Senin, 30 Desember 2013

FILOLOGI: NASKAH KUNO NUSANTARA



Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Hasanuddin WS., M.Hum.





FILOLOGI DAN PENELITIAN NASKAH KUNO NUSANTARA


Makalah Teori dan Kritik Sastra




Oleh

MISDIANTO
 NIM 1209077



Konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Studi Pendidikan Bahasa
Program Pascasarjana
Universitas Negeri Padang

2013

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
          Sebuah peradaban tidak akan terlepas dari masa lampau yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya sebuah peradaban. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat berupa prasasti-prasasti, naskah-naskah kuno, maupun peninggalan-peninggalan lain yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji peninggalan-peninggalan sejarah tersebut. Studi filologi merupakan studi yang sangat signifikan dalam mengkaji warisan budaya yang tersebar diberbagai belahan dunia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap naskah-naskah kuno. Naskah-naskah kuno tersebut tersebar dipelbagai belahan dunia dan sangat disayangkan jika tidak diteliti dan dikaji.
          Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peningagalan masa lampau. Salah satu diantaranya adalah peninggalan dalam bentuk naskah-naskah lama dengan tulisan tangan. Naskah peniggalan masa lampau tersebut dapat dijumpai hampir di setiap daerah dalam bentuk jumlah yang tidak sedikit dan jenisnya sangat bervarisai. Keselurahan naskah-naskah lama yang terkenal dari daerah di wilayah Nusantara itu dikenal dengan sebutan naskah kuno nusantara. Namun, naskah-naskah kuno milik Indonesia banyak diincar oleh asing. Meski sudah ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang mengatur tentang larangan penjualan benda cagar budaya, termasuk di dalamnya naskah-naskah kuno. Kenyataannya, praktik tersebut masih terus terjadi.
          Naskah kuno mengandung berbagai informasi penting yang harus diungkap dan disampaikan kepada masyarakat. Tetapi, naskah-naskah kuno yang ada di Nusantara biasanya ditulis dalam aksara non-Latin dan bahasa daerah. Hal ini menjadi kesulitan tersendiri dalam memahami naskah. Salah satu cara untuk mengungkap dan menyamapaikan informasi yang terkandung di dalam naskah kepada masyarakat adalah melalui penelitian filologi. Dapat diketahui bahwa lahirnya filologi dilatar belakangi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) munculnya informasi tentang masa lampau di dalam sejumlah karya tulisan; (2) anggapan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tuliasan yang masih relevan dengan kehidupan masa sekarang; (3) kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang; (4) faktor sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya tulisan masa lampau yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar belakng sosial pembaca masa kini; dan (5) keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.
          Naskah-naskah kuno dalam tradisi lisan tentu sakarang merupakan naskah yang sudah berumur ratusan tahun bahkan berabad-abad. Selain itu, naskah kuno juga belum menggunakan bahasa dan Ejaan yang Disempurnakan (EyD) yang teratur seperti saat ini. Hal itu disebabkan teks di dalam naskah itu berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, sehingga bahasa yang digunakan tentu saja bahasa daerah, antara lain teks bahasa jawa yang terdiri atas bahas jawa kuno, bahasa Jawa pertengahan dan bahasa Jawa baru, Lagaligo-Makassar dan banyak lagi yang sebenarnya.
          Selain menggunakan teks-teks berbahasa daerah, dalam naskah kuno, huruf yang digunakanpun bukanlah huruf laku. Biasanya huruf yang digunakan adalah huruf jawi yaitu teks berbahasa Melayu dengan tulisan arab dan huruf pegon, yaitu teks berbahasa arab dengan tulisan Melayu yang dalam sejarahnya naskah-naskah tersebut diteliti justru oleh bangsa-bangsa Barat.
          Khusus, teks cerita berbahasa Melayu menarik untuk dianalisis dari segi kebahasaan maupun nonkebahasaan. Bahasa pada teks cerita Melayu terlihat berbeda jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan perkembangan bahasa Indonesia dianggap cepat mengikuti arus globalisasi sedangkan penutur bahasa Melayu semakin berkurang. Perbedaan dari perbandingan inilah yang membuat menariknya teks Melayu untuk dianalisis dari segi kebahasaannya.
          Dilihat dari segi non bahasa, cerita sastra Melayu klasik (kuno) -- terutama cerita “Hikayat Si Miskin”-- dapat dianalisis amanat ceritanya. Cerita Melayu klasik menekankan syiar dalam teksnya. Syiar dalam teks Melayu klasik dilatar belakangi dengan berkembangnya ajaran Islam di dataran Melayu. Jika dibandingkan dengan karya sastra tulis era modern saat ini yang berbahasa tak seronoh hal ini dipengaruhi perkembangan informasi yang melaju cepat. Sementara itu, karya teks Melayu belum tersentuh pengaruh luar. Pesan yang disampaikan dalam cerita teks Melayu tersembunyi dan perlu analisis mendalam untuk memahaminya.

B.     Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut.
a)      Bagaimana bahasa teks sebelum diterjemahkan?
b)      Bagaimana bahasa teks setelah diterjemahkan?
c)      Bagaimana karakter tokoh dalam cerita Hikayat Si Miskin?
d)      Apakah manfaat yang dapat diambil dari cerita Hikayat Si Miskin?

C.       Tujuan Penulisan
                   Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut.
a)      Mentranskirip teks Melayu klasik Hikayat Si Miskin.
b)      Menerjemahkan teks Melayu klasik ke Bahasa Indonesia.
c)      Analisis teks Melayu klasik.
d)     Mengetahui karakter  tokoh dalam cerita Melayu klasik.
e)       Mengetahui dan menerapkan amanat dalam cerita Melayu klasik.























BAB II
PEMBAHASAN



A.   Pengertian Filologi
 I.   Menurut Etimologi
     Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani “philos” yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata “filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”. Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (teks).
II.  Menurut Terminologi
Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti sebagai berikut:
a.  Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM, oleh sekelompok  Ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli filologi. Yang pertama-tama  memakainya adalah Erastothenes. Pada waktu itu, mereka berusaha mengkaji teks-teks lama yang berbahas Yunani yang bertujuan menemukan bentuknya yang asli untuk mengetahui maksud pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Pada waktu itu mereka menghadapi teks dalam sejumlah naskah yang masing-masing menunjukkan bacaan yang berbeda (varian) bahkan ada yang menunjukkan bacaan yang rusak (korup). Dalam hal ini, ahli filologi dengan intuisinya memilih naskah yang memungkinkan penyusutan silisilahnya untuk mendapatkan bacaan hipotesis yang dipandang asli, atau yang palimg dekat dengan aslinya. Kegiatan tersebut, dewasa ini dikenal dengan istilah hermeneutik.
b.  Filologi pernah dipandang sebagai sastra yang alamiah. Arti ini muncul ketika teks-teks yang dikaji itu berupa karya sastra yang bernilai sastra tinggi ialah karya-karya Humeros. Keadaan tersebut membawa filologi kepada suatu arti yang memperhatikan segi kesastraannya. Pada saat ini, arti demikian tidak ditemukan lagi.
c. Filologi dipakai juga sebagai istilah untuk menyebut studi bahasa atau ilmu bahasa (linguistik). Lahirnya pengertian ini akibat dari pentingnya peranan bahasa dalam mengkaji teks sehingga kajian utama filologi adalah bahasa, terutama bahasa teks-teks lama. Di negeri Belanda, istilah filologi berarti ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra atau budaya yang berkaitan dengan latar belakang kebudayaan yang dilakukan oleh teks tersebut.
d.  Dalam perkembangannya yang mutakhir, filologi memandang  perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu ciptaan dan menitikberatkan kerjanya pada perbedaan-perbedaan tersebut serta memandangnya justru sebagai alternatif yang positif. Dalam hal ini, suatu naskah dipandang  sebagai suatu penciptaan baru yang mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya.
e.  Filologi adalah ilmu yang membahas cara penelitian teks untuk dapat menarik pemahaman nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam teks tersebut baik yang tersurat maupun yang tersirat.

B.   Jenis-Jenis Filologi 
Filologi terbagi menjadi dua yaitu kadikologi dan tekstologi .
I.    Kadikologi
Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di luar isi kandungan naskah tentunya.
              Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerjasama dengan bidang ilmu ini. Kalau filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks/ kandungan teks, sedangkan kodikologi adalah ilmu yang khusus mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah meliputi: bahan, umur, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah.Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ ilustrasi, hiasan/ illuminasi, dan lain-lain. Makanya, tugas kodikologi selanjutnya adalah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun katalog, menyusun  daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu (Dain dalam Sri Wulan Rujiati Mulyadi, 1994: 2–3).
II.  Tekstologi
            Secara etimologis, Tekstologi terdiri atas dua kata yaitu teks dan logi, yang berarti ilmu tentang teks. Tekstologi adalah bagian dari filologi yang berusaha mengkaji teks yang terkandung dalam naskah-naskah kuno. Teks dalam naskah kuno sarat dengan nilai-nilai luhur ajaran nenek moyang. Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya.

C.       Tujuan Filologi
                   Setiap kegiatan yang terstruktur dan terarah haruslah memiliki tujuan yang jelas. Filologi sebagai ilmu yang yang berkarakteristis praktis, yaitu melakukan kerja penelitian terhadap teks memiliki tujuan yang bermacam-macam sesuai dengan tuntutan pragmatisnya. Meskipun demikian, filologi juga memiliki tujuan yang secara inheren merupakan tuntutan dari dalam ilmu itu sendiri. Tujuan tersebut berupa tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus sebagai berikut.
a.       Tujuan Umum Filologi
1)        Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya baik lisan maupun tulis. Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.
2)        Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
3)        Melestarikan warisan budaya bangsa.

b.      Tujuan Khusus Filologi
1)        Mengungkapkan gambaran naskah dari segi fisik dan isinya;
2)        Mengemukakan persamaan dan perbedaan antarnaskah yang berbeda;
3)        Menjelaskan pertalian antarnaskah;
4)        Menguraikan fungsi isi, cerita dan fungsi teksnya;
5)        Menyajikan suntingan teks yang mendekati teks asli, autoritatif, bersih dari kesalahan untuk keperluan penelitian dalam berbagai bidang ilmu (sastra, bahasa, filsafat)
6)        Menyajikan terjemahan hasil suntingan teks dan tulisan dan bahasa yang mudah dipahami masyarakat luas (misalnya dalam tulisan dan bahasa Indonesia) 

D.        Karakteristik Penurunan Teks

Dasar studi filologi adalah adanya variasi teks, atau filologi berdasar pada prinsip bahwa teks berubah dalam penurunannya. Variasi teks dapat dipandang sebagai:
 1) kesalahan penyalin
 2) sebagai bentuk kreasi penyalin yang melahirkan pandangan filologi modern
Adapun karakteristik penurunan teks ada empat model.
1)        Teks sejak pertama kalinya memang berupa teks lisan.
2)        Teks yang semula oleh pengarangnya diproduksi secara lisan tersebut kemudian oleh pengarangnya diproduksi secara tulis.
3)        Teks sejak pertama memang berupa teks tulis.
4)        Teks yang berupa karya tulis tersebut kemudian oleh pengarang disosialisasikan atau diproduksi lagi dalam bentuk lisan ketika pengarang tersebut diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil karyanya.

E.          Prinsip Pelacakan Penurunan Teks
            Seorang filolog setelah berhasil menemukan berbagai macam naskah sebuah teks maka tugas selanjutnya ialah mengidentifikasi setiap naskah yang telah diperolehnya tersebut. Dalam pengidentifikasian, filolog harus mencatat setiap teks dengan mendeskripsikan fisiknya (ukurannya, bentuk tulisannya, warna tintanya, bahan naskahnya, dan kondisi fisisk naskahnya), asal-usulnya (misalnya, naskah diperoleh dari Perpustakaan Nasional), nomor katalognya (misalnya, ML 386, Codor 6789, dsb), kemudian setiap naskah diberi indentitas baru sebagai naskah sample / variabel A, B, C, dan seterusnya. Tugas berikutnya yang harus dilakukan oleh filolog ialah menelusuri hubungan kekerabatan antar naskah variabel yang telah ditemukan. Penelusuran hubungan antar naskah tersebut berdasarkan penurunan teks yang secara teoretis dihipotesiskan sebagai stema, yaitu susunan
silsilah naskah yang menjelaskan garis penurunan teks dari penurunan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Garis penurunan diasumsikan bahwa naskah asli atau otograf adalah naskah yang tidak bisa dilacak lagi atau hanya sebagai naskah hipotesis atau naskah yang keberadaannya masih diandaikan dan disebut juga sebagai arketip.

F.            Kedudukan Filologi di antara Ilmu-Ilmu Lain
              Filologi dan ilmu-ilmu lain mempunyai hubungan yang sangat erat, hubungan tersebut berlangsung secara timbal balik dan saling membutuhkan. Untuk kepentingan tertentu, filologi memandang ilmu-ilmu yang lain sebagai ilmu bantunya, dan sebaliknya ilmu-ilmu yang lain, juga untuk kepentingan tertentu memandang filologi sebagai ilmu bantunya. Berikutnya akan dikemukakan relevansi ilmu-ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu filologi dan yang memandang filologi sebagai ilmu bantu.
1)      Linguistik
2)      Pengetahuan bahasa-bahasa yang mempengaruhi bahasa teks
3)      Paleografi
4)      Ilmu sastra
5)      Hindu, Budha, dan Islam
6)      Sejarah kebudayaan
7)      Antropologi

Filologi sebagai ilmu bantu ilmu-ilmu lain, yaitu:
1)      Flilologi sebagai ilmu bantu linguistik;
2)      Filologi sebagai ilmu bantu ilmu sastra;
3)       Filologi sebagai ilmu bantu sejarah kebudayaan;
4)       Filologi sebagai ilmu bantu hukum adat
5)      Filologi sebagai ilmu bantu sejarah perkembangan agama
6)      Filologi sebagai ilmu bantu filsafat

G.    Sasaran dan Objek Studi Filologi 
          Yang menjadi sasaran filologi adalah naskah, ilmu yang berkaitan dengan pernaskahan disebut kodikologi. Jadi objek filologi adalah teks atau kandungan naskah.

H.      Perbedaan Teks dan Naskah
          Teks adalah kata-kata atau tulisan asli pengarang atau naskah asli yang ditulis oleh pengarang. Teks ini biasanya di tulis oleh pengarangnya dengan tulisan tangan lembar demi lembar hingga siap untuk dibaca. Setiap pengarang biasanya hanya membuat sebuah teks untuk kemudian disebarluaskan atau disosialisikan. Setelah selesai membuat karangan, bisanya energi seorang pengarang difokuskan untuk karya berikutnya. Ketika teks tersebut telah sampai di masyarakat muncullah kegiatan lain, yaitu pembacaan teks yang dilakuan oleh masyarakat. Peristiwa pembacaan tersebut mendorong munculnya peristiwa lain, yaitu keinginan-keinginan untuk menggandakan atau menyalin teks tersebut dengan berbagai macam alasan.

I.      Penelitian Bahan Naskah
     Bahan naskah Nusantara bermacam-macam antara lain sebagai berikut.
1)             Karas yaitu semacam papan atau batu tulis digunakan untuk sementara (seperti naskah Jawa Kuno).
2)             Lontar (ron tal) = daun tal atau daun siwalan (seperti naskah Jawa, Bali dan Lombok).
3)             Dluwang = kertas Jawa dari kulit kayu.
4)             Kulit kayu, bambu, dan rotan (seperti naskah Batak).
5)             Kertas Eropa yang diimpor pada abad ke-18 dan ke-19 menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik (seperti pada naskah-naskah  Jawa dan Melayu).

J.      Penelitian Teks  Tulis
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penelitian teks tulis sebagai berikut.
1)      Penerapan tekstologi Lichcev disesuaikan dengan karakteristik teks.
Apakah lisan, tulis maupun cetak untuk mencapai tujuannya memperhatikan karakteristik teks masing-masing. Di samping itu, juga perlu memperhatikan sepuluh ketentuan yang diajukan Lichacev untuk setiap penelitian sebuah teks dalam filologi. Sepuluh ketentuan yang diajukan Lichacev adalah sebagai berikut.
1.        Penelitian teks berusaha menyelidiki sejarah teks suatu karya.
                     Salah satu penerapan praktis penelitian ini adalah suntingan teks. Pernyataan pertama yang ditawarkan Lichacev pada setiap penelitian teks ialah agar peneliti selalu berusaha menyelidiki sejarah teks suatu karya dan salah satu penerapan praktisnya adalah suntingan teks. Menyunting sebuah teks berarti mempersiapkan teks agar layak untuk diterbitkan sehingga dapat dibaca oleh setiap orang serta dapat dipahami maknanya. Untuk memahami makna sebuah teks salah satu instrumen yang digunakan adalah konteks, yaitu segala sesuatu yang menyertai dan berada di sekitar teks yang secara struktural mempunyai kontribusi terhadap keberadaan teks. Konteks tersebut dapat diketahui melalui penelusuran sejarah teks atau penelusuran setiap perubahan atau transformasi teks ketika teks tersebut diturunkan atau disalin. Oleh karena itu, penelitian sejarah teks merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian praktis teks yang berupa suntingan teks.
2.   Pertama-tama penelitian teks, baru kemudian penerbitannya.
          Pernyataan kedua yang disarankan oleh Lichacev adalah mendahulukan penelitian teks, kemudian baru dilanjutkan ke penerbitannya. Pernyataan  ini sebenarnya merupakan penegasan tesis pertama. Hanya saja secara prakmatis, meskipun penerbitan dapat dilakukan sebelum melakukan penelitian teks namun seandainya hal tersebut dilakukan maka besar kemungkinannya akan memunculkan beberapa permasalahan, antara lain : suntingan teks tidak sesuai dengan konteksnya, suntingan teks tidak bisa menunjukkan teks salinan yang diwakili, dan munculnya salah tafsir.
3.    Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
          Pernyataan  ketiga sebetulnya merupakan hasil dari tesis pertama dan kedua yang indikatornya harus muncul dalam sebuah penerbitan teks. Pernyataan  pertama akan menghasilkan sejarah penurunan teks sedangkan tesis kedua, yaitu melanjutkan pernyataan pertama dengan cara menerbitkan teks maka dalam pernyataan  ketiga ini memberikan rambu-rambu bahwa hasil temuan yang telah dilakukan pada penelitian sejarah teks harus menjadai pegangan dasar dalam menyunting sebuah teks. Dengan demikian, maka secara otomatis edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
4.    Penelitian teks harus disertai dengan penjelasan.
          Pada pernyataan keempat Lichacev menegaskan bahwa tekstologi atau penelitian teks harus disertai dengan penjelasan. Menurutnya, penelitian teks yang tidak diberi penjelasan dari setiap simpulan yang ditemukan tidaklah dapat dikatakan sebagai penelitian teks. Misalnya, dari tiga naskah ya ng ditemukan (naskah A, B, dan C) setidaknya dapat ditelusuri hubungan kekerabatan ketiganya, yaitu naskah B merupakan naskah yang lebih tua dan diturunkan menjadi naskah A, sedangkan naskah C adalah naskah yang berbeda versi dengan kedua naskah tersebut namun  jika dilihat dari gaya bahasa dan retorikanya naskah C tersebut lebih tua dari keduanya. Di samping memberikan penjelasan berdasarkan prinsip-prinsip logika seperti di atas, setiap simpulan juga harus dijelaskan dengan memberikan data-data (kesaksian) temuan yang terdapat dalam setiap naskah sebuah teks. Demikian juga jika simpulan penelitian menunjukkan tidak jelasnya hubungan kekerabatan ketiganya, penjelasan berdasarkan logika maupun data-data yang diambil dari dalam teks.
5.   Data-data (kesaksian) perubahan teks yang dilakukan secara sadar (secara ideologis, estetik, psikologik, dan sebagainya harus diberi prioritas atas data perubahan teks yang mekanis (kesalahan yang tidak disengaja oleh penyalin).
          Pada pernyataan kelima Lichacev menyarankan bahwa penelitian terhadap perubahan teks yang secara sadar karena alasan ideologis, estetik, psikologis, dan sebagainya harus diprioritaskan daripada perubahan karena kesalahan mekanis (kesalahan tidak sengaja). Sebagaimana diketahui bahwa adanya perbedaan antara sebuah naskah yang satu dengan naskah yang lain dari teks yang sama adalah disebabkan oleh adanya kesalahan mekanis dan kesengajaan penyalin. Kesalahan-kesalahan yang menyangkut masalah ungkapan meliputi konsep, seperti Ali radliyallahu 'anhu menjadi karamallahu wajhah menunjukkan adanya perubahan idelogi sunni menjadi ideologi syi'ah. Perubahan seperti inilah yang dimaksud sebagai perubahan yang disengaja dan harus diprioritaskan dalam penelitian teks. Karena menyangkut masalah ideologi maka penelusuran terhadap motif perubahan mempunyai makna terhadap penafsiran kebudayaan. Perubahan di atas berbeda dengan perubahan kata "tetapi" menjadi "tapi" atau saut du meme au meme penyalinan meloncat dari kata satu ke kata lain atau dari kalimat satu ke kalimat lain karena adanya perkataan yang sama. Perubahan yang terakhir ini secara fisik mudah
ditemukan dan juga sudah dapat diduga faktor penyebabnya yang sebagian besar merupakan kelemahan manusia. Perubahan seperti ini tidak memiliki makna dalam kebudayaan. Meskipun demikian, secara tidak langsung dapat digunakan untuk menelusuri sejarah teks.
6.   Teks perlu diteliti secara keseluruhan.
          Pernyataan keenam Lichacev mengingatkan para filolog bahwa teks mempunyai karakteristik yang kompleks. Artinya, di samping di dalam teks berisi berbagai macam hasil kebudayaan yang kompleks, di luar teks pun memuat data-data kesaksian yang tidak kalah kompleksnya dengan isi teks baik sebagai artefak, sistem tingkah laku, maupun nilai budaya.
7.    Bahan penyerta teks (konvoi, kolofon, dan lain-lain) suatu karya sastra dalam satu kumpulan (kodeks) perlu diteliti.
          Pernyataan ketujuh Lichacev menyarankan supaya bahan penyerta tekstologi (konvoi, kolofon, dan lain-lain) suatu karya sastra dalam kumpulan kodeks perlu diteliti. Sebagaimana diketahui bahwa
bahan penyerta teks adalah salah satu data (kesaksian) yang dapat memberikan petunjuk tentang eksistensi teks. Petunjuk tersebut antara lain meliputi kapan naskah ditulis atau mulai disimpan atau dimiliki, di mana naskah tersebut ditulis atau disimpan, bahkan sering juga dijumpai catatan yang menjelaskan tanggapan pembaca atau pemilik naskah baik mengenai konsep-konsep yang dimuat di dalamnya maupun asal-usul naskah yang dimiliki. Hasil penelitian terhadap semua keterangan tersebut sangat membantu dalam memahami dan meneliti teks secara keseluruhan terutama untuk merekonstruksi teks yang diteliti.
8.    Perlu diteliti bayangan sejarah teks sebuah karya dalam monumen sastra lain.
          Pada pernyataan kedelapan Lichacev menerangkan perlunya peneltian terhadap bayangan sejarah teks sebuah karya sastra dalam monumen sastra lain. Dalam sastra Melayu sering dijumpai sebuah karya sastra atau bagian dari karya sastra disebutkan dalam karya sastra lain dengan tujuan untuk menguatkan cerita atau untuk mengaitkan cerita baru dengan cerita yang telah lebih dahulu ada.
9.    Pekerjaan sang  penyalin dan kegiatan skriptoria masing-masing perlu diteliti.
          Pekerjaan sang penyalin dan kegiatan skriptoria masing-masing perlu diteliti. Pada tesis ini Lichacev mengingatkan bahwa jika masih bisa ditemukan para penyalin berikut dengan kegiatannya terutama yang berkaitan dengan teks yang sedang diteliti maka para penyalin berikut dengan kegiatnnya tersebut perlu diteliti. Di daerah Wonosobo, dijumpai para santri sebuah pesantren bertindak sebagai penyalin kitab-kitab karya kiainya. Naskah hasil penyalinan tersebut kemudian dijual kepada santri lain. Naskah hasil penyalinan tidak boleh difoto kopi atau
diterbitkan dalam bentuk buku cetak.
10.  Rekonstruksi suatu teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan secara faktual.
          Rekonstruksi suatu teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan secara faktual. Pernyataan  ini ditujukan kepada para filolog bahwa teks hasil rekonstruksi tidak bisa dijadikan sebagai naskah variabel dalam penelitian. Teks hasil rekonstruksi merupakan teks hibrid sehingga tidak bisa mewakili salah satu dari naskah sebuah teks.

                    Karakteristik teks tulis sangat tergantung dengan naskah atau kodeks.
                    Sebelum melakukan penelitian teks hendaknya melakukan penelitian                       naskah atau kodeks.

K.        Penelitian Umur Naskah
          Untuk mengetahui umur naskah maka ada beberapa hal yang perlu diketahui sebagai berikut.
1)      Umur naskah dapat dirunut dari dalam (interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie).
2)      Perunutan dari dalam ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
a)      Kolofon, yaitu keterangan waktu awal dan akhir penulisan teks.
b)      Watermark (cap air), yaitu lambang pabrik pembuat kertas yang menunjukkan tahun pembuatan kertas. Naskah yang ditulis di atas kertas seperti ini menunjukkan setidak naskah ditulis setelah tahun pembuatan kertas.
3)    Perunutan dari luar ditunjukkan dari adanya fenomena berikut ini.
a)   Catatan di sampul luar , sampul keras depan, dan belakang naskah.
b)   Catatan asal mula naskah menjadi milik berbagai perpustakaan.
c)   Peristiwa-peristiwa sejarah yang disebut dalam teks menunjukkan   bahwa teks ditulis setelah terjadinya peristiwa.
d)  Penyebutan teks pada teks lain yang telah memiliki angka tahun yangh jelas menunjukkan bahwa teks tersebut setidaknya penulisan paling akhir sebelum diterbitkannya teks yang telah menyebutkannya.
Contoh Kasus:
Teks Hikayat Hang Tuah memuat peristiwa kekalahan Portugis oleh bangsa Belanda (1641) tetapi Hikayat tersebut juga telah disebutkan dalam Oud en Nieuw Oost Indien karangan Francois Valentijn (1726). Hal ini menunjukkan bahwa saat penulisan paling awal (terminus a quo) teks Hang Tuah setelah tahun 1641 tetapi penulisan paling akhir (terminus ad quem) sebelun tahun 1726.

L.        Penelitian Tempat Penulisan Naskah
          Adapun tempat penulisan naskah yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut.
1)        Tempat penulisan naskah biasanya dijelaskan pada kolofon yang terletak di akhir naskah.
2)        Tempat penulisan naskah sangat berguna untuk memahami makna naskah terutama dalam memaknai kosa-kosa kata yang digunakan oleh masyarakat tertentu berdasarkan visi dan misi penulisan naskah. Tempat-tempat penulisan yang menunjukkan nama ibu kota atau negara besar kemungkinannya teks ditulis untuk kepentingan istana, sedangkan teks yang ditulis di daerah-daerah yang bukan menunjukkan nama ibu kota dan negara besar kemungkinannya teks ditulis untu kepentingan rakyat, keagamaan, dan sebagainya.

M.        Penelitian Perkiraan Penulis Naskah
          Untuk mengetahui perkiraan penulis naskah, maka ketentuannya sebagai berikut.
1)        Pengetahuan tentang penulis naskah terutama secara sosiologis dapat menjelaskan pandangan dunia pengarang sehingga dapat membantu untuk memahami makna teks secara keseluruhan.
2)        Penulis naskah dapat diperkirakan dari pengetahuannya tentang segala sesuatu yang telah ia tulis dalam teks.
3)        Bukhari Al-Jauhari, penulis Tajus- Salathin pengetahuannya yang sangat mendalam tentang agama menunjukkan ia seorang ulama, sedangkan pengetahuannya tentang seluk beluk kerajaan menunjukkan bahwa ia pernah tinggal di kerajaan atau dekat dengan pemegang kekuasaan. Status sosial pengarang seperti di atas dapat menunjukkan pandangan dunia siapa yang ia wakili dalam menuliskan teks tersebut.

N.         Perbandingan Teks
          Yang dimaksud dengan perbandingan teks adalah sebagai berikut.
1)        Perbandingan dilakukan terhadap teks yang memiliki lebih dari satu naskah (bukan naskah tunggal/ codeks unicus).
2)        Perbandingan dilakukan untuk mencari ada tidaknya versi dan varian.
3)        Untuk mencari adanya ada tidaknya versi dilakukan perbandingan terhadap unsur-unsur intrinsik teks.
4)        Pencarian ada tidaknya varian (perbedaan kata dan kalimat) dilakukan terhadap teks yang seversi. Teks yang tidak seversi tidak perlu dicari variannnya.
5)        Hasil perbandingan teks setidaknya dapat merunut sejarah dan kekerabatan teks.

O.        Metode Penyuntingan Teks
          Untuk mengetahui metode-metode penyuntingan teks, maka penulis paparkan di bawah ini sebagai berikut.
1)        Setelah teks diketahui asal-usulnya maka untuk selanjutnya dilakukan kerja penyuntingan teks. Kerja penyuntingan maksudnya ialah mempersiapkan teks agar layak untuk diterbitkan.
2)        Sebagaimana diketahui bahwa teks Melayu di samping ditulis dalam huruf Arab Melayu atau huruf Jawi, teks Melayu juga ditulis tanpa disertai tanda awal alenia maupun pungtuasi. Oleh karena itu, tugas penyuntingan berarti meletakkan tanda alinea, pungtuasi dan menjelaskan kosa-kosa kata yang arkaik serta varian yang terjadi pada setiap teks.

P.        Macam-macam Metode Penyuntingan
          Macam-macam metode penyuntingan sangat ditentukan oleh banyaknya teks yang ditemukan. Secara garis besar ada dua macam metode penyuntingan, yaitu
1)             Metode edisi naskah tunggal
Naskah dapat ditentukan sebagai naskah tunggal atau disebut juga sebagai codex unicus jika setelah dilakukan penelusuran keberadaan teks diberbagai tempat penyimpanan naskah ternyata memang hanya naskah yang ditemukan itulah satu-satunya naskah yang ada. Metode Naskah tunggal ada dua macam, yaitu metode diplomatik dan metode standar.
a)        Metode Diplomatik
1.    Penyuntingan apa adanya atau semurni mungkin, atau disebut juga sebagai kerja reproduksi dengan melakukan foto kopi atau dengan mengabadikan teks dalam mikro film.
2.    Cocok untuk kepentingan akademis sebagai ganti naskah asli yang mungkin sudah lapuk sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pembacaan.
3.    Penyuntingan hanya memberikan catatan pada bagian awal sebagai pengantar atau deskripsi teks yang meliputi asal-usul teks, mengapa teks tersebut ditentukan sebagai codex unicus, dan sekala reproduksi yang telah dilakukan. Sebaiknya menggunakan sekala 1 : 1.
b)        Metode Standar
1.    Penyuntingan dilakukan sebagaimana mestinya, yaitu melakukan pembagian alenia,memberikan pungtuasi, dan mentransliterasikan huruf teks ke dalam huruf latin.
2.    Setiap perbaikan terhadap kesalahan mekanis maupun perubahan teks karena kesengajaan selalu diberi penjelasan yang disebut aparat kritik.
2)             Metode Teks Jamak
Macam-macam metode edisi naskah jamak meliputi :
1.      Metode Intuitif
     Peneliti (filolog) bekerja secara intuitif menentukan teks yang dianggap paling tua, paling baik, dan paling mudah dibaca.
  Tempat-tempat yang mengalami perubahan, korupsi, atau dipandang tidak jelas diperbaiki berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas.
       Metode ini hanya bisa dilakukan oleh peneliti yang sudah sangat berpengalaman.
       Digunakan sampai pada abad kesembilan belas.
       Pada saat ini metode ini sudah tidak dapat digunakan lagi, tetapi beberapa bagiannya seperti pada penentuan teks yang paling baik bisa dilanjutkan dengan metode landasan.
2. Metode Landasan/ Legger
        Naskah diteliti untuk menentukan naskah yang paling baik dengan melakukan penelitian terhadap kebahasaan, kesastraan, sejarah dan lain-lain.
        Naskah yang telah dianggap paling baik setelah melalui beberapa penelitian dijadikan landasan atau induk teks untuk penerbitan.
     Varian-varian yang terdapat pada naskah yang seversi dimuat dalam aparat kritik, yaitu perangkat pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah.
3. Metode Gabungan
  Penyuntingan didasarkan atas adanya kesamaan bacaan di sebagaian besar naskah yang ditemukan.
  Jika ada bacaan yang meragukan yang dijumpai pada mayoritas naskah digunakan penyesuaian dengan norma tatabahasa, jenis sastra, keutuhan cerita, faktor-faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya.
   Hasil suntingan merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada dan dapat dikataan sebagai teks baru yang secara struktural merupakan teks yang hibrid.
   Hasil teks suntingan juga tidak dapat menggambarkan sejarah teks dan tidak dapat meletakkan silsilah atau kekerabatan beberapa naskah yang ditemukan.
4. Metode Objektif
Metode ini telah digunakan sejak 1830 oleh filolog Jerman Lachmann dkk.
    Penelitian dilakukan untuk menemukan hubungan kekeluargaan naskah-naskah yang ditemukan atau disebut juga sebgai stema.
    Naskah yang memiliki kesalahan yang sama di tempat yang sama dapat disimpulkan sebagai naskah yang sekerabat.
     Setelah perunutan silsilah dan sejarah teks baru diberikan kritik teks pada naskah yang memiliki perubahan atau kesalahan.

Q.     Karakteristik Sastra Melayu Klasik/ Hikayat
 1.    Anonim, yaitu tidak dikenal nama pengarangnya,
 2.    Istana sentris, yaitu mengisahkan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan   
        istana/kerajaan,
 3.  Bersifat statis, artinya tidak mengalami perubahan atau perkembangan
 4.    Bersifat komunal, artinya menjadi milik masyarakat,
 5.    Mengunakan bahasa klise, yaitu kata-kata yang diulang-ulang; contoh : hatta
        …., maka …., alkisah….., dst.
 6.    Bersifat tradisional, artinya meneruskan tradisi / kebiasaan lama yang dianggap  
       baik
 7. Bersifat didaktis (mendidik), baik didaktis moral maupun didaktis religius,
 8.   Menceritakan kisah universal manusia, yaitu peperangan antara tokoh baik dan
       buruk, dan   selalu dimenangkan oleh yang baik
 9.   Sebagian besar berupa sastra lisan (disampaikan dari mulut ke mulut);
10.  Tidak berangka tahun (tidak diketahui secara pasti kapan karya tersebut dibuat)
11.  Mengandung hal-hal yang aneh, ajaib, atau mustahil.



R.    Unsur-Unsur Intrinsik Sastra Melayu Klasik/ Hikayat
1.  Tema adalah ide pokok yang mendasari sebuah cerita. Pada umumnya naskah  Melayu Klasik mempunyai tema perjuanganm percintaan, pendidikan, dan   keagamaan.
2. Tokoh dan penokohan.
3. Latar: (1) latar tempat; (2) latar waktu; dan (3) latar keadaan.
4. Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam cerita.
5. Alur adalah rangkaian peristiwa yang saling berhubungan membentuk suatu  
     cerita.
6. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.
7. Gaya bahasa
            Unsur-unsur ekstrinsik sastra Melayu Klasik yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam naskah sastra Melayu Klasik tersebut, di antaranya nilai moral, nilai sosial, nilai agama.
S.     Deskriptif Analisis Karya Sastra Melayu Klasik “Hikayat Si Miskin”
I.       Manuskripsi (Naskah) Teks “Hikayat Si Miskin”

            Hikayat Si Miskin
Ini hikayat ceritera orang dahulu kala sekali peristiwa Allah SWT menunjukkan kekayaaNnya kepada hambaNya. Maka adalah seorang miskin laki-biniberjalan mencari rizqinya berkeliling negara antah berantah. Adapun nama raja di dalam negara itu maharaja Indera Dewa. Namanya terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Beberapa raja-raja di tanah Dewa itu takluk kepada baginda dan mengantar upeti kepada baginda pada tiap-tiap tahun.
               Hatta, maka pada suatu hari baginda sedang ramai dihadapi oleh segala raja-raja, menteri, hulubalang, rakyat sekalian di penghadapannya. Maka Si Miskin itupun sampailah ke penghadapan itu. Setelah dilihat oleh orang banyak, Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya. Maka orang banyak itupun ramailah ia tertawa seraya mengambil kayu dan batu. Maka dilemparilah akan si miskin itu kena tubuhnya habis bengkak-bengkak dan berdarah. Maka segala tubuhnyapun berlumur dengan darah. Maka orangpun gemparlah. Maka titah baginga “Apakah yang gempar di luar itu?”. Sembah segala raja-raja itu “ Ya tuanku Syah Alam, orang melempar Si Miskin tuanku”. Maka titah baginda”Suruh usir jauh-jauh!”. Maka diusir oranglah akan Si Miskin hingga sampailah ke tepi hutan. Maka orang banyak itupu kembalilah. Maka haripun malamlah. Maka bagindapun berangkatlah masuk ke dalam istanannya itu. Maka segala raja-raja dan menteri, hulubalang rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya. Adapun akan Si Miskin itu apabila malam iapun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah siang hari maka iapun pergi berjalan masuk ke dalam negeri mencari rizqinya. Maka apabila sampailah dekat kepada kampung orang . Apabila orang yang empunya kampung itu melihat akan dia. Maka diusirlah dengan kayu. Maka Si Miskin itupun larilah ia lalu ke pasar. Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu Si Miskin datang, maka masing-masing pun datang ada yang melontari dengan batu, ada yang memalu dengan kayu. Maka Si Miskin itupun larilah tunggang langgang, tubuhnya habis berlumur dengan darah. Maka menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan itu dengan tersengat lapar dahaganya seperti akan matilah rasanya. Maka iapun bertemu dengan tempat orang membuangkan sampah-sampah. Maka berhentilah ia di sana. Maka dicaharinyalah di dalam sampah yang tertimbun itu barang yang boleh dimakan. Maka didapatinyalah ketupat yang sudah basidibuangkan oleh orang pasar itu dengan buku tebu lalu dimakannya ketupat yang sebiji itu laki-bini. Setelah sudah dimakannya ketupat itu maka barulah dimakannya buku tebu itu. Maka adalah segar sedikit rasanya tubuhnya karena beberapa lamanya tiada merasai nasi. Hendak mati rasanya. Ia hendak meminta ke rumah orang takut. Jangankan diberi orang barang sesuat hampir kepada rumah orang itupun tiada boleh. Demikianlah Si Miskin itu sehari-hari.
Hatta, maka haripun petanglah. Maka Si Miskin pun berjalanlah masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala itu. Di sanalah ia tidur. Maka disapunya lah darah-darah yang ditubuhnya tiada boleh keluar karena darah itu sudah kering. Maka Si Miskin itupun tidurlah di dalam hutan itu. Setelah pagi-pagi hari maka berkatalah Si Miskin kepada isterinya”Ya tuanku, matilah rasaku ini. Sangatlah sakit rasanya tubuhku ini”. Maka tiadalah beradaya lagi hancurlah rasanya anggotaku ini. Maka iapun tersedu-sedu menangis. Maka terlalu belas rasa hati isterinya melihat laku suaminya demikian itu. Maka iapun menangis pula seraya mengambil daun kayu lalu dimamahnya. Maka disapukannyalah seluruh tubuh suaminya sambil ia berkata” Diamlah, tuan jangan menangis. Sedihlah dengan anteng kita. Maka selaku ini adapun akan si miskin itu aslinya daripada raja keinderaan. Maka kena sumpah Batara Indera maka jadilah ia demikaian itu. Maka adalah suaminya itu pun segarlah sedikit tubuhnay setelah itu maka suaminyapun masuk ke dalam hutan mencari ambat yang muda ayng patut dimakannya. Maka dibawanyalahkepada isterinya. Maka demikianlah laki-bini.
Hatta beberapa lamanya maka isteri Si Miskin itupun hamillah tiga bulan lamanya. Maka isterinya menangis hendak makan buah mempelam yang ada di dalam taman raja itu. Maka suaminya itupun terketukkan antingnyatatkalaia di Keinderaan menjadi raja tiada ia mau beranak. Maka sekarang telah mudhorot. Maka baharulah hendak beranak seraya berkata kepada isterinya, “Ayo, hay adinda tuan hendak membunuh kakandalah rupanya ini tiadakah tuan tahu akan hal kita yang sudah lalu itu jangankan hendak meminta barang suatu. Hampir kepada kampung orang tiada boleh”. Setelah didengar oleh isterinya kata suaminya demikian itu, maka makinlah sangat ia menangis. Maka kata suaminya, “Diamlah tuan, jangan menangis! Berilah kakanda pergi mencaharikan tuan buah mempelam itu, jikalau dapat oleh kakanda akan buah mempelam itu kakanda berikan pada tuan”. Maka isterinya itu pun diamlah. Maka suaminya itu pun pergilah kepasar mencahari buah mempelam itu. Setelah sampai di kedi orang berjual buah mempelam. Maka si Miskin itu pun berhentilah di sana. Hendak pun dimintanya takut ia akan dipalu orang. Maka kata orang yang berjualan buah mempelam itu, “Hai miskin. Apa kehendakmu?” maka sahut Si Miskin, “Jikalau ada belas dan kasihan serat Rahim tuan akan hamba orang miskin hamba ini minta diberikan yang sudah terbuang itu. Hamba hendak memohonkan buah mempelam tuan yang sudah busuk itu barang sebiji sahaja tuan”. Maka terlalu belas hati sekalian orang pasar itu yang mendengar kata si Miskin. Seperti hancurlah rasa hatinya maka ada yang memberi buah mempelam ada yang memberikan nasi ada yang memberikan kain baju ada yang memberikan buah-buahan. Oleh anak yang daid makan oleh isterinya itu. Maka si Miskin itupun heranlah akan dirirnya oleh sebab diberi orang pasar itu berbagai-bagai jenis pemberian. Adapun akan dahulunya jangankan diberinya barang suatu hampirpun tiada boleh. Habislah dilemparnya dengan kayu dan batu. Setelah sudah ia berpikir dalam hatinya demikian itu, maka iapun kembalilah ke dalam hutan mendapatkan isterinya. Maka katanya, “Inilah tuan, buah memepelam dan segala buah-buahan dan makan-makanan dan kain baju. Itupun diinjakkannyalah isterinya seraya menceriterakan hal ihwalnya tatkala ia di pasar itu. Maka isterinya pun menangis tiada mau makan jikalau bukan buah mempelam yang di dalam taman raja itu. Biarlah aku mati sekali. Maka terlalulah sebal hati suaminya itu melihatkan akan kelakuan isterinya itu seperti orang yang hendak mati. Rupanya tiadalah berdai lagi. Maka suaminya itu pun pergilah menghadap maharaja Indera Dewa itu. Maka baginda itupun sedang ramai dihadap oleh segala raja-raja. Maka si Miskin datanglah. Lalu masuk kedalam sekali. Maka titah baginda, “hai Miskin, apa kehendakmu. Maka sahut si Miskin, ada juga tuanku lalui sujud kepalanya lalu diletakkannya ketanah, “ampun tuanku, beribu-ribu ampun tuanku jikalau ada karenanya dauli Syah Alam akan patulah hamba orang yang hina ini hendaklah memohonkan daun mempelam sah alam yang sydah gugur ke bumi itu barangkali tuanku. Maka titah baginda, “hendak engkau buatkan apa daun mempelam itu?”  Maka sembah si Miskin, “hendak dimakan tuanku.” Maka titah baginda, “ambilkanlah barang setangkai berikan kepada si Miskin ini”. Maka diambilakn oranglah diberikan kepada si Miskin itu. Maka diambillah oleh si Miskin itu seraya menyembah kepada baginda itu. Lalu keluar ia berjalan kembali. Setelah itu maka baginda pun berangkatlah masuk ke