Kamis, 01 Mei 2014

antropologi pendidikan



Laporan Bacaan

Kebudayaan dan Pendidikan

oleh:

Misdianto   (1209077)


A.      PENGANTAR
Berdasarkan hasil bacaan dari buku berjudul “Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan” dikarang oleh Imran  Manan, Ph.D yang terdiri dari delapan bab dan diterbitkan oleh Depdikbud Jakarta tahun 1989 ini maka pada laporan bacaan ini hanya memaparkan bab dua saja yang terdapat di halaman 7 sampai 25, yaitu judulnyaKebudayaan dan Pendidikan. Jumlah halaman keseluruhan pada buku tersebut terdiri dari 143 halaman.
Kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Allah SWT, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun, tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan. Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dikarenakan, pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana membantu mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat memberi bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Secara sosiologi, pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya. Pada kenyataannya masyarakat mengalami perubahan sosial yang begitu cepat, maju dan memperlihatkan gejala desintegratif yang meliputi berbagai sendi kehidupan dan menjadi masalah, salah satunya dirasakan oleh dunia pendidikan. Tidak hanya perubahan sosial, budaya pun berpengaruh besar dalam dunia pendidikan akibat dari pergeseran paradigma pendidikan yaitu mengubah cara hidup, berkomunikasi, berpikir, dan cara bagaimana mencapai kesejahteraan. Dengan mengetahui begitu pesatnya arus perkembangan dunia diharapkan dunia pendidikan dapat merespon hal-hal tersebut secara baik dan bijak. Sehingga, landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.

B.       RINGKASAN MATERI
                 Pada bab kedua dari buku“Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan”, di dalamnya terdapat empat subjudul, yaitu (a) konsep kebudayaan, (b) karakteristik kebudayaan, (c) fungsi kebudayaan dan institusi sosial, dan (d) nilai budaya dan orientasi nilai. Selanjutnya, di bawah ini akan diringkas satu persatu dari sub-subjudul tersebut sebagai berikut. 

1.    Konsep Kebudayaan
Konsep kebudayaan dapat pula dipakai untuk mengkaji  pendidikan karena dalam arti luas pendidikan  adalah proses pembudayaan melalui masing-masing anak, yang dilahirkan dengan potensi belajar yang lebih besar dari  makhluk menyusui lainnya.  Manan (1989:7) mengemukakan hakekat pendidikan tersebut adalah proses penyampaian kebudayaan (proses of transmitting cultur), di dalamnya termasuk keterampilan, pengetahuan, sikap-sikap, dan nilai-nilai serta pola-pola prilaku atau pendidikan dapat dikatakan sebagai “the transmision of culture. Para ahli mengelompokkan kebudayaan ke dalam tiga aspek yakni (1) Aspek kebudayaan yang bisa diamati (aktifitas) dan gejala-gejala alam, (2) Aspek gagbasan (kebudayaan dilihat sebagai sistem pengetahuan dan kepercayaan) (Manan, 1989:7).
Menurut Taylor, E.B (dalam Manan, Manan, 1989:8) kebudayaan secara deskriptif adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, moral, adat, dan apa saja kemampuan-kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh orang sebagai aggota masyarakat. Mead (dalam Manan,1989:9) mendefinisikan kebudayaan secara historis yakni  merupakan seluruh prilaku tradisonal yang telah dikembangkan oleh  ras manusia yang secara berturutan “dipelajari” oleh masing-masing generasi.
Sejalan dengan pendapat di atas Kluckhon dan Kelly mendefiniskan budaya berdasarkan sifat normatif yakni semua model bagi kehidupan baik secara eksplisit, implisit, rasional, irasional, non rasional yang ada pada masa tertentu bagi prilaku anggota-anggota masyarakat sedangkan definisi yang bersifat psikologis diutarakan oleh La Piere bahwa kebudayaan adalah perwujudan di dalam adat, tradisi, dan institusi dari apa yang dipelajari dalam satu kelompok sosial dan dari satu generasi ke generasi lainnya. Terakhir adalah definisi yang bersifat struktural dari Turney dan High mengemukakan bahwa kebudayaan adalah bekerjanya dan terintegrasinya sejumlah aktivitas yang “tidak bersifat instingtif” dari masyarakat manusia.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah  satu keseluruhan yang kompleks yang mencakup semua cara  kita berpikir dan berbuat, serta semua apa yang kita miliki sebagai anggota masyarakat.
Menurut Tylor (dalam Manan, 1989:10) ada tujuh komponen-komponen pokok yang terkandung dalam kebudayaan, yakni (1) keseluruhan yang kompleks,  (2) kebudayaan tidak terlihat secara nyata, melainkan pernyataan-pernyataan emosional dan mental, (3) kebudayaan mencakup karya keseniaan dan moralitas kekeluargaan, (4) kebudayaan memperlihatkan kesinambungan perilaku, (5) kebudayaan dipandang secara objektif dan tidak memihak, (6) karakteristik kebudayaan ditemukan diperoleh disuatu anggota masyarakat, dan (7) kebudayaan  hidup dalam sebuah masyarakat bersama orang lain. Dalam konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh Tylor secara eksplisit disebutkan: pengetahuan (knowledge) dan kepercayaan (belief) dan secara implisit termasuk ke dalamnya adalah filsafat, ilmu, cerita rakyat, dan tahayul.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, ada lima isi pokok/ komponen dari kebudayaan itu, yakni sebagai berikut.
1)    Gagasan-gagasan
Yang termasuk ke dalam kategori gagasan, yakni ilmu pengetahuan, agama, tahayul, perumusan kebenaran, kesusastraan, cerita rakyat, ungkapan-ungkapan, dan perumusan kebenaran.
2)    Ideologi
3)    Aktivitas-aktivitas/ norma
            Yang termasuk ke dalam kategori undang-undang, peraturan-peraturan, adat, kesusilaan, larangan, ritual, upacara, konvensi, dan basa-basi.
4)    Teknologi
5)    Benda-benda
            Yang termasuk ke dalam kategori mesin-mesin, peralatan-peralatan, perabot, gedung-gedung, peninggalan-peninggalan kuno, benda-benda seni, kendaraan, bahan makanan, dan obat-obatan.

2.        Karakteristik Kebudayaan
Manan (1989:11) mengutarakan tiga karakteristik kebudayaan yang  bersifat pradoksal (kebudayaan memiliki sifat stabil dan dinamis) dapat dimaklumi, yakni sebagai berikut.
1)   Kebudayaan merupakan kekayaan universal umat manusia, tetapi manifestasi lokal dan regionalnya bersifat unik.
2)   Kebudayaan bersifat stabil, tetapi juga bersifat dinamis dan memperlihatkan perubahan yang terus menerus dan tetap.
3)   Kebudayaan mengisi dan menentukan jalan hidup kita, tetapi kebudayaan itu jarang mengusik alam sadar kita.
Kesamaan anatomis yang sama menyebabkan kebutuhan dasar umat manusia juga bersamaan. Kebutuhan dasar ini akan dipenuhi dalam bentuk respon. Respon ini bersamaan dalam polanya dalam suatu masyarakat. Pola respon ini dinamakan institusi budaya atau institusi sosial. Institusi budaya adalah suatu perilaku yang terpola digunakan oleh suatu masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar. Antropologi mengenal paling kurang delapan institusi, yakni kekerabatan, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, estetika, dan rekreasi, politik, kesehatan, jasmani, dan agama.
Murdok (dalam Manan,1989:15) mengemukakan enam karakteristik kebudayaan yang bersifat unversal, yakni sebagai berikut.
1)   Kebudayaan dipelajari dan bukan bersifat instingtif, karena itu tidak dapat dicari asal-usulnya.
2)   Kebudayaan ditanamkan. Manusia yang bisa menyampaikan warisan sosialnya dan anak cucu yang dapat menyerap dan bukan mengubahnya.
3)   Kebudayaan bersifat sosial dan dimiliki bersama oleh manusia dan berbagai masyarakat yang terorganisir.
4)   Kebudayaan bersifat gagasan yang diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola-pola perilaku.
5)   Kebudayaan sampai pada tingkat memuaskan kebutuhan-kebutuhan induvidu, kebutuhan-kebutuhan biologis secara budaya.
6)   Kebudayaan bersifat integratif.

