Deskriptif
Analitik Terhadap Hegemoni, Marjinalisasi, Delegitimasi, Ekslusi, dan
Ekskomunikasi dalam Teks Berita tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Harian
Kompas Terbitan Oktober 2013
Oleh:
MISDIANTO
NIM. 1209077
KONSENTRASI
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
BERITA
1: Analisis Wacana pada Teks Berita pada
Harian Kompas Tertanggal Selasa (8/10/2013), Judulnya ”TKW Sukabumi Disiksa
sampai Lumpuh di Arab Saudi”
1.
Hegemoni
Hegemoni yang terdapat pada teks berita 1
berasal dari majikan Kokom di Arab Saudi, Kholifah Al Mudib dan Munah Ilham
Muhamad Rizky. Alasannya, majikan dari Kokom menyalahgunakan kekuasaannya
sebagai majikan yaitu dengan menyiksa Kokom. Dan, seharusnya hegemoni
(kekuasaan) di sini adalah penerimaan kelompok yang didominasi terhadap
kelompok dominan dengan proses damai tanpa ada kekerasan.
2.
Marjinalisasi
a)
Penghalusan Makna Kata
Dijumpai
pada kata “pembantu” yang digantikan dengan kata “TKI”. Makna kata
“TKI” itu memiliki nilai rasa yang lebih sopan karena tidak
menyinggung perasaan orang dan kata
tersebut lebih akrab dipendengaran kita atau dengan kata lebih enak didengar. Antara si pengucap (penyampai
maksud) dan si lawan bicara
sama-sama
persepsi positif, tidak terjadi penegangan urat syaraf di antara
keduanya.
b) Pengasaran Makna Kata
Kata
“memberi pelajaran” seharusnya disampaikan namun ternyata dipertukar dengan
kata “disiksa”. Barangkali ini dimaksudkan agar terkesan “wah” dan seolah-olah
berita menjadi masalah besar serta patut untuk diikuti berita selanjutnya,
sayang dilewatkan.
c) Labelisasi
Penyebutan TKW, banyak orang
menyamakannya dengan “pembantu” atau “budak”. Jadi, pengecapan
(memberian label) sebagai TKW agar dimaksudkan tidak terjadi konotasi jelek
yang berlebihan sehingga jalan tengah adalah dengan kesepakatan penyebutan
terhadap kata TKW, jangan menjadi kelas
rendahan betul. Jadi, fungsi pelabelan tersebut untuk mengangkat derajat
seseorang atau membantu nilai gengsi sebagai manusia yang bermartabat. Karena
manusia di mata Allah SWT adalah sama, yang membedakannya adalah amalannya
selama hidup di dunia.
c)
Stereotipe
Kata
“TKW” diartikan sebagai figur positif karena sebagai sosok yang ulet dan
mandiri, mau bekerja demi keluarga tercinta walau mesti berpisah cukup lama.
Sedangkan, kata “majikan” merupakan seorang figur yang dideskripsikan negatif.
Hal ini dikarenakan sosok yang tak mandiri dan tak mementingkan perasaan.
Kadang ringan tangan akibatnya banyak kita dengar di berita-berita media massa
yang menginformasikan tentang itu. Sampai-sampai ada yang menjadi lumpuh, cacat seumur hidup, tak dibayarkan
gajinya, perbuatan tak senonoh, bahkan ada yang tewas di tangan majikannya
sendiri. Itulah, kekejaman dari sosok majikan. Yang tak adilnya lagi, malah
kebal dengan hukum. Sungguh ironis.
d) -
Delegitimasi
TKW
adalah sosok rendahan karena seorang TKW atau pembantu, tidak boleh banyak
menuntut alias tidak memiliki hak atas majikannya.
-
Legalisasi
Majikan dianggap sosok yang pantas untuk
memperoleh predikat sebagai figur publik kelas atas yang bermartabat karena ia
mempunyai hak yang lebih besar porsinya atas pembantu yang bersangkutan.
4. Ekslusi
Ekslusi pada
teks berita 1, ialah ia (TKW/ pembantu) selama 14 bulan bekerja di luar negeri
(Arab Saudi) tetapi selama itu pula gajinya tak dibayarkan. Dengan arti lain, sama
sekali tidak mendapatkan gaji dari majikannya.
5. Ekskomunikasi
Tersurat pada
berita 1 tersebut bahwa Kokom telah melapor masalahnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dalam urusan hukum yakni aparat berwajib alias polisi. Bahwa
inti dari isi berita yang dilaporkan itu yaitu
“Konsulat Jenderal RI” di Arab
Saudi tidak bekerja secara maksimal. Mereka sudah kurang rasa kepedulian atau
sudah hilang kepedulian tersebut. Mengapa saya berkata demikian? Karena
konsulat jenderal kita tak tanggap tentang apa yang terjadi di sana. Bahkan,
sudah dilaporkan pun ke konsulat jenderal RI atas tindakan majikannya selama 14
bulan itu, tetapi masih belum mendapat “angin segar” atau respon dari masalah
ini.
BERITA
2: Analisis Wacana pada Teks Berita pada Harian
Kompas tertanggal Rabu (16/10/2013) dengan Judul ”Ratusan TKI Dipulangkan dari
Arab Saudi”
1. Hegemoni
Hegemoni
pada teks berita 2 ini, adalah tertuju ke pemerintah Arab Saudi. Karena negara
tersebut, memiliki kekuasaan terhadap diapakan atau diperlakukan seperti apa
nasib TKI. TKI mau dipulangkan ataukah tak dipulangkan, itu urusan mereka. Urusan berkaitan dengan kenegaraan menjadi wewenangnya, tak boleh campur tangan
negara lain karena negara memiliki wilayah teritorial kedaulatan.
2.
Marjinalisasi
Di
dalam teks berita 2, menggambarkan tentang nasib TKI yang harus menerima
kodratnya di negeri orang. Mereka dimarjinalkan oleh Arab Saudi sebagai
“pendatang haram” dan status mereka over stay.
3.
Delegitimasi dan Legalisasi
Fakta
yang menjadi penyebab atau sebagai agar permasalahan mengapa para TKI tersebut
dapat sampai dan bekerja di “negeri orang” yang jauh ini adalah sekitar 70%
mereka merupakan TKI yang menggurus keberangkatan ke Arab Saudi menggunakan
visa umroh. Memang ditinjau dari legalisasi, khususnya menurut pandangan para
ahli hal ini dianggap lebih memudahkan. Namun, menurut pemerintah RI hal ini
tidaklah sesuai atau telah menyalahi prosedur.
Makanya, terjadilah delegitimasi ini. Di antara kedua-duanya, saling
mempertahankan pendapat mereka. Mereka masing-masing memvonis diri bahwa
merekalah yang benar-benar merasa benar. Akhirnya, munculkan konflik ke
permukaan di antara keduanya.
4.
Ekskomunikasi
Dinyatakan
bahwa 30% TKI resmi yang melarikan diri dari rumah majikannya akibat tidak ada
kecocokan selama bekerja di rumah majikannya. Mereka dikucilkan oleh masyarakat
di sana, negara Arab Saudi, sehingga mereka memutuskan untuk melarikan diri.
BERITA 3: Analisis Wacana pada Teks Berita pada Harian
Kompas tertanggal Kamis (17/10/2013) Berjudul ”16 PRT Indonesia Ditipu dan
Ditinggalkan di Gurun Pasir Saudi”
1. Hegemoni
Hegemoninya
yaitu sebelum ditangani oleh polisi, 16 PRT Indonesia di bawah kekuasaan
penyelundup yang membawa mereka. Karena yang mengurusi mereka sejak awal adalah
penyelundup. Dan, mereka pun telah dibayar mahal oleh PRT (TKI). Makanya,
penyelundup punya hak pula ikut campur dalam urusan PRT ini.
2.
Marjinalisasi
a)
Penghalusan Makna Kata
Di
dalam teks tersebut dikatakan bahwa PRT tidak memiliki dokumen resmi. Ini jelas
bahwa secara tidak langsung , PRT merupakan imigran gelap. Para imigrasi gelap
diperlakukan diskriminasi oleh negara penerima (Arab Saudi).
b)
Labelisasi
Pembantu
Rumah Tangga (PRT) dilabeli sebagai kelas rendahan karena mereka bekerja
sebagai pembantu rumah tangga di negara lain.
3.
Delegitimasi
Penyelundup
adalah orang atau kelompok yang tidak
benar, ini menurut hukum dan pemerintah RI. Karena mereka menurunkan PRT ke
negara tujuan secara tidak bertanggung jawab, ditelantarkan.
4.
Ekslusi
Menjadi
PRT (Pekerja Rumah Tangga) dianggap rendah di mata masyarakat kita dan ada yang
mengucilkannya karena mereka mudah ditipu oleh orang lain. Mereka menjadi bahan
pembicaraan masyarakat, tetapi mereka dipandang lain seperti sebagai golongan
masyarakat yang paling bodoh, mau saja ditipu oleh agen tenaga kerja luar
negeri dengan bayaran mahal lagi.
BERITA 4: Analisis Wacana pada Teks Berita pada
Harian Kompas Tertanggal Jumat (18/10/2013)
berjudul ”16 TKI Telantar di Gurun Pasir Arab Saudi, SBY Jangan Sibuk
Urus Bunda Putri”
1. Hegemoni
Presiden
SBY diminta turun langsung dengan membentuk semacam lembaga khusus penanganan
kasus 16 TKI di Arab Saudi. Karena posisi kunci adalah presiden makanya Beliau
sebenarnya memiliki wewenang besar untuk mengatasi kemelutan yang melanda TKI
di luar negeri sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia . Tetapi,
sungguh-sungguh disayangkan, beliau (SBY) malah sibuk mengurusi soal Bunda
Putri (tersandung kasus suap) daripada soal TKI sebagai marwah bangsa yang
menjadi taruhannya.
2.
Marjinalisasi
a) Penghalusan Makna Kata
Kata
“istri orang’ digantikan dengan kata “Bunda Putri’. Hal ini sengaja di
familiarkan supaya adanya yang bertanya-tanya siapa “Bunda Putri” itu. Apakah
namanya Bunda Putri adalah nama sebenarnya? Lalu, mengapa pula sampai dibawa-bawa ke istana kepresidenan?
Inilah namanya politik penghalusan bahasa. Bahasa memegang peranan penting
dalam mendinginkan suasana.
b)
Pengasaran Makna Kata
Kata “TKI” dipertukarkan dengan kata “komoditas
bisnis”. Seakan-akan manusia itu dapat diperjualbelikan bak barang dagangan
atau sapi perahan. Di kata “komoditas bisnis” dianggap sebagai produk
kebanggaan bangsa yang patut di impor. Marwah sebagai manusia dinomorduakan.
Yang penting masukan devisa negara dan TKI adalah obyek pelaksananya di
lapangan.
c) Labelisasi
SBY dicap atau dilabeli sebagai pemimpin
yang tak peduli sama sekali pada persoalan-persoalan terbaru dan terbesar
negara. Apabila ini tubuh subur pada diri sang pemimpin (SBY) dapat
membahayakan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibat imbas dari
tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia yang menurun drastis.
d) Stereotipe
Karena
TKI dipandang sebagai komoditas bisnis, makanya persoalan TKI seperti lingkaran
setan. Jadi, di sinilah terjadi pergeseran nilai-nilai yaitu nilai negatif
terhadap persoalan TKI yang tak ada ujungnya alias tak selesai-selesai
masalahnya tersebut, sungguh kompleks. Membuat pusing pemerintah RI, bagaimana
menangganinya secara tepat sampai tuntas.
3. - Delegitimasi
SBY
yang sibuk mengurusi soal Bunda Putri (kasus suap yang melibatkan nama SBY) itu
adalah problematika diluar kepentingan yang sangat penting. Yang tak terlalu
penting didahulukan, sedangkan yang sangat urgen malah diesampingkan. Sungguh
tak tepat hal itu. Penilaian tersebut
langsung menurut mata masyarakat yang memandangnya, mana urusan negara dan mana
urusan pribadi semestinya bisa dipilah-pilah. Kita ketahui bahwa masyarakat
sudah cerdas dalam menilai kinerja pemimpinnya.
- Legalisasi
Terberitakan: 16 TKI telantar.
Kasus ini dilegalkan karena salah mereka sendiri, mengapa main
sembunyi-sembunyi (main kucing-kucingan). Siapa yang berbuat dialah yang
menanggung resikonya. Berarti di sini secara tersirat hal tersebut dilegalkan.
4. Ekslusi
SBY adalah figur
pemimpin yang kurang bagus karena menurut Indra (seorang anggota DPR RI)
menganggap Beliau adalah sebagai sosok yang tidak peduli dengan negara yang
dipimpinnya.
5. Ekskomunikasi
Enam belas orang TKI yang telantar,
tidak didengarkan keluh-kesah mereka. Permasalahan mereka (para TKI) sudah
disampaikan kepada pengambil kebijakan negara ini (pemerintahan RI), namun tak
pernah dianggap itu penting, tak digubris sama sekali alias angin lalu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar