Dosen
Pembimbing
Prof. Dr.
Hasanuddin WS., M.Hum.
FILOLOGI
DAN PENELITIAN NASKAH KUNO NUSANTARA
Makalah
Teori dan Kritik Sastra
Oleh
MISDIANTO
NIM 1209077
Konsentrasi
Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Studi Pendidikan Bahasa
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Padang
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Padang
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebuah
peradaban tidak akan terlepas dari masa lampau yang mengandung banyak sejarah
serta peninggalan-peninggalan berharga yang mengidentifikasikan tinggi
rendahnya sebuah peradaban. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat berupa
prasasti-prasasti, naskah-naskah kuno, maupun peninggalan-peninggalan lain yang
tidak dapat diabaikan begitu saja. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji
peninggalan-peninggalan sejarah tersebut. Studi filologi merupakan studi yang
sangat signifikan dalam mengkaji warisan budaya yang tersebar diberbagai
belahan dunia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap
naskah-naskah kuno. Naskah-naskah kuno tersebut tersebar dipelbagai belahan
dunia dan sangat disayangkan jika tidak diteliti dan dikaji.
Indonesia
dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peningagalan masa
lampau. Salah satu diantaranya adalah peninggalan dalam bentuk naskah-naskah
lama dengan tulisan tangan. Naskah peniggalan masa lampau tersebut dapat
dijumpai hampir di setiap daerah dalam bentuk jumlah yang tidak sedikit dan
jenisnya sangat bervarisai. Keselurahan naskah-naskah lama yang terkenal dari
daerah di wilayah Nusantara itu dikenal dengan sebutan naskah kuno nusantara.
Namun, naskah-naskah kuno milik Indonesia banyak diincar oleh asing. Meski
sudah ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang mengatur tentang larangan
penjualan benda cagar budaya, termasuk di dalamnya naskah-naskah kuno. Kenyataannya,
praktik tersebut masih terus terjadi.
Naskah
kuno mengandung berbagai informasi penting yang harus diungkap dan disampaikan
kepada masyarakat. Tetapi, naskah-naskah kuno yang ada di Nusantara biasanya
ditulis dalam aksara non-Latin dan bahasa daerah. Hal ini menjadi kesulitan
tersendiri dalam memahami naskah. Salah satu cara untuk mengungkap dan
menyamapaikan informasi yang terkandung di dalam naskah kepada masyarakat
adalah melalui penelitian filologi. Dapat diketahui bahwa lahirnya
filologi dilatar belakangi oleh beberapa faktor, yaitu: (1)
munculnya informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah karya tulisan; (2) anggapan
adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tuliasan yang masih
relevan dengan kehidupan masa sekarang; (3) kondisi fisik dan substansi materi
informasi akibat rentang waktu yang panjang; (4) faktor sosial budaya yang
melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau yang tidak ada lagi
atau tidak sama dengan latar belakng sosial pembaca masa kini; dan (5) keperluan
untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.
Naskah-naskah kuno dalam tradisi lisan tentu sakarang merupakan naskah yang
sudah berumur ratusan tahun bahkan berabad-abad. Selain itu, naskah kuno juga
belum menggunakan bahasa dan Ejaan yang Disempurnakan
(EyD) yang teratur seperti saat ini. Hal itu disebabkan
teks di dalam naskah itu berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, sehingga
bahasa yang digunakan tentu saja bahasa daerah, antara lain teks bahasa jawa
yang terdiri atas bahas jawa kuno, bahasa Jawa pertengahan dan bahasa Jawa baru, Lagaligo-Makassar dan banyak lagi yang sebenarnya.
Selain menggunakan teks-teks berbahasa daerah, dalam naskah kuno, huruf
yang digunakanpun bukanlah huruf laku. Biasanya huruf yang digunakan adalah huruf
jawi yaitu teks berbahasa Melayu dengan
tulisan arab dan huruf pegon, yaitu teks berbahasa arab dengan tulisan Melayu yang dalam sejarahnya naskah-naskah tersebut diteliti justru oleh bangsa-bangsa Barat.
Khusus,
teks cerita berbahasa Melayu menarik untuk dianalisis dari segi kebahasaan
maupun nonkebahasaan. Bahasa pada teks cerita Melayu terlihat berbeda jika
dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan perkembangan bahasa
Indonesia dianggap cepat mengikuti arus globalisasi sedangkan penutur bahasa
Melayu semakin berkurang. Perbedaan dari perbandingan inilah yang membuat
menariknya teks Melayu untuk dianalisis dari segi kebahasaannya.
Dilihat
dari segi non bahasa, cerita sastra Melayu klasik (kuno) -- terutama cerita “Hikayat
Si Miskin”-- dapat dianalisis amanat ceritanya. Cerita Melayu klasik menekankan
syiar dalam teksnya. Syiar dalam teks Melayu klasik dilatar belakangi dengan
berkembangnya ajaran Islam di dataran Melayu. Jika dibandingkan dengan karya sastra tulis era
modern saat ini yang berbahasa tak seronoh hal ini dipengaruhi perkembangan informasi
yang melaju cepat. Sementara itu, karya teks Melayu
belum tersentuh pengaruh luar. Pesan yang disampaikan dalam cerita teks Melayu
tersembunyi dan perlu analisis mendalam untuk memahaminya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut.
a)
Bagaimana bahasa teks
sebelum diterjemahkan?
b)
Bagaimana bahasa teks
setelah diterjemahkan?
c)
Bagaimana karakter tokoh
dalam cerita Hikayat Si Miskin?
d)
Apakah
manfaat yang dapat diambil dari cerita Hikayat Si Miskin?
C.
Tujuan
Penulisan
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan sebagai
berikut.
a)
Mentranskirip teks Melayu klasik
Hikayat Si Miskin.
b)
Menerjemahkan teks Melayu klasik ke Bahasa Indonesia.
c)
Analisis teks Melayu klasik.
d)
Mengetahui karakter tokoh dalam cerita Melayu klasik.
e)
Mengetahui dan menerapkan amanat dalam cerita Melayu
klasik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filologi
I. Menurut
Etimologi
Filologi berasal dari kata dalam bahasa
Yunani “philos” yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata
“filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”.
Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”.
Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil
kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (teks).
II.
Menurut Terminologi
Filologi
sebagai istilah mempunyai beberapa arti sebagai berikut:
a. Filologi
sudah dipakai sejak abad ke-3 SM, oleh sekelompok Ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal
sebagai ahli filologi. Yang pertama-tama
memakainya adalah Erastothenes. Pada waktu itu, mereka berusaha mengkaji
teks-teks lama yang berbahas Yunani yang bertujuan menemukan bentuknya yang
asli untuk mengetahui maksud pengarangnya dengan jalan menyisihkan
kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Pada waktu itu mereka menghadapi
teks dalam sejumlah naskah yang masing-masing menunjukkan bacaan yang berbeda
(varian) bahkan ada yang menunjukkan bacaan yang rusak (korup). Dalam hal ini,
ahli filologi dengan intuisinya memilih naskah yang memungkinkan penyusutan
silisilahnya untuk mendapatkan bacaan hipotesis yang dipandang asli, atau yang
palimg dekat dengan aslinya. Kegiatan tersebut, dewasa ini dikenal dengan
istilah hermeneutik.
b. Filologi
pernah dipandang sebagai sastra yang alamiah. Arti ini muncul ketika teks-teks
yang dikaji itu berupa karya sastra yang bernilai sastra tinggi ialah
karya-karya Humeros. Keadaan tersebut membawa filologi kepada suatu arti yang
memperhatikan segi kesastraannya. Pada saat ini, arti demikian tidak ditemukan
lagi.
c. Filologi dipakai juga sebagai istilah untuk menyebut
studi bahasa atau ilmu bahasa (linguistik). Lahirnya pengertian ini akibat dari
pentingnya peranan bahasa dalam mengkaji teks sehingga kajian utama filologi
adalah bahasa, terutama bahasa teks-teks lama. Di negeri Belanda, istilah filologi
berarti ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra atau budaya
yang berkaitan dengan latar belakang kebudayaan yang dilakukan oleh teks
tersebut.
d. Dalam
perkembangannya yang mutakhir, filologi memandang perbedaan yang ada dalam berbagai naskah
sebagai suatu ciptaan dan menitikberatkan kerjanya pada perbedaan-perbedaan
tersebut serta memandangnya justru sebagai alternatif yang positif. Dalam hal
ini, suatu naskah dipandang sebagai
suatu penciptaan baru yang mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya.
e. Filologi adalah ilmu yang membahas cara
penelitian teks untuk dapat menarik pemahaman nilai-nilai kebudayaan yang ada
di dalam teks tersebut baik yang tersurat maupun yang tersirat.
B. Jenis-Jenis
Filologi
Filologi terbagi menjadi dua yaitu kadikologi dan tekstologi .
I.
Kadikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’
(bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati
Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan
hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu
berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai
untuk kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui
segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar
isi kandungan naskah tentunya.
Kodikologi adalah satu bidang ilmu
yang biasanya bekerjasama dengan bidang ilmu ini. Kalau filologi mengkhususkan
pada pemahaman isi teks/ kandungan teks, sedangkan kodikologi adalah
ilmu yang khusus mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah meliputi:
bahan, umur, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah.Dari bahan
naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis dan asal kertas,
bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ ilustrasi, hiasan/
illuminasi, dan lain-lain. Makanya, tugas kodikologi selanjutnya adalah
mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat-tempat
naskah sebenarnya, menyusun katalog, menyusun daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan
naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu (Dain dalam Sri Wulan Rujiati
Mulyadi, 1994: 2–3).
II. Tekstologi
Secara etimologis,
Tekstologi terdiri atas dua kata yaitu teks dan logi, yang berarti ilmu tentang
teks. Tekstologi adalah bagian dari filologi yang berusaha mengkaji teks yang
terkandung dalam naskah-naskah kuno. Teks dalam naskah kuno sarat dengan
nilai-nilai luhur ajaran nenek moyang. Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari
seluk beluk dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah
karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks
suatu karya.
C.
Tujuan Filologi
Setiap kegiatan yang terstruktur
dan terarah haruslah memiliki tujuan yang jelas. Filologi sebagai ilmu yang
yang berkarakteristis praktis, yaitu melakukan kerja penelitian terhadap teks
memiliki tujuan yang bermacam-macam sesuai dengan tuntutan pragmatisnya.
Meskipun demikian, filologi juga memiliki tujuan yang secara inheren merupakan
tuntutan dari dalam ilmu itu sendiri. Tujuan tersebut berupa tujuan yang
bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus sebagai berikut.
a. Tujuan
Umum Filologi
1)
Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu
bangsa lewat hasil sastranya baik lisan maupun tulis. Memahami makna dan fungsi
teks bagi masyarakat penciptanya.
2)
Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama
sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
3)
Melestarikan warisan budaya bangsa.
b. Tujuan
Khusus Filologi
1)
Mengungkapkan gambaran naskah dari segi fisik dan
isinya;
2)
Mengemukakan persamaan dan perbedaan antarnaskah yang
berbeda;
3)
Menjelaskan pertalian antarnaskah;
4)
Menguraikan fungsi isi, cerita dan fungsi teksnya;
5)
Menyajikan suntingan teks yang mendekati teks asli,
autoritatif, bersih dari kesalahan untuk keperluan penelitian dalam berbagai
bidang ilmu (sastra, bahasa, filsafat)
6)
Menyajikan terjemahan hasil suntingan teks dan tulisan
dan bahasa yang mudah dipahami masyarakat luas (misalnya dalam tulisan dan
bahasa Indonesia)
D. Karakteristik Penurunan Teks
Dasar studi filologi adalah adanya
variasi teks, atau filologi berdasar pada prinsip bahwa teks berubah dalam penurunannya. Variasi
teks dapat dipandang sebagai:
1) kesalahan
penyalin
2) sebagai
bentuk kreasi penyalin yang melahirkan pandangan filologi modern
Adapun
karakteristik penurunan teks ada empat model.
1)
Teks sejak pertama kalinya memang berupa
teks lisan.
2)
Teks yang semula oleh pengarangnya diproduksi
secara lisan tersebut kemudian oleh pengarangnya diproduksi secara tulis.
3)
Teks sejak pertama memang berupa teks
tulis.
4)
Teks yang berupa karya tulis tersebut kemudian
oleh pengarang disosialisasikan atau diproduksi lagi dalam bentuk lisan ketika
pengarang tersebut diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil karyanya.
E. Prinsip Pelacakan Penurunan Teks
Seorang filolog setelah berhasil
menemukan berbagai macam naskah sebuah teks maka tugas selanjutnya ialah
mengidentifikasi setiap naskah yang telah diperolehnya tersebut. Dalam pengidentifikasian,
filolog harus mencatat setiap teks dengan mendeskripsikan fisiknya (ukurannya,
bentuk tulisannya, warna tintanya, bahan naskahnya, dan kondisi fisisk
naskahnya), asal-usulnya (misalnya, naskah diperoleh dari Perpustakaan
Nasional), nomor katalognya (misalnya, ML 386, Codor 6789, dsb), kemudian
setiap naskah diberi indentitas baru sebagai naskah sample / variabel A, B, C,
dan seterusnya. Tugas berikutnya yang harus dilakukan oleh filolog ialah menelusuri
hubungan kekerabatan antar naskah variabel yang telah ditemukan. Penelusuran
hubungan antar naskah tersebut berdasarkan penurunan teks yang secara teoretis
dihipotesiskan sebagai stema, yaitu susunan
silsilah naskah yang
menjelaskan garis penurunan teks dari penurunan pertama, kedua, ketiga, dan
seterusnya. Garis penurunan diasumsikan bahwa naskah asli atau otograf adalah
naskah yang tidak bisa dilacak lagi atau hanya sebagai naskah hipotesis atau
naskah yang keberadaannya masih diandaikan dan disebut juga sebagai arketip.
F. Kedudukan Filologi di antara
Ilmu-Ilmu Lain
Filologi dan ilmu-ilmu
lain mempunyai hubungan yang sangat erat, hubungan tersebut berlangsung secara
timbal balik dan saling membutuhkan. Untuk kepentingan tertentu, filologi
memandang ilmu-ilmu yang lain sebagai ilmu bantunya, dan sebaliknya ilmu-ilmu yang
lain, juga untuk kepentingan tertentu memandang filologi sebagai ilmu bantunya.
Berikutnya akan dikemukakan relevansi ilmu-ilmu yang dipandang sebagai ilmu
bantu filologi dan yang memandang filologi sebagai ilmu bantu.
1)
Linguistik
2)
Pengetahuan bahasa-bahasa yang mempengaruhi bahasa teks
3)
Paleografi
4)
Ilmu sastra
5)
Hindu, Budha, dan Islam
6)
Sejarah kebudayaan
7)
Antropologi
Filologi
sebagai ilmu bantu ilmu-ilmu lain, yaitu:
1)
Flilologi sebagai ilmu bantu linguistik;
2)
Filologi sebagai ilmu bantu ilmu sastra;
3)
Filologi sebagai
ilmu bantu sejarah kebudayaan;
4)
Filologi
sebagai ilmu bantu hukum adat
5)
Filologi sebagai ilmu bantu sejarah perkembangan agama
6)
Filologi sebagai ilmu bantu filsafat
G. Sasaran
dan Objek Studi Filologi
Yang
menjadi sasaran filologi adalah naskah, ilmu yang berkaitan dengan pernaskahan
disebut kodikologi. Jadi objek filologi adalah teks atau kandungan naskah.
H. Perbedaan Teks dan Naskah
Teks adalah kata-kata atau tulisan
asli pengarang atau naskah asli yang ditulis oleh pengarang. Teks ini biasanya
di tulis oleh pengarangnya dengan tulisan tangan lembar demi lembar hingga siap
untuk dibaca. Setiap pengarang biasanya hanya membuat sebuah teks untuk
kemudian disebarluaskan atau disosialisikan. Setelah selesai membuat karangan,
bisanya energi seorang pengarang difokuskan untuk karya berikutnya. Ketika teks
tersebut telah sampai di masyarakat muncullah kegiatan lain, yaitu pembacaan
teks yang dilakuan oleh masyarakat. Peristiwa pembacaan tersebut mendorong
munculnya peristiwa lain, yaitu keinginan-keinginan untuk menggandakan atau
menyalin teks tersebut dengan berbagai macam alasan.
I. Penelitian Bahan Naskah
Bahan
naskah Nusantara bermacam-macam antara lain sebagai berikut.
1)
Karas yaitu semacam papan atau batu
tulis digunakan untuk sementara (seperti naskah Jawa Kuno).
2)
Lontar (ron tal) = daun tal atau daun siwalan
(seperti naskah Jawa, Bali dan Lombok).
3)
Dluwang = kertas Jawa dari kulit kayu.
4)
Kulit kayu, bambu, dan rotan (seperti naskah
Batak).
5)
Kertas Eropa yang diimpor pada abad ke-18
dan ke-19 menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik (seperti pada
naskah-naskah Jawa dan Melayu).
J. Penelitian Teks Tulis
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam penelitian teks tulis sebagai berikut.
1) Penerapan
tekstologi Lichcev disesuaikan dengan karakteristik teks.
Apakah
lisan, tulis maupun cetak untuk mencapai tujuannya memperhatikan karakteristik
teks masing-masing. Di samping itu, juga perlu memperhatikan sepuluh ketentuan
yang diajukan Lichacev untuk setiap penelitian sebuah teks dalam filologi.
Sepuluh ketentuan yang diajukan Lichacev adalah sebagai berikut.
1.
Penelitian teks berusaha menyelidiki
sejarah teks suatu karya.
Salah satu
penerapan praktis penelitian ini adalah suntingan teks. Pernyataan pertama yang
ditawarkan Lichacev pada setiap penelitian teks ialah agar peneliti selalu
berusaha menyelidiki sejarah teks suatu karya dan salah satu penerapan
praktisnya adalah suntingan teks. Menyunting sebuah teks berarti mempersiapkan
teks agar layak untuk diterbitkan sehingga dapat dibaca oleh setiap orang serta
dapat dipahami maknanya. Untuk memahami makna sebuah teks salah satu instrumen
yang digunakan adalah konteks, yaitu segala sesuatu yang menyertai dan berada
di sekitar teks yang secara struktural mempunyai kontribusi terhadap keberadaan
teks. Konteks tersebut dapat diketahui melalui penelusuran sejarah teks atau
penelusuran setiap perubahan atau transformasi teks ketika teks tersebut
diturunkan atau disalin. Oleh karena itu, penelitian sejarah teks merupakan
bagian yang sangat penting dalam penelitian praktis teks yang berupa suntingan
teks.
2. Pertama-tama penelitian teks, baru kemudian
penerbitannya.
Pernyataan kedua yang disarankan oleh Lichacev adalah
mendahulukan penelitian teks, kemudian baru dilanjutkan ke penerbitannya. Pernyataan
ini sebenarnya merupakan penegasan tesis
pertama. Hanya saja secara prakmatis, meskipun penerbitan dapat dilakukan
sebelum melakukan penelitian teks namun seandainya hal tersebut dilakukan maka
besar kemungkinannya akan memunculkan beberapa permasalahan, antara lain :
suntingan teks tidak sesuai dengan konteksnya, suntingan teks tidak bisa
menunjukkan teks salinan yang diwakili, dan munculnya salah tafsir.
3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
Pernyataan ketiga
sebetulnya merupakan hasil dari tesis pertama dan kedua yang indikatornya harus
muncul dalam sebuah penerbitan teks. Pernyataan pertama akan menghasilkan sejarah penurunan
teks sedangkan tesis kedua, yaitu melanjutkan pernyataan pertama dengan cara
menerbitkan teks maka dalam pernyataan ketiga ini memberikan rambu-rambu bahwa hasil
temuan yang telah dilakukan pada penelitian sejarah teks harus menjadai
pegangan dasar dalam menyunting sebuah teks. Dengan demikian, maka secara
otomatis edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
4. Penelitian teks harus disertai dengan
penjelasan.
Pada pernyataan keempat Lichacev menegaskan bahwa
tekstologi atau penelitian teks harus disertai dengan penjelasan. Menurutnya,
penelitian teks yang tidak diberi penjelasan dari setiap simpulan yang
ditemukan tidaklah dapat dikatakan sebagai penelitian teks. Misalnya, dari tiga
naskah ya ng ditemukan (naskah A, B, dan C) setidaknya dapat ditelusuri
hubungan kekerabatan ketiganya, yaitu naskah B merupakan naskah yang lebih tua
dan diturunkan menjadi naskah A, sedangkan naskah C adalah naskah yang berbeda
versi dengan kedua naskah tersebut namun
jika dilihat dari gaya bahasa dan retorikanya naskah C tersebut lebih
tua dari keduanya. Di samping memberikan penjelasan berdasarkan prinsip-prinsip
logika seperti di atas, setiap simpulan juga harus dijelaskan dengan memberikan
data-data (kesaksian) temuan yang terdapat dalam setiap naskah sebuah teks.
Demikian juga jika simpulan penelitian menunjukkan tidak jelasnya hubungan kekerabatan
ketiganya, penjelasan berdasarkan logika maupun data-data yang diambil dari
dalam teks.
5.
Data-data (kesaksian) perubahan teks
yang dilakukan secara sadar (secara ideologis, estetik, psikologik, dan
sebagainya harus diberi prioritas atas data perubahan teks yang mekanis
(kesalahan yang tidak disengaja oleh penyalin).
Pada pernyataan kelima Lichacev menyarankan bahwa
penelitian terhadap perubahan teks yang secara sadar karena alasan ideologis,
estetik, psikologis, dan sebagainya harus diprioritaskan daripada perubahan
karena kesalahan mekanis (kesalahan tidak sengaja). Sebagaimana diketahui bahwa
adanya perbedaan antara sebuah naskah yang satu dengan naskah yang lain dari
teks yang sama adalah disebabkan oleh adanya kesalahan mekanis dan kesengajaan
penyalin. Kesalahan-kesalahan yang menyangkut masalah ungkapan meliputi konsep,
seperti Ali radliyallahu 'anhu menjadi
karamallahu wajhah menunjukkan adanya perubahan idelogi sunni menjadi ideologi
syi'ah. Perubahan seperti inilah yang dimaksud sebagai perubahan yang disengaja
dan harus diprioritaskan dalam penelitian teks. Karena menyangkut masalah
ideologi maka penelusuran terhadap motif perubahan mempunyai makna terhadap
penafsiran kebudayaan. Perubahan di atas berbeda dengan perubahan kata
"tetapi" menjadi "tapi" atau saut du meme au meme
penyalinan meloncat dari kata satu ke kata lain atau dari kalimat satu ke kalimat
lain karena adanya perkataan yang sama. Perubahan yang terakhir ini secara
fisik mudah
ditemukan dan juga
sudah dapat diduga faktor penyebabnya yang sebagian besar merupakan kelemahan
manusia. Perubahan seperti ini tidak memiliki makna dalam kebudayaan. Meskipun demikian,
secara tidak langsung dapat digunakan untuk menelusuri sejarah teks.
6.
Teks perlu diteliti secara keseluruhan.
Pernyataan keenam Lichacev mengingatkan para filolog bahwa
teks mempunyai karakteristik yang kompleks. Artinya, di samping di dalam teks
berisi berbagai macam hasil kebudayaan yang kompleks, di luar teks pun memuat
data-data kesaksian yang tidak kalah kompleksnya dengan isi teks baik sebagai
artefak, sistem tingkah laku, maupun nilai budaya.
7.
Bahan penyerta teks (konvoi, kolofon,
dan lain-lain) suatu karya sastra dalam satu kumpulan (kodeks) perlu diteliti.
Pernyataan ketujuh Lichacev menyarankan supaya bahan
penyerta tekstologi (konvoi, kolofon, dan lain-lain) suatu karya sastra dalam
kumpulan kodeks perlu diteliti. Sebagaimana diketahui bahwa
bahan penyerta teks
adalah salah satu data (kesaksian) yang dapat memberikan petunjuk tentang eksistensi
teks. Petunjuk tersebut antara lain meliputi kapan naskah ditulis atau mulai
disimpan atau dimiliki, di mana naskah tersebut ditulis atau disimpan, bahkan
sering juga dijumpai catatan yang menjelaskan tanggapan pembaca atau pemilik
naskah baik mengenai konsep-konsep yang dimuat di dalamnya maupun asal-usul
naskah yang dimiliki. Hasil penelitian terhadap semua keterangan tersebut
sangat membantu dalam memahami dan meneliti teks secara keseluruhan terutama
untuk merekonstruksi teks yang diteliti.
8.
Perlu diteliti bayangan sejarah teks
sebuah karya dalam monumen sastra lain.
Pada pernyataan kedelapan Lichacev menerangkan perlunya
peneltian terhadap bayangan sejarah teks sebuah karya sastra dalam monumen
sastra lain. Dalam sastra Melayu sering dijumpai sebuah karya sastra atau
bagian dari karya sastra disebutkan dalam karya sastra lain dengan tujuan untuk
menguatkan cerita atau untuk mengaitkan cerita baru dengan cerita yang telah
lebih dahulu ada.
9.
Pekerjaan sang penyalin dan kegiatan skriptoria masing-masing
perlu diteliti.
Pekerjaan sang penyalin dan kegiatan skriptoria
masing-masing perlu diteliti. Pada tesis ini Lichacev mengingatkan bahwa jika
masih bisa ditemukan para penyalin berikut dengan kegiatannya terutama yang
berkaitan dengan teks yang sedang diteliti maka para penyalin berikut dengan
kegiatnnya tersebut perlu diteliti. Di daerah Wonosobo, dijumpai para santri sebuah
pesantren bertindak sebagai penyalin kitab-kitab karya kiainya. Naskah hasil
penyalinan tersebut kemudian dijual kepada santri lain. Naskah hasil penyalinan
tidak boleh difoto kopi atau
diterbitkan dalam
bentuk buku cetak.
10.
Rekonstruksi suatu teks tidak dapat
menggantikan teks yang diturunkan secara faktual.
Rekonstruksi suatu teks tidak dapat menggantikan teks yang
diturunkan secara faktual. Pernyataan ini ditujukan kepada para filolog bahwa teks
hasil rekonstruksi tidak bisa dijadikan sebagai naskah variabel dalam
penelitian. Teks hasil rekonstruksi merupakan teks hibrid sehingga tidak bisa mewakili
salah satu dari naskah sebuah teks.
● Karakteristik
teks tulis sangat tergantung dengan naskah atau kodeks.
● Sebelum
melakukan penelitian teks hendaknya melakukan penelitian naskah atau kodeks.
K. Penelitian Umur Naskah
Untuk mengetahui umur
naskah maka ada beberapa hal yang perlu diketahui sebagai berikut.
1) Umur
naskah dapat dirunut dari dalam (interne
evidentie) dan keterangan dari luar (externe
evidentie).
2) Perunutan
dari dalam ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
a) Kolofon,
yaitu keterangan waktu awal dan akhir penulisan teks.
b) Watermark
(cap air), yaitu lambang pabrik pembuat kertas yang menunjukkan tahun pembuatan
kertas. Naskah yang ditulis di atas kertas seperti ini menunjukkan setidak naskah
ditulis setelah tahun pembuatan kertas.
3) Perunutan dari luar ditunjukkan dari adanya
fenomena berikut ini.
a) Catatan
di sampul luar , sampul keras depan, dan belakang naskah.
b) Catatan
asal mula naskah menjadi milik berbagai perpustakaan.
c) Peristiwa-peristiwa
sejarah yang disebut dalam teks menunjukkan bahwa teks ditulis setelah terjadinya
peristiwa.
d) Penyebutan
teks pada teks lain yang telah memiliki angka tahun yangh jelas menunjukkan
bahwa teks tersebut setidaknya penulisan paling akhir sebelum diterbitkannya
teks yang telah menyebutkannya.
Contoh Kasus:
Teks Hikayat Hang Tuah
memuat peristiwa kekalahan Portugis oleh bangsa Belanda (1641) tetapi Hikayat
tersebut juga telah disebutkan dalam Oud
en Nieuw Oost Indien karangan Francois Valentijn (1726). Hal ini menunjukkan
bahwa saat penulisan paling awal (terminus
a quo) teks Hang Tuah setelah tahun 1641 tetapi penulisan paling akhir (terminus ad quem) sebelun tahun 1726.
L. Penelitian Tempat Penulisan Naskah
Adapun
tempat penulisan naskah yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut.
1)
Tempat penulisan naskah biasanya
dijelaskan pada kolofon yang terletak di akhir naskah.
2)
Tempat penulisan naskah sangat berguna
untuk memahami makna naskah terutama dalam memaknai kosa-kosa kata yang digunakan
oleh masyarakat tertentu berdasarkan visi dan misi penulisan naskah.
Tempat-tempat penulisan yang menunjukkan nama ibu kota atau negara besar
kemungkinannya teks ditulis untuk kepentingan istana, sedangkan teks yang
ditulis di daerah-daerah yang bukan menunjukkan nama ibu kota dan negara besar
kemungkinannya teks ditulis untu kepentingan rakyat, keagamaan, dan sebagainya.
M. Penelitian Perkiraan Penulis Naskah
Untuk mengetahui perkiraan penulis
naskah, maka ketentuannya sebagai berikut.
1)
Pengetahuan tentang penulis naskah
terutama secara sosiologis dapat menjelaskan pandangan dunia pengarang sehingga
dapat membantu untuk memahami makna teks secara keseluruhan.
2)
Penulis naskah dapat diperkirakan dari
pengetahuannya tentang segala sesuatu yang telah ia tulis dalam teks.
3)
Bukhari Al-Jauhari, penulis Tajus-
Salathin pengetahuannya yang sangat mendalam tentang agama menunjukkan ia
seorang ulama, sedangkan pengetahuannya tentang seluk beluk kerajaan
menunjukkan bahwa ia pernah tinggal di kerajaan atau dekat dengan pemegang
kekuasaan. Status sosial pengarang seperti di atas dapat menunjukkan pandangan
dunia siapa yang ia wakili dalam menuliskan teks tersebut.
N. Perbandingan Teks
Yang dimaksud dengan perbandingan teks
adalah sebagai berikut.
1)
Perbandingan dilakukan terhadap teks
yang memiliki lebih dari satu naskah (bukan naskah tunggal/ codeks unicus).
2)
Perbandingan dilakukan untuk mencari ada
tidaknya versi dan varian.
3)
Untuk mencari adanya ada tidaknya versi
dilakukan perbandingan terhadap unsur-unsur intrinsik teks.
4)
Pencarian ada tidaknya varian (perbedaan
kata dan kalimat) dilakukan terhadap teks yang seversi. Teks yang tidak seversi
tidak perlu dicari variannnya.
5)
Hasil perbandingan teks setidaknya dapat
merunut sejarah dan kekerabatan teks.
O. Metode Penyuntingan Teks
Untuk mengetahui metode-metode
penyuntingan teks, maka penulis paparkan di bawah ini sebagai berikut.
1)
Setelah teks diketahui asal-usulnya maka
untuk selanjutnya dilakukan kerja penyuntingan teks. Kerja penyuntingan
maksudnya ialah mempersiapkan teks agar layak untuk diterbitkan.
2)
Sebagaimana diketahui bahwa teks Melayu
di samping ditulis dalam huruf Arab Melayu atau huruf Jawi, teks Melayu juga
ditulis tanpa disertai tanda awal alenia maupun pungtuasi. Oleh karena itu,
tugas penyuntingan berarti meletakkan tanda alinea, pungtuasi dan menjelaskan
kosa-kosa kata yang arkaik serta varian yang terjadi pada setiap teks.
P. Macam-macam Metode Penyuntingan
Macam-macam metode penyuntingan sangat ditentukan oleh
banyaknya teks yang ditemukan. Secara garis besar ada dua macam metode
penyuntingan, yaitu
1)
Metode edisi naskah tunggal
Naskah
dapat ditentukan sebagai naskah tunggal atau disebut juga sebagai codex unicus jika
setelah dilakukan penelusuran keberadaan teks diberbagai tempat penyimpanan naskah
ternyata memang hanya naskah yang ditemukan itulah satu-satunya naskah yang ada.
Metode Naskah tunggal ada dua macam, yaitu metode diplomatik dan metode
standar.
a)
Metode Diplomatik
1. Penyuntingan
apa adanya atau semurni mungkin, atau disebut juga sebagai kerja reproduksi
dengan melakukan foto kopi atau dengan mengabadikan teks dalam mikro film.
2. Cocok
untuk kepentingan akademis sebagai ganti naskah asli yang mungkin sudah lapuk sehingga
tidak memungkinkan untuk dilakukan pembacaan.
3. Penyuntingan
hanya memberikan catatan pada bagian awal sebagai pengantar atau deskripsi teks
yang meliputi asal-usul teks, mengapa teks tersebut ditentukan sebagai codex
unicus, dan sekala reproduksi yang telah dilakukan. Sebaiknya menggunakan sekala
1 : 1.
b)
Metode Standar
1. Penyuntingan
dilakukan sebagaimana mestinya, yaitu melakukan pembagian alenia,memberikan
pungtuasi, dan mentransliterasikan huruf teks ke dalam huruf latin.
2. Setiap
perbaikan terhadap kesalahan mekanis maupun perubahan teks karena kesengajaan
selalu diberi penjelasan yang disebut aparat kritik.
2)
Metode Teks Jamak
Macam-macam
metode edisi naskah jamak meliputi :
1. Metode
Intuitif
●
Peneliti
(filolog) bekerja secara intuitif menentukan teks yang dianggap paling tua,
paling baik, dan paling mudah dibaca.
●
Tempat-tempat
yang mengalami perubahan, korupsi, atau dipandang tidak jelas diperbaiki
berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan
luas.
●
Metode
ini hanya bisa dilakukan oleh peneliti yang sudah sangat berpengalaman.
● Digunakan sampai pada
abad kesembilan belas.
●
Pada
saat ini metode ini sudah tidak dapat digunakan lagi, tetapi beberapa bagiannya
seperti pada penentuan teks yang paling baik bisa dilanjutkan dengan metode
landasan.
2.
Metode Landasan/ Legger
● Naskah diteliti untuk
menentukan naskah yang paling baik dengan melakukan penelitian terhadap
kebahasaan, kesastraan, sejarah dan lain-lain.
●
Naskah
yang telah dianggap paling baik setelah melalui beberapa penelitian dijadikan landasan
atau induk teks untuk penerbitan.
●
Varian-varian
yang terdapat pada naskah yang seversi dimuat dalam aparat kritik, yaitu perangkat
pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah.
3.
Metode Gabungan
● Penyuntingan didasarkan atas adanya kesamaan
bacaan di sebagaian besar naskah yang ditemukan.
● Jika ada bacaan yang
meragukan yang dijumpai pada mayoritas naskah digunakan penyesuaian dengan
norma tatabahasa, jenis sastra, keutuhan cerita, faktor-faktor literer lain,
dan latar belakang pada umumnya.
● Hasil suntingan
merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada dan dapat dikataan sebagai
teks baru yang secara struktural merupakan teks yang hibrid.
● Hasil teks suntingan
juga tidak dapat menggambarkan sejarah teks dan tidak dapat meletakkan silsilah
atau kekerabatan beberapa naskah yang ditemukan.
4.
Metode Objektif
●
Metode
ini telah digunakan sejak 1830 oleh filolog Jerman Lachmann dkk.
● Penelitian dilakukan
untuk menemukan hubungan kekeluargaan naskah-naskah yang ditemukan atau disebut
juga sebgai stema.
● Naskah yang memiliki
kesalahan yang sama di tempat yang sama dapat disimpulkan sebagai naskah yang
sekerabat.
● Setelah perunutan
silsilah dan sejarah teks baru diberikan kritik teks pada naskah yang memiliki
perubahan atau kesalahan.
Q. Karakteristik Sastra Melayu Klasik/ Hikayat
1. Anonim, yaitu tidak dikenal nama pengarangnya,
2. Istana sentris, yaitu mengisahkan tokoh yang
berkaitan dengan kehidupan
istana/kerajaan,
3. Bersifat statis, artinya tidak mengalami perubahan atau perkembangan
4. Bersifat komunal, artinya menjadi milik masyarakat,
3. Bersifat statis, artinya tidak mengalami perubahan atau perkembangan
4. Bersifat komunal, artinya menjadi milik masyarakat,
5. Mengunakan
bahasa klise, yaitu kata-kata yang diulang-ulang; contoh : hatta
…., maka …., alkisah….., dst.
6. Bersifat
tradisional, artinya meneruskan tradisi / kebiasaan lama yang dianggap
baik
7. Bersifat didaktis (mendidik), baik didaktis moral maupun didaktis religius,
8. Menceritakan kisah universal manusia, yaitu peperangan antara tokoh baik dan
7. Bersifat didaktis (mendidik), baik didaktis moral maupun didaktis religius,
8. Menceritakan kisah universal manusia, yaitu peperangan antara tokoh baik dan
buruk, dan selalu
dimenangkan oleh yang baik
9. Sebagian besar berupa sastra lisan
(disampaikan dari mulut ke mulut);
10. Tidak berangka tahun (tidak
diketahui secara pasti kapan karya tersebut dibuat)
11. Mengandung hal-hal yang aneh,
ajaib, atau mustahil.
R. Unsur-Unsur
Intrinsik Sastra Melayu Klasik/ Hikayat
1. Tema adalah ide pokok yang
mendasari sebuah cerita. Pada umumnya naskah
Melayu Klasik mempunyai tema perjuanganm percintaan, pendidikan, dan keagamaan.
2. Tokoh dan penokohan.
3. Latar:
(1) latar tempat; (2) latar waktu; dan (3) latar keadaan.
4. Sudut
pandang adalah posisi pengarang dalam cerita.
5. Alur
adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan membentuk suatu
cerita.
6. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.
7. Gaya bahasa
6. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.
7. Gaya bahasa
Unsur-unsur ekstrinsik
sastra Melayu Klasik yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam naskah sastra
Melayu Klasik tersebut, di antaranya nilai moral, nilai sosial, nilai agama.
S. Deskriptif Analisis Karya Sastra Melayu
Klasik “Hikayat Si Miskin”
I. Manuskripsi (Naskah) Teks “Hikayat Si Miskin”
Hikayat Si
Miskin
Ini hikayat ceritera orang
dahulu kala sekali peristiwa Allah SWT
menunjukkan kekayaaNnya kepada
hambaNya. Maka
adalah seorang miskin laki-biniberjalan
mencari rizqinya berkeliling negara antah berantah. Adapun nama raja di dalam
negara itu maharaja Indera Dewa. Namanya terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Beberapa
raja-raja di tanah Dewa itu takluk kepada baginda dan mengantar upeti kepada
baginda pada tiap-tiap tahun.
Hatta, maka pada suatu hari
baginda sedang ramai dihadapi oleh segala raja-raja, menteri, hulubalang,
rakyat sekalian di penghadapannya. Maka
Si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak,
Si Miskin laki-bini dengan rupa
kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak itupun ramailah ia
tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparilah akan si miskin itu kena
tubuhnya habis bengkak-bengkak dan
berdarah. Maka segala tubuhnyapun berlumur dengan darah. Maka orangpun
gemparlah. Maka titah baginga “Apakah yang
gempar di luar itu?”. Sembah segala raja-raja itu “ Ya tuanku
Syah Alam, orang
melempar Si Miskin tuanku”. Maka titah baginda”Suruh usir
jauh-jauh!”. Maka
diusir oranglah akan Si Miskin hingga sampailah ke tepi hutan. Maka orang
banyak itupu kembalilah. Maka haripun malamlah. Maka bagindapun berangkatlah
masuk ke dalam istanannya itu. Maka segala raja-raja dan menteri, hulubalang
rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya. Adapun akan Si Miskin
itu apabila malam iapun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah siang hari maka
iapun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari
rizqinya. Maka apabila sampailah dekat kepada kampung
orang . Apabila orang yang empunya kampung itu melihat akan dia. Maka diusirlah
dengan kayu. Maka Si Miskin itupun larilah ia lalu ke
pasar. Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu Si Miskin datang, maka
masing-masing pun datang ada
yang melontari dengan batu, ada yang memalu dengan kayu. Maka Si Miskin itupun
larilah tunggang langgang, tubuhnya habis berlumur dengan darah. Maka
menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan itu dengan tersengat lapar
dahaganya seperti akan matilah rasanya. Maka iapun bertemu dengan tempat orang
membuangkan sampah-sampah. Maka berhentilah ia di sana. Maka dicaharinyalah di
dalam sampah yang tertimbun itu barang yang boleh dimakan. Maka didapatinyalah
ketupat yang sudah basidibuangkan oleh orang pasar itu dengan buku tebu lalu
dimakannya ketupat yang sebiji itu laki-bini. Setelah sudah dimakannya ketupat
itu maka barulah dimakannya buku tebu itu. Maka adalah segar sedikit rasanya
tubuhnya karena beberapa lamanya tiada
merasai nasi.
Hendak mati rasanya. Ia hendak meminta ke rumah orang takut. Jangankan diberi
orang barang sesuat hampir kepada rumah orang itupun tiada boleh. Demikianlah
Si Miskin itu sehari-hari.
Hatta, maka haripun petanglah. Maka Si Miskin pun berjalanlah masuk ke
dalam hutan tempatnya sediakala itu. Di sanalah ia tidur.
Maka disapunya lah darah-darah yang ditubuhnya tiada boleh keluar karena darah
itu sudah kering. Maka Si
Miskin itupun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah pagi-pagi hari maka
berkatalah Si Miskin kepada isterinya”Ya tuanku,
matilah rasaku ini. Sangatlah sakit rasanya tubuhku ini”. Maka tiadalah
beradaya lagi hancurlah rasanya anggotaku ini. Maka iapun tersedu-sedu
menangis. Maka terlalu belas rasa hati isterinya melihat laku suaminya
demikian itu. Maka iapun menangis pula seraya mengambil daun kayu lalu
dimamahnya. Maka disapukannyalah seluruh tubuh suaminya sambil ia berkata”
Diamlah, tuan jangan menangis. Sedihlah dengan anteng kita. Maka selaku ini
adapun akan si miskin itu aslinya daripada raja keinderaan. Maka kena sumpah Batara
Indera maka jadilah ia demikaian itu. Maka adalah suaminya itu pun segarlah sedikit
tubuhnay setelah itu maka suaminyapun masuk ke dalam hutan mencari ambat yang muda ayng patut dimakannya. Maka dibawanyalahkepada isterinya. Maka demikianlah laki-bini.
Hatta beberapa lamanya maka isteri Si Miskin itupun hamillah tiga bulan lamanya. Maka isterinya menangis
hendak makan buah
mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itupun terketukkan antingnyatatkalaia di Keinderaan menjadi
raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak
beranak seraya berkata kepada isterinya, “Ayo, hay adinda tuan hendak membunuh
kakandalah rupanya ini tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu
jangankan hendak meminta barang suatu. Hampir kepada kampung orang tiada
boleh”. Setelah didengar oleh isterinya kata suaminya demikian itu, maka
makinlah sangat ia menangis. Maka kata suaminya, “Diamlah tuan, jangan
menangis! Berilah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau
dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu kakanda berikan pada tuan”. Maka
isterinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah kepasar mencahari
buah mempelam itu. Setelah sampai di kedi orang berjual buah mempelam. Maka si
Miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu
orang. Maka kata orang yang berjualan buah mempelam itu, “Hai miskin. Apa
kehendakmu?” maka sahut Si Miskin, “Jikalau ada belas dan kasihan serat Rahim
tuan akan hamba orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu.
Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji
sahaja tuan”. Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar
kata si Miskin. Seperti hancurlah rasa hatinya maka ada yang memberi buah
mempelam ada yang memberikan nasi ada yang memberikan kain baju ada yang
memberikan buah-buahan. Oleh anak yang daid makan oleh isterinya itu. Maka si
Miskin itupun heranlah akan dirirnya oleh sebab diberi orang pasar itu
berbagai-bagai jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan diberinya barang
suatu hampirpun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu dan batu. Setelah
sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu, maka iapun kembalilah ke dalam
hutan mendapatkan isterinya. Maka katanya, “Inilah tuan, buah memepelam dan segala buah-buahan dan makan-makanan dan
kain baju. Itupun diinjakkannyalah isterinya seraya menceriterakan hal ihwalnya
tatkala ia di pasar itu. Maka isterinya pun menangis tiada mau makan jikalau
bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. Biarlah aku mati sekali. Maka
terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan isterinya itu
seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdai lagi. Maka suaminya itu
pun pergilah menghadap maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itupun sedang
ramai dihadap oleh segala raja-raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk
kedalam sekali. Maka titah baginda, “hai Miskin, apa kehendakmu. Maka sahut si
Miskin, ada juga tuanku lalui sujud kepalanya lalu diletakkannya ketanah,
“ampun tuanku, beribu-ribu ampun tuanku jikalau ada karenanya dauli Syah Alam akan patulah hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan daun
mempelam sah alam yang sydah gugur ke bumi itu barangkali tuanku. Maka titah
baginda, “hendak engkau buatkan apa daun mempelam itu?” Maka sembah si Miskin, “hendak dimakan
tuanku.” Maka titah baginda, “ambilkanlah barang setangkai berikan kepada si
Miskin ini”. Maka diambilakn oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka
diambillah oleh si Miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu. Lalu keluar
ia berjalan kembali. Setelah itu maka baginda pun berangkatlah masuk ke dalam
istananya. Maka segala raja-raja dan menteri hulu-balang rakyat sekalian itupun
masing-masing pulang ke rumahnya arkin. Maka si Miskin pun sampailah kepada
tempatnya. Setelah dilihat oleh isterinya akan suaminya dating itu membawa buah
mempelam setangkai. Maka ia tertawa-tawa. Seraya disambutnya lalu dimakannya.
Maka adalah antaranya tiga
bulan lamanya. Maka ia pun menangis pula hendak makan nangka yang di dalam
taman raja itu juga. Maka si Miskin itu pun pergilah pula memohonkan kepada
baginda itu. Maka sujudlah pula ia kepada baginda. Maka titah baginda, “apa
pula kehendamu hay miskin?” Maka sahut si Miskin, “ya tuanku, ampun beribu-ribu
ampun” sahut ia sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah. Sahut ia berkata
pula, “hamba ini orang yang miskin. Hamba minta daun nangka yang gugur ke bumi,
barang sehelai. Maka titah baginda, ”hay Miskin, hendak kau buatkan apa daun
nagka? Baiklah aku beri buahan barang sebiji” Maka diberikan kepada si Miskin
itu. Maka ia pun sujud seraya bermohon kembali mendapatkan isterinya itu.
Maka ia pun sampilah setelah
dilihat oleh isterinya itu, suaminya datng itu. Maka disambutnya buah nangka
itu. Lalu dimakan oleh isterinya itu.
Adapun selama isterinya si Miskin hamil maka banyaklah makn-makanan dan
kain baju dan beras padi dan segala perkakas-perkakas itu diberi orang
kepadanya.
Hatta maka dengan hal yang
demikian itu maka genaplah bulannya. Maka pada ketika yang baik dan saat yang
sempurna pada malam empat belas hari bulan. Maka bulan itu pun sedang terang.
Maka pada ketika itu isteri si Miskin itu pun beranaklah seorang anak laki
terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Maka dinamainya akan anaknya itu
Markaromah artinya anak didalam kesukaran. Maka dipeliharakannyalah anaknya
itu. Maka terlalu amat kasihsayangnya akan anak itu tiada boleh bercari barang seketika jua pun dengan anaknya Markaromah itu.
Hatta, maka dengan takdir Allah SWT menganugarahi kepada hambanya. Maka si
Miskin pun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka
digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu. Maka tergalilah
kepada sebuah telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka isterinya pun
datanglah melihat akan emas itu. Seraya berkata kepada suaminya, “adapun akan
emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja.
Maka terlalu sukacita hatinya laki isteri itu. Maka oleh isterinyadiambilnya
emas itu dibawanya kepada suaminya. Maka si Miskin itupun pergilah kepada
saudagar-saudagar yang di dalam negeri antah-berantah itu. Setelah itu maka
bertemulah ia dengan saudagar itu. Maka segeralah ia ditukar oleh saudagar itu.
Seraya katany, “marilah tuanhamba duduk dekat hamba disini, dari mana tuan
datang ini dan apakah maksud tuan hamba dating kepada hamba ini?” Maka kata si
Miskin itu seraya tersenyum, “ada juga kehendak hamba ini kepada tuan hamba
jikalau tuan hamba boleh menolong akan hamba katakanlah. Maka sahut saudagar
itu, “katakanlah hajat tuan hamba
II.
Transliterasi (Hasil Terjemahan)
Hikayat Si
Miskin
Hikayat ini menceritakan orang pada zaman dahulu sekali. Suatu peristiwa
yang mana Allah SWT menunjukkan kekayaanNya kepada hambaNya. Menceritakan orang
miskin suami-isteri yang mencari rizki ke negara antah berantah. Nama raja
dalam negara tersebut adalah Indera Dewa. Beliau teramat mahsyur. Raja-raja di
tanah Dewa tersebut takluk kepada Baginda dan membayar upeti setiap tahunnya.
Suatu hari baginda sedang
berkumpul bersama raja-raja, menteri dan hulubalang serta rakyatnya. Lalu Si
Miskin menuju ke tempat berkumpul tersebut.
Orang-orang melihatny, Si miskin suami-isteri tersebut berpakaian usang
seperti habis dimamah anjing. Orang-orang tertawa melihatnya sambil mengambil
kayu dan batu. Si Miskin dilempari tubuhnya dan bengkak serta berdarah. Baginda
berkata” ada apakah gerangan di luar itu?”. Para raja menjawab” ya taunku Syah
Alam, orang melempari Si Miskin tuanku”. Baginda berkata” usirlah
jauh-jauh!”.Diusirlah oleh orang-orang Si Miskin tersebut hingga ke tepi hutan
dan orang-orang kembali.
Setelah hari mulai malam,
baginda masuk ke dalam istananya. Seluruh raja, menteri dan hulubalang serta
rakyat pulang ke rumahnya. Sedangkan Si Miskin ketika malam ia tidur di dalam
hutan. Setelah siang hari ia masuk ke dalam negeri mencari rizkinya. Ketika
sampai di dekat kampung, apabila warga kampung melihatnya ia diusir dengan kayu
dan Si Miskin lari ke dalam pasar. Apabila orang pasar melihat Si Miskin datang
maka orang pasar melemparinyadenagn batu bahkan memukulnya dengan kayu. Si
miskin menangis kencang sepanjang jalan karena lapar dan haus seperti hendak
mati.
Ketika bertemu tempat sampah ia berhenti. Dicarinya makanan di atas
tumpukan sampah. Didapatinya ketupat basi dan sebuku tebu lalu dimakan bersama
isterinya. Setelah dimakannya ia merasa badannya agak segara karena telah
beberapa hari tidak makan nasi karena Ia takut hendak meminta kepada orang.
Jangankan diberi, datang ke rumahnya pun diusir. Begitulah kehidupan Si miskin
setiap hari.
Ketika hari sudah petang, si
miskin masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala. Di sanalah ia tidur. Ia
menyapu darah di tubuhnya yang sudah kering lalu tidur. Setelah pagi datang, Ia
berkata kepada Isterinya” Ya tuanku, matilah rasanya. Tubuhku sangat sakit,
rasanya tubuhku hancur”. Katanya sambil menangis. Isterinya merasa iba melihat
suaminya. Sang isteri ikut manangis sambil memamah daun untuk dioleskan ke
tubuh suaminya sambil berkata” diamlah taun, jangan menangis! Seduhlahg dengan
anting kita!”. Sebenarnya Si Miskin adalah raja Keinderaan yang terkena kutukan
Batara Indera hingga seperti itu. Suaminya itupun segera sembuhdan masuk ke
dalam hutan mencari ambatmuda yang bisa dimakan dan dibawa kepada isterinya.
Seperti itulah suami isteri itu.
Setelah beberapa lama,
Isteri Si miskin hamil tiga bulan. Isterinya menangis meminta buah mangga yang
ada di taman raja. Suaminya terinagt antingnya ketika menjadi raja ia tidak mau
memiliki anak dan sekarang telah menjadi hal genting dan berkata kepada
isteinya” hai adinda, apakah emngkau hendak membunuhku?, lupakah engkau masalah
kita. Jangankan meminta barang, masuk ke dalam kampung saja tidak boleh. Setelah isterinya mendengan hal itu, ia makin
menangis. Suaminya berkata” diamlah tuan, jangan menangis! Aku akan pergi
mencarikan adinda buah mempelam dan aku berikan kepada adinda”. Barulah
isterinya diam mendengar hal tersebut. Maka si suami pergi ke pasar mencari
buah mangga. Setelah sampai di kedai tempat orang berjual buah mangga, Si
Miskin berhenti hendak meminta namun takut dipukuli. Orang yang berjualan berkata”
hai miskin, mau apakah engkau?”. Si miskin menyahut” aku hendak memohon belas
kasihanmu, kasihanilah aku yang miskin ini. Bolehkah saya meminta buahmangga
yang busuk itu sebiji saja?”. Orang itu mearasa iba mendengar perkataan Si
Miskin. Ketika itu ada yang memberi buah mangga, ada yang memberi nasi, ada
yang memberi baju dan buah-buahan. Karena itulah, Si Miskin merasa heran kepada
dirinya karena orang-orang pasar banyak memberinya. Karena dahulu ia tidak
boleh masuk ke dalam kampung dan dilempari orang-orang. Setelah ia berpikir
mengenai hal itu, ia masuk ke hutan dan menceritakan kejadian ketika di pasar.
Isterinay menangis mendengae cerita suaminya karena tidak mau memakan jika buah
mangga tersebut bukan berasal dari taman raja. Suaminay merasa sebal melihat
kelakuan isterinya namun ia tek berdaya. Maka ia menghadap indera Dewa ketika
sedang ramai berkumpul bersama raja-raja. Si Miskin datang dan masuk ke dalam.
Baginda bertanya” hai mkiskin, apa kehendakmu?”. Si miskin menjawab sambil
bersujud” ampun tuanku, beribu ampun, hamba orang miskin hendak meminta daun
mangga Syah Alam yang sudah jatuh tuanku”. Baginda berkata” akan kau gunakan
apa daun mangga itu?”. Si miskin menjawab” hendak di makan tuanku”. Baginda
berkata” ambilkanlah setangkai untuk si miskin ini”!. Si miskin diambilkan dan
dibawanya seraya menyembah kepada baginda dan berjalan ke luar.
Setelah itu, baginda masuk
ke dalam istananya. Seluruh raja-raja, menteri dan hulubalang beserta rakyat
pulang ke rumahnya masing-masing. Si miskin sampai ke tempatnya. Setelah
isterinya melihat kedatangannya membawa buah mangga setangkai, Sang Isteri
menyambut sambil tertawa lalu dimakannya buah mangga itu. Setelaj tiga bulan
lamanya, si isteri menangis hendak makan buah nangka yang ada di dalam istana
raja. Si miskin pergi meminta kepada baginda. Ia bersujud kepada baginda.
Baginda bertanya” apa lagi kehendakmu hai miskin?”. Si miskin menjawab” ya
tuanku, ampun beribu ampun” sambil bersujud” hamba yang msikin ini hendak
meminta daun nangka yang gugur itu sehelai “. Baginda berkata” hendak kau
apakan daun nagka? Baiklah aku beri buahnya sebiji”. Lalu diberikan kepada si
miskin. Lalu si miskin bersujud seraya bermohon hendak kembali kepada
isterinya. Setelah sampai di tempatnya
dan dilihatnya isterinya. Disambutnya buah nangka itu lalu dimkannya.
Ketika isterinya hamil menjadi banyak makanan dan kain baju, beras, padi,
dan segala perkakas diberi orang. Karena itu, setelah genap sembilan bulan,
pada malam empat belas bualn temaram isterinya melahirkan seorang putera yang
tampan. Diberi nama Markaromah yang berarti “anak susah”. Anak itu dirawatnya
denagn baik dan penuh kasih sayang.
Karena takdir Allah SWT kepada hambanya. Si miskin menggal tanah untuk
tinggal bertiga bersama anaknya. Digalilah tanah itu untuk menancapkan tiang.
Ia menemukan bongkahan emas yang banyak. Ketika isterinya melihat emas itu
seraya berkata” emas ini cukup baut anak cucu kita dan tidak akan habis untuk
belanja”. Keduanya merasa sukacita. Diambilnya emas itu dan dibawa ke saudagar
di negeri entah berantah. Ia segera menukarnya. Sudagar itu berkata” duduklah
taunku, darimana tuan datang dan apa maksud kedatangan tuan?”si miskin menjawab
sambil tersenyum” hamba hendak meminta tolong” saudagar menyahut”” katakan saja
kehendakmu tuan...
III.
Sinopsis (Menceritakan Kembali)
Hikayat ini mengisahkan pasangan
suami-isteri dalam mencari rizki pada negara yang terkenal. Di kerajaan itu,
setiap raja-raja diwajibkan mengirim upeti kepada baginda Dewa Indera. Ketika
baginda sedang berkumpul bersama para menteri, Si Miskin menerobos masuk
bersama isterinya dengan pakaian lusuh dan orang-orang melemparinya. Mendengar
hal itu baginda pun menyuruh mengusir Si Miskin ke tengah hutan. Seperti itu
kehidupan Si Miskin bersama isterinya. Ia tinggal di tengah hutan dan keluar
ketika hari siang untuk mencari makan. Namun, apabila warga melihatnya ia akan
dilempari dan diusir.
Suatu hari, Si Miskin mengais makanan
di tempat sampah karena rasa lapar dan haus yang menyiksanya. Ia menemukan
ketupat dan sebatang tebu lalu dimakan bersama isterinya di dalam hutan.
Tubuhnya yang terluka karena dipukuli orang kini diobati oleh isterinya.
Tibalah waktunya, Sang Isteri kini
hamil tiga bulan dan merengek meminta buah Mempelam di taman raja. Si Miskin
yang tidak tega mendengar rengekan isterinya keluar hutan dan meminta buah
Mempelam kepada pedagang di pasar. Ia mendapat buah Mempelam dari pedagang di
kios buah dan mendapat makanan serta baju dari orang-orang di pasar yang iba
mendengar ceritanya. Iapun merasa heran melihat kebaikan pedagang yang biasanya
mengusirnya. Karena merasa senang, ia kembali ke hutan dan memberikan segala
pemberian pedagang di pasar kepada isterinya. Ia bercerita mengenai kejadian di
pasar tersebut namun, isterinya menangis mengetahui buah mempelamnya bukan dari
taman baginda raja.
Si Miskin akhirnya memberanikan diri
datang ke kerajaan meminta buah Mempelam kepada baginda. Ia mendapatkan buah
mempelam dari baginda dengan memohon belas kasihan baginda. Sang isteri merasa
senang melihat sang suami kembali membawa buah Mempelam.
Tiga bulan berlalu, kini
kandungan Sang Isteri berusia enam bulan dan kini merengek meminta buah Nangka
yang berada di taman istana baginda. Dengan perasaan kesal Sang Suami
kembalilagi ke istana untuk meminta buah Nangka dengan memohon belas kasihan.
Ia kembali mebawa buah Nangka dan isterinya merasa senang. Selama mengandung,
janinnya mendapat makanan yang enak dan pakaian serta perabotan yang banyak
dari pemberian orang. Setelah genap sembilan bulan, sang anak lahir. Bertepatan
dengan bulan purnama Si Miskin dikaruniai anak laki-laki yang tampan dan diberi
nama Markaramah yang artinya anak yang dalam kesusahan. Anak tersebut
dirawatnya dengan penuh kasih sayang.
Allah menunjukkan
kebesarannya dengan mendapat berupa bongkng mberikan rizki kepada pasangan
suami-isteri tersebut. Rizki yang didapat berupa bongkahan emas yang tidak akan
habis dimakan hingga anak-cucu.
IV.
Kajian Analisis Hasil Karya Sastra Melayu
Klasik “Hikayat Si Miskin”
1.
Penokohan
Dalam hikayat ini tokoh yang menonjol
hanyalah Si Miskin dan Sang Isteri. Sementara raja, hulubalang, menteri, dan
Markaromah hanya sebagai pemeran sampingan. Berikut tokoh dan penokohan
disertai bukti dari teks Hikayat Si Miskin:
a. Si Miskin
Sebagai
tokoh utama, Si Miskin menonjol dalam cerita ini. Perannya sebagai mantan raja
yang dikutuk menjadi miskin. Namun karena usaha dan kepintarannya merendahkan
diri ia berhasil menjadi kaya dengan emas yang didapatnya. Dari cerita ini
dapat disimpulkan bahwa Si Miskin berwatak sabar. Watak sabar Si Miskin
ditunjukkan dari kutipan teks berikut:
“Si Miskin dilempari tubuhnya dan bengkak serta
berdarah”
Kutipan di
atas cukup untuk membuktiakan bahwa Si Miskin sabar menghadapi cobaan hidupnya.
Contoh lain watak Si Miskin adalah Rela berkorban. Watak rela berkorban
ditunjukkan dalam kutipan:
” Diamlah tuan, jangan menangis! Aku akan pergi
mencarikan adinda buah mempelam dan aku berikan kepada adinda”.
Dalam kisah
ini ditunjukkan bahwa sang isteri sedang hamil dan merengek meminta buah di
taman raja. Namun, dengan kerelaanya ia mengabulkan permintaan isterinya.
Selain dua watak tersebut di atas, Si Miskin berwatak Cerdik yang
ditunjukkanketika ia memerlukan buah dan memohonkannya kepada penjual dan
kepada baginda raja.
” Aku hendak memohon belas kasihanmu, kasihanilah aku
yang miskin ini. Bolehkah saya meminta buahmangga yang busuk itu sebiji saja”.
”Ampun tuanku, beribu ampun, hamba orang miskin hendak
meminta daun mangga Syah Alam yang sudah jatuh tuanku”.
Dengan ungkapan
lain meminta buah busuk akan mempengaruhi sikap orang yang dimintai karena
ungkapan itu menunjukkan rasa belas kasihan dibandingkan dengan meminta secara
langsung.
b. Isteri
Dalam hikayat ini Isteri
Si Miskin memiliki karakter setia dan manja. Watak setia tidak secara langsung
tertera dalam cerita namun dapat dipetik dari cerita ini bahwa dalam keadaan
terlunta-lunta dan hidup di hutan sekalipun Sang Isteri tetap setia menemani
suami. Selain itu dalam teks ditunjukkan betapa pasangan ini saling melengkapi.
Isterinya merasa iba melihat suaminya. Sang Isteri
ikut manangis sambil memamah daun untuk dioleskan ke tubuh suaminya sambil
berkata” diamlah taun, jangan menangis! Seduhlah dengan anting kita!”.
Cerita ketika Sang
Isteri memamahkan daun untuk obat suaminya menunjukkan rasa sayang terhadap
suaminya. Sementara itu, sikap manja Sang Isteri ditunjukkan ketika sedang
mengandung anak dan merengek meminta buah mangga dan mempelam.
Isterinya menangis mendengar cerita suaminya karena
tidak mau memakan jika buah mangga tersebut bukan berasal dari taman raja.
c. Raja
Awal
cerita menunjukkan watak raja yang tidak mengenal belas kasihan. Hal ini
ditunjikkan ketika raja menuruh mengusir Si Miskin dan membuang ke tengah
hutan.
“Usirlah
jauh-jauh!”.
Akan
tetapi, pada pertengahana dan akhir cerita watak raja menjadi baik dan rela
berderma kepada Si Miskin yang memintabuah dar taman istananya.
”
Ambilkanlah setangkai untuk Si Miskin ini”!.
Kalimat di atas menunjukkan betapa sang raja menjadi
baik dan berderma. Si Miskin yang meminta daun mempelam diberi setangkai buah
mempelam.
2.
Amanat
Meskipun tidak secara langsung disampaikan dalam
cerita, amanat memberi peran kepada pembaca yang kritis untuk dapat mengambil
manfaat dari cerita yang disampaikan. Dari hikayat ini didapat amanat untuk:
·
Menghadapi cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
Si Miskin
telah membuktikannya bahwa dengan kesabaran dan rendah hati ia dapat menghadapi
cobaan yang diberikan kepadanya. Ia juga membuktikan bahwa tuhan akan membalas
segala kebaikan manusia.
·
Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang
adil dan pemurah.
Dalam cerita ini, raja dapat
dijadiakn panutan. Seorang pemimpin haruslah mengayomi rakyatnya. Sikapnya
terhadap Si Miskin menunjkkan kebaikan hati sang raja. Sedangkan kebiasaannya
berkumpul dengan rakyat dapat membuat jarak pemimpin dan rakyat menjadi lebih
dekat.
·
Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah kedalam hatinya.
Sikap warga
yang melempari dan memukuli Si Miskin menunjukkan bahwa manusia hanya memandang
manusia lain dari fisik saja. Padahal ada kekuatan tersembunyi dari setiap
fisik manusia. Kekuatan-kekuatan tersebut dimiliki setiap manusia seperti Si
Miskin memiliki kekuatan dalam hal kesabaran dan rendah hati.
·
Hendaknya kita dapat menolong sesama yang
mengalami kesukaran.
Dalam
konteks lain, sikap pedagang yang merasa iba kepada Si Miskin menunjukkan bahwa
saling menolong dan gotong royong dapat memberikan ketenangan dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena mengetahui masalah Si Miskin, warga tidak perlu ribut
ketika Si Miskin melewati kampungnya.
3.
Nilai-Nilai
Nilai Moral
· Bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
Nilai Sosial
· Tolong-menolong terhadap sesame danpada
orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
· Berbagi untuk meringankan beban orang
lain
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan makalah di atas, dapat ditarik simpulan, yakni: naskah kuno adalah salah satu warisan kebudayaan yang secara nyata
memberikan kepada kita semua bukti catatan tentang kebudayaan masa lalu.
Menjadi semacam potret jaman yang menjelaskan berbagai hal yang mempunyai
hubungan denga masa sekarang. Karena nilainya yang sangat penting dan strategis
maka perlu ada langkah-langkah konkret dalam upaya penyelamatan dan pelestarian
naskah tersebut.
Hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah melakukan upaya pengkajian
naskah-naskah kuno yang masih ada. Dimulai dari pendataan naskah kuno,
penyalinan, dan penterjemahan. Pembuatan katalog yang memuat data lengkap
tentang koleksi naskah-naskah kuno adalah salah satu contoh konkret yang dapat
membantu mempermdah melacak dan melakukan kajian-kajian akademik terhadap
naskah kuno. Teks Melayu yang secara tidak langsung
mendidik pembaca untuk kritis terhadap isi dan makna bacaan. Sebagai sebuah
teks, Hikayat Si Miskin dapat dianalisis dari segi kebahasaan dan non
kebahasaab. Namun, diperlukan pemahaman khusus ketika membacanya. Hal ini
disebabkan bahasa Melayu yang lama bertahan sedangkan bahasa Indonesia
mengalami perkembangan yang pesat.
Hikayat Si Miskin
memberikan amanat bahwa sebagai seorang yang mengalami kesusahan diperlukan
kesadaran untuk keluar dari kesesengsaraan tersebut dengan tetap menjaga
kesabaran dan rendah hatinya. Selain itu timbal balik pemimpin dengan rakyatnya
harus dijaga keharmonisannya untuk menjaga ketentraman sebuah negara.
B. Implikasi
Adapun yang dapat dijadikan sebagai implikasi pada
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Filologi tepat digunakan dalam
penggarapan naskah, sebagaimana sudah diterapkan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu, teori dan metode penelitian filologi dalam penelitian ini juga
dapat diterapkan dalam penelitian naskah lain.
2. Untuk dapat memahami
naskah (manuskripsi) sastra Melayu klasik/ kuno, maka dibutuhkan pengetahuan
sejarah naskah itu sendiri dan penafsiran kata-kata dan makna yang terkandung
pada isi cerita naskah Melayu klasik.
3. Dengan adanya pemahaman isi cerita Melayu klasik secara menyeluruh, maka
dapat mengetahui karakter-karakter positif. Walaupun ceritanya berbeda zaman
namun nilai-nilai karakternya dapat saja diterapkan pada kehidupan masa kini.
C.
Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah
dikemukakan, maka dapat diajukan saran-saran
dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Naskah-naskah kuno nusantara,
sebaiknya dicari, dijadikan bahan penelitian, disimpan atau dirawat dengan baik
lalu di museumkan sebagai bahan edukatif bagi generasi bangsa agar tahu dan
bangga dengan bangsa dan negaranya.
2. Diharapkan adanya usaha-usaha baru
dalam penelitian filologi di masa yang akan datang sebagai usaha konkret cinta kebudayaan;
DAFTAR PUSTAKA
Baried,
Siti Baroroh. dll. (1983). Pengantar
Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chaer,
Abdul. (2007). Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamaris,
Edwar. 2002. Metodologi Penelitian
Filologi. Jakarta: CV Monasco.
Fang,
Liaw Yock. 1993. Sejarah Kesusastraan
Melayu Klasik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mulyadi, Sri
Wulan Rujiati. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok: Fakultas
Sastra Universitas Indonesia.
Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi
Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.
Artikel yang sangat menarik dan bermanfaat. Saya memiliki artikel, silahkan kunjungi web berikut
BalasHapushttp://news.unair.ac.id/2019/03/15/42899/