3.    Fungsi Kebudayaan dan Institusi Sosial
a)    Fungsi kebudayaan
 Menurut Kerber dan Smith.
1)        Pelanjut keturunan  dan pengasuhan anak (penjamin kelangsungan hidup biologis dari kelompok sosial).
2)        Pengembangan kehidupan ekonomi (menghasilkan dan memakai benda-benda ekonomi).
3)        Transmisi budaya (cara-cara mendidik dan membentuk generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya).
4)        Keagamaan (menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan yang bersifat gaib/supernatural).
5)        Pendekatan sosial (cara-cara yang dikembangkan untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok).
6)        Rekreasi (aktivitas-aktivitas yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya akan permainan-permainan).

b)   Institusi Sosial
     Definisi institusi sosial.
1)   Menurut Malinowki
“Institusi sebagai sekelompok orang yang bersatu untuk melaksanakan suatu aktivitas yang sederhana/ kompleks”.
2)   Menurut Koentjaraningrat
“Unsur-unsur institusi sosial terdiri dari sistem norma,  personal, dan peralatan fisik”.
3)   Menurut Bierstedt
“Institusi sosial sebagai ‘an organized ways of doing things’ ”.

c)    Fungsi Institusi Sosial
            Menurut Gillin dan Gillin fungsi intitusi sosial, yakni sebagai berikut.
1)        Menyederhanakan tindakan individu.
2)        Menyediakan cara pengendalian sosial.
3)        Menyediakan peran dan kedudukan bagi individu-individu.
4)        Kadang-kadang merintangi perkembangan kepribadian, karena orang harus selalu menyesuaikan diri dengan norma-norma yang telah ada.
5)        Mendorong orang-orang tertentu untuk bereaksi menentang institusi tertentu (karena telah usang dan berusaha merumuskan pola perilaku baru).
6)        Mengharmoniskan berbagai badan dalam konfigurasi budaya secara keseluruhan. Misal, institusi-institusi dalam suatu kebudayaan atau masyarakat akan menyesuaikan diri satu sama lainnya.

4.        Nilai Budaya dan Orientasi Nilai
1)   Menurut Tylor, moral termasuk bagian dari kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuannya dalam konsep yang lebih besar termasuk ke dalam bidang nilai.
2)   Pengetahuan dan keterampilan pada hakekatnya  mengandung unsur-unsur nilai, karena pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dan disampaikan dalam sebuah masyarakat selalu didasarkan pada pertimbangan nilai.
3)   Menurut Clyde Kluckhohn, nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit, menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok oran, mengenai hal-hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia.

a)    Teori Budaya
Teori Kluckhohn
1)    masalah hubungan manusia sesamanya
2)   masalah hubungan manusia dengan alam
3)    masalah hubungan manusia dengan kerja
4)   masalah hubungan manusia dengan  bentuk pemilikan  kebudayaan
5)    masalah hakekat hidup manusia itu sendiri
b)   Menurut Talcots Parons, nilai dinamakan “pattern variables” yang menentukan makna situasi-situasi tertentu dan menunjukkan cara-cara memecahkan dilema pengambilan keputusan.
c)    Menurut pandangan STA (Sutan Takdir Alisyahbana), yang dinamakan kebudayaan  itu adalah penjelmaan dari nilai-nilai. Yang penting adalah membuat klasifikasi nilai yang universal yang ada dalam masyarakat manusia.
C.      IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
          Beberapa hal dari pembahasan tentang kebudayaan dan pendidikan dalam laporan bacaan ini yang diharapkan dapat diimplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut.
Pertama, implikasi kebudayaan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
1.      Guru bahasa dapat membahas perbedaan lintas-budaya dengan siswa dengan menekankan bahwa tidak ada budaya yang lebih baik daripada budaya yang lain dan menekankan bahwa mempelajari budaya bahasa target adalah penting untuk praktiknya nanti.
2.      Guru juga dapat menggunakan bahan-bahan tertentu yang menggambarkan hubungan antara bahasa dan budaya serta membahas aspek sosiolinguistik bahasa. Seperti mengambil bahan untuk materi ajar tentang kebudayaan dari majalah ataupun media lainnya.
3.      Untuk membuat pengajaran lebih hidup guru juga dapat menampilkan tayangan yang berkenaan dengan aspek budaya, dan sebagainya. Seperti menampilkan video tentang kebiasaan atau hal-hal yang lazim yang sering dilakukan oleh pengguna bahasa target.
4.      Selain memperkenalkan budaya bahasa target guru juga memperkenalkan budaya bahasa sendiri dan membandingkan perbedaan-perbedaannya.

Kedua, implikasi pendidikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
1.      Guru dapat memberi nasihat di sela-sela proses belajar maupun diintregasikan ke dalam materi. Sebagai contoh, pada materi menyimak/ membaca cerita fiksi dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Cerita yang dipilih sebaiknya cerita yang di dalamnya mengandung pendidikan karakter. Dengan demikian, siswa/ peserta didik belajar mengenai cerita fiksi sekaligus mendapat pemahaman tentang karakter yang baik.
2.      Proses belajar mengajar sering kali menggunakan metode ceramah. Bahkan, bisa dikatakan hampir selalu metode ceramah ada di dalam proses belajar mengajar. Komunikasi timbal balik antara guru dan siswa yang berupa tanya jawab juga hampir selalu ada selama proses belajar mengajar. Oleh karena itu, menyisipkan pendidikan karakter dalam komunikasi selama proses belajar mengajar akan lebih efektif. Paling tidak siswa dapat belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik. Siswa dapat belajar dengan siapa, kapan, dan di mana dia berkomunikasi. Dengan demikian, setidaknya siswa akan belajar etika dan kesopanan dalam berkomunikasi baik dengan guru dan rekan selama proses belajar mengajar maupun dengan orang lain di lingkungan sekolah.

D.      RANGKUMAN
          Kebudayaan memiliki beragam definisi namun secara umum bisa diklasifikasikan berdasarkan konsep-konsep kebudayaan tersebut dengan kategori, yaitu yang bersifat deskriptif, historis, normatif, psikologis, struktural, genetis, dan definisi yang tidak lengkap. Definisi kebudayaan bersifat  deskriptif  yaitu kebudayaan adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahauan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat  dan apa saja kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh dari anggota masyarakat.          Kebudayaan bermakna historis yaitu seluruh perilaku tradisional yang telah dikembangkan oleh ras manusia secara berkelanjutan dan dipelajari dari berbagai generasi. Definisi normatif  bermakna semua model bagi kehidupan eksplisit dan implisit, rasional, irasional dan nonrasional yang ada pada masa tertentu sebagai pembimbing potensial bagi perilaku anggota masyarakat. Definisi bersifat normatif semua model bagi kehidupan eksplisit dan implisit, rasional, irasional  dan non rasional yang ada pada masa tertentu sedangkan definisi bersifat psikologis yaitu perwujudan di dalam adat, tradisi, dan institusi dan lain-lannya dari apa yang dipelajari sebagai suatu kelompok sosial. Konsep kebudayaan eksplisit mencakup pengetahuan dan kepercayaan yang secara implisit mencakup: filsafat, agama, ilmu, dan juga cerita rakyat serta tahayul.
          Karateristik kebudayaan pertama merupakan pengalaman universal manusia, kedua bersifat stabil, tetapi juga dinamis, ketiga kebudayaan mengisi dan menentukan hidup kita tetapi jarang mengusik alam sadar kita. Kebudayaan memiliki sifar paradoks yaitu stabil dan dinamis. Kebudayaan juga bersifat terlihat dan tersembunyi.
          Fungsi kebudayaan yaitu, pertama, pelanjut keturunan dan pengasuhan anak penjamin kelangsungan hidup biologis dari kelompok sosial. Kedua, pengembang kehidupan ekonomi, ketiga tranmisi budaya, keempat keagamaan, kelima pengendalian sosial dan keenam rekreasi aktivitas.
          Nilai kebudayaan dan orientasi nilai, pertama, adalah bagaimana manusia memandang sesamanya, bekerjasama dan bergaul dalam suatu kesatuan sosial. Kedua, dalam kehidupan manusia dihadapkan dengan waktu karena itu tiap budaya menentukan dimensi waktu yang dominan. Ketiga, masalah nilai manusia hidup yang berhubungan dengan alam. Keempat, adalah manusia dengan pekerjaannya. Apakah hanya berorientasi untuk hidup saja. Kelima, adalah pemilihan kebudayaan itu sendiri dan yang terakhir hakikat hidup manusia itu sendiri.












DAFTAR PUSTAKA
Manan, Imran. 1989. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar