. Jumlah halaman keseluruhan pada buku tersebut
terdiri dari 143 halaman.
Kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Allah SWT, setidaknya
manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun, tentu saja potensi yang
dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani
hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai
manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya
berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar
dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali
dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu adalah
usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan generasi muda untuk
terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari
generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas
masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia
yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan
manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya. Pada kenyataannya masyarakat
mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif
yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya
dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun
berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma
pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara
bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus
perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut
secara baik dan bijak. Sehingga, landasan sosial budaya merupakan landasan yang
dapat memberikan pemahaman tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan
sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
B. RINGKASAN
MATERI
Pada
bab kedua dari
buku“Dasar-Dasar Sosial Budaya
Pendidikan”, di dalamnya terdapat empat subjudul, yaitu (a)
konsep kebudayaan, (b) karakteristik kebudayaan, (c) fungsi kebudayaan dan
institusi sosial, dan (d) nilai budaya dan orientasi nilai. Selanjutnya, di
bawah ini akan diringkas satu persatu dari sub-subjudul tersebut sebagai
berikut.
1. Konsep
Kebudayaan
Konsep kebudayaan dapat pula dipakai untuk
mengkaji pendidikan karena dalam arti
luas pendidikan adalah proses
pembudayaan melalui masing-masing anak, yang dilahirkan dengan potensi belajar
yang lebih besar dari makhluk menyusui
lainnya. Manan (1989:7) mengemukakan
hakekat pendidikan tersebut adalah proses penyampaian kebudayaan (proses of transmitting cultur), di
dalamnya termasuk keterampilan, pengetahuan, sikap-sikap, dan nilai-nilai serta
pola-pola prilaku atau pendidikan dapat dikatakan sebagai “the transmision of culture”. Para ahli mengelompokkan kebudayaan ke dalam tiga
aspek yakni (1) Aspek kebudayaan yang bisa diamati (aktifitas) dan
gejala-gejala alam, (2) Aspek gagbasan (kebudayaan dilihat sebagai sistem
pengetahuan dan kepercayaan) (Manan, 1989:7).
Menurut Taylor, E.B (dalam Manan, Manan, 1989:8)
kebudayaan secara deskriptif adalah totalitas yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, moral, adat, dan apa saja kemampuan-kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh
orang sebagai aggota masyarakat. Mead (dalam
Manan,1989:9) mendefinisikan
kebudayaan secara historis yakni
merupakan seluruh prilaku tradisonal yang telah dikembangkan oleh ras manusia yang secara berturutan
“dipelajari” oleh masing-masing generasi.
Sejalan dengan pendapat di atas Kluckhon dan Kelly
mendefiniskan budaya berdasarkan sifat normatif yakni semua model bagi
kehidupan baik secara eksplisit, implisit, rasional, irasional, non rasional
yang ada pada masa tertentu bagi prilaku anggota-anggota masyarakat
sedangkan definisi yang
bersifat psikologis diutarakan oleh La Piere bahwa kebudayaan adalah perwujudan di dalam adat, tradisi,
dan institusi dari apa yang dipelajari dalam satu kelompok sosial dan dari satu
generasi ke generasi lainnya. Terakhir adalah definisi yang bersifat struktural
dari Turney dan High mengemukakan bahwa kebudayaan adalah bekerjanya dan
terintegrasinya sejumlah aktivitas yang “tidak bersifat instingtif” dari
masyarakat manusia.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks yang mencakup
semua cara kita berpikir dan berbuat,
serta semua apa yang kita miliki sebagai anggota masyarakat.
Menurut Tylor
(dalam Manan, 1989:10) ada tujuh komponen-komponen pokok yang terkandung
dalam kebudayaan, yakni (1) keseluruhan yang kompleks, (2) kebudayaan tidak terlihat secara nyata,
melainkan pernyataan-pernyataan emosional dan mental, (3)
kebudayaan mencakup karya keseniaan dan moralitas kekeluargaan,
(4) kebudayaan
memperlihatkan
kesinambungan perilaku, (5) kebudayaan
dipandang secara objektif
dan tidak memihak, (6) karakteristik kebudayaan ditemukan diperoleh disuatu
anggota masyarakat, dan (7) kebudayaan
hidup dalam sebuah masyarakat bersama orang lain. Dalam konsep
kebudayaan yang dikemukakan oleh Tylor secara eksplisit disebutkan:
pengetahuan (knowledge) dan kepercayaan (belief) dan secara implisit termasuk ke dalamnya
adalah filsafat,
ilmu, cerita rakyat,
dan tahayul.
Berdasarkan definisi
yang dikemukakan di
atas,
ada lima isi pokok/
komponen dari kebudayaan
itu,
yakni sebagai berikut.
1) Gagasan-gagasan
Yang termasuk ke dalam kategori gagasan, yakni ilmu pengetahuan, agama, tahayul, perumusan kebenaran, kesusastraan,
cerita rakyat,
ungkapan-ungkapan, dan perumusan kebenaran.
2) Ideologi
3) Aktivitas-aktivitas/
norma
Yang termasuk ke dalam kategori undang-undang, peraturan-peraturan, adat,
kesusilaan, larangan, ritual, upacara, konvensi, dan basa-basi.
4) Teknologi
5) Benda-benda
Yang termasuk ke dalam kategori
mesin-mesin,
peralatan-peralatan, perabot, gedung-gedung, peninggalan-peninggalan kuno,
benda-benda seni, kendaraan, bahan makanan, dan obat-obatan.
2.
Karakteristik Kebudayaan
Manan (1989:11)
mengutarakan tiga karakteristik kebudayaan yang
bersifat pradoksal (kebudayaan memiliki sifat stabil dan dinamis) dapat
dimaklumi, yakni sebagai berikut.
1)
Kebudayaan
merupakan kekayaan universal umat manusia, tetapi manifestasi lokal dan regionalnya
bersifat unik.
2)
Kebudayaan
bersifat stabil, tetapi juga bersifat dinamis dan memperlihatkan perubahan yang
terus menerus dan tetap.
3)
Kebudayaan
mengisi dan menentukan jalan hidup kita, tetapi kebudayaan itu jarang mengusik
alam sadar kita.
Kesamaan
anatomis
yang sama menyebabkan
kebutuhan dasar umat manusia juga bersamaan. Kebutuhan dasar ini akan dipenuhi
dalam bentuk respon. Respon ini bersamaan dalam polanya dalam suatu
masyarakat. Pola respon ini dinamakan institusi budaya atau institusi sosial.
Institusi budaya adalah suatu perilaku yang terpola digunakan oleh suatu masyarakat
untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar. Antropologi mengenal paling kurang
delapan institusi, yakni kekerabatan, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan,
estetika, dan rekreasi, politik, kesehatan, jasmani, dan agama.
Murdok
(dalam
Manan,1989:15) mengemukakan
enam karakteristik kebudayaan yang bersifat unversal, yakni
sebagai berikut.
1)
Kebudayaan
dipelajari dan bukan bersifat instingtif, karena itu tidak dapat dicari asal-usulnya.
2)
Kebudayaan
ditanamkan. Manusia yang bisa menyampaikan warisan sosialnya dan anak cucu yang
dapat menyerap dan bukan mengubahnya.
3)
Kebudayaan
bersifat sosial dan dimiliki bersama oleh manusia dan berbagai masyarakat yang
terorganisir.
4)
Kebudayaan
bersifat gagasan yang diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola-pola perilaku.
5)
Kebudayaan
sampai pada tingkat memuaskan kebutuhan-kebutuhan induvidu, kebutuhan-kebutuhan
biologis secara budaya.
6)
Kebudayaan
bersifat integratif.
3. Fungsi Kebudayaan dan Institusi Sosial
a)
Fungsi
kebudayaan
Menurut Kerber dan Smith.
1)
Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak (penjamin kelangsungan
hidup biologis dari kelompok sosial).
2)
Pengembangan kehidupan ekonomi
(menghasilkan dan memakai benda-benda ekonomi).
3)
Transmisi budaya (cara-cara mendidik dan
membentuk generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya).
4)
Keagamaan (menanggulangi hal-hal yang
berhubungan dengan kekuatan yang bersifat gaib/supernatural).
5)
Pendekatan sosial (cara-cara yang
dikembangkan untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok).
6)
Rekreasi (aktivitas-aktivitas yang
memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya akan
permainan-permainan).
b) Institusi Sosial
Definisi institusi sosial.
1) Menurut
Malinowki
“Institusi sebagai sekelompok orang yang bersatu
untuk melaksanakan suatu aktivitas yang sederhana/ kompleks”.
2) Menurut
Koentjaraningrat
“Unsur-unsur institusi sosial terdiri dari sistem
norma, personal, dan peralatan fisik”.
3) Menurut
Bierstedt
“Institusi sosial sebagai ‘an organized ways of doing things’ ”.
c) Fungsi Institusi Sosial
Menurut Gillin dan Gillin fungsi intitusi sosial, yakni
sebagai berikut.
1)
Menyederhanakan tindakan individu.
2)
Menyediakan cara pengendalian sosial.
3)
Menyediakan peran dan kedudukan bagi
individu-individu.
4)
Kadang-kadang merintangi perkembangan
kepribadian, karena orang harus selalu menyesuaikan diri dengan norma-norma
yang telah ada.
5)
Mendorong orang-orang tertentu untuk
bereaksi menentang institusi tertentu (karena telah usang dan berusaha
merumuskan pola perilaku baru).
6)
Mengharmoniskan berbagai badan dalam konfigurasi
budaya secara keseluruhan. Misal, institusi-institusi dalam suatu kebudayaan
atau masyarakat akan menyesuaikan diri satu sama lainnya.
4.
Nilai
Budaya dan Orientasi Nilai
1) Menurut
Tylor, moral termasuk bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan
buruk, benar dan salah, yang kesemuannya dalam konsep yang lebih besar termasuk
ke dalam bidang nilai.
2) Pengetahuan
dan keterampilan pada hakekatnya
mengandung unsur-unsur nilai, karena pengetahuan dan keterampilan yang
dikembangkan dan disampaikan dalam sebuah masyarakat selalu didasarkan pada
pertimbangan nilai.
3) Menurut
Clyde Kluckhohn, nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit,
menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok oran, mengenai hal-hal yang
diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, dan
tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia.
a) Teori Budaya
Teori Kluckhohn
1)
masalah hubungan
manusia sesamanya
2)
masalah hubungan manusia dengan alam
3)
masalah hubungan manusia dengan kerja
4)
masalah hubungan manusia dengan bentuk pemilikan kebudayaan
5)
masalah hakekat hidup manusia itu sendiri
b) Menurut
Talcots Parons, nilai dinamakan
“pattern variables” yang menentukan makna situasi-situasi tertentu dan
menunjukkan cara-cara memecahkan dilema pengambilan keputusan.
c) Menurut
pandangan STA (Sutan Takdir Alisyahbana),
yang dinamakan kebudayaan itu adalah
penjelmaan dari nilai-nilai. Yang penting adalah membuat klasifikasi nilai yang
universal yang ada dalam masyarakat manusia.
C.
IMPLIKASI
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Beberapa hal
dari pembahasan tentang kebudayaan dan pendidikan dalam laporan bacaan ini yang
diharapkan dapat diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu
sebagai berikut.
Pertama, implikasi kebudayaan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
1.
Guru bahasa dapat membahas perbedaan
lintas-budaya dengan siswa dengan menekankan bahwa tidak ada budaya yang lebih
baik daripada budaya yang lain dan menekankan bahwa mempelajari budaya bahasa
target adalah penting untuk praktiknya nanti.
2.
Guru juga dapat menggunakan bahan-bahan
tertentu yang menggambarkan hubungan antara bahasa dan budaya serta membahas
aspek sosiolinguistik bahasa. Seperti mengambil bahan untuk materi ajar tentang
kebudayaan dari majalah ataupun media lainnya.
3.
Untuk membuat pengajaran lebih hidup
guru juga dapat menampilkan tayangan yang berkenaan dengan aspek budaya, dan
sebagainya. Seperti menampilkan video tentang kebiasaan atau hal-hal yang lazim
yang sering dilakukan oleh pengguna bahasa target.
4.
Selain memperkenalkan budaya bahasa
target guru juga memperkenalkan budaya bahasa sendiri dan membandingkan
perbedaan-perbedaannya.
Kedua, implikasi pendidikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
1.
Guru dapat memberi nasihat di sela-sela
proses belajar maupun diintregasikan ke dalam materi. Sebagai contoh, pada
materi menyimak/ membaca cerita fiksi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Cerita yang dipilih sebaiknya cerita yang di dalamnya mengandung pendidikan
karakter. Dengan demikian, siswa/ peserta didik belajar mengenai cerita fiksi
sekaligus mendapat pemahaman tentang karakter yang baik.
2.
Proses belajar mengajar sering kali
menggunakan metode ceramah. Bahkan, bisa dikatakan hampir selalu metode ceramah
ada di dalam proses belajar mengajar. Komunikasi timbal balik antara guru dan
siswa yang berupa tanya jawab juga hampir selalu ada selama proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, menyisipkan pendidikan karakter dalam komunikasi
selama proses belajar mengajar akan lebih efektif. Paling tidak siswa dapat
belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik. Siswa dapat belajar dengan siapa,
kapan, dan di mana dia berkomunikasi. Dengan demikian, setidaknya siswa akan
belajar etika dan kesopanan dalam berkomunikasi baik dengan guru dan rekan
selama proses belajar mengajar maupun dengan orang lain di lingkungan sekolah.
D.
RANGKUMAN
Kebudayaan
memiliki beragam definisi namun secara umum bisa diklasifikasikan berdasarkan
konsep-konsep kebudayaan tersebut dengan kategori, yaitu yang bersifat
deskriptif, historis, normatif, psikologis, struktural, genetis, dan definisi
yang tidak lengkap. Definisi kebudayaan bersifat deskriptif
yaitu kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang mencakup
pengetahauan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat dan apa saja kemampuan dan kebiasaan yang
diperoleh dari anggota masyarakat. Kebudayaan
bermakna historis yaitu seluruh perilaku tradisional yang telah dikembangkan oleh
ras manusia secara berkelanjutan dan dipelajari dari berbagai generasi.
Definisi normatif bermakna semua model
bagi kehidupan eksplisit dan implisit, rasional, irasional dan nonrasional yang
ada pada masa tertentu sebagai pembimbing potensial bagi perilaku anggota
masyarakat. Definisi bersifat normatif semua model bagi kehidupan eksplisit dan
implisit, rasional, irasional dan non
rasional yang ada pada masa tertentu sedangkan definisi bersifat psikologis
yaitu perwujudan di dalam adat, tradisi, dan institusi dan lain-lannya dari apa
yang dipelajari sebagai suatu kelompok sosial. Konsep kebudayaan eksplisit
mencakup pengetahuan dan kepercayaan yang secara implisit mencakup: filsafat,
agama, ilmu, dan juga cerita rakyat serta tahayul.
Karateristik
kebudayaan pertama merupakan pengalaman universal manusia, kedua bersifat
stabil, tetapi juga dinamis, ketiga kebudayaan mengisi dan menentukan hidup
kita tetapi jarang mengusik alam sadar kita. Kebudayaan memiliki sifar paradoks
yaitu stabil dan dinamis. Kebudayaan juga bersifat terlihat dan tersembunyi.
Fungsi
kebudayaan yaitu, pertama, pelanjut
keturunan dan pengasuhan anak penjamin kelangsungan hidup biologis dari
kelompok sosial. Kedua, pengembang kehidupan
ekonomi, ketiga tranmisi budaya, keempat keagamaan, kelima pengendalian sosial dan keenam
rekreasi aktivitas.
Nilai
kebudayaan dan orientasi nilai, pertama,
adalah bagaimana manusia memandang sesamanya, bekerjasama dan bergaul dalam
suatu kesatuan sosial. Kedua, dalam
kehidupan manusia dihadapkan dengan waktu karena itu tiap budaya menentukan
dimensi waktu yang dominan. Ketiga,
masalah nilai manusia hidup yang berhubungan dengan alam. Keempat, adalah manusia dengan pekerjaannya. Apakah hanya
berorientasi untuk hidup saja. Kelima,
adalah pemilihan kebudayaan itu sendiri dan yang terakhir hakikat hidup manusia
itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan.
Jakarta: Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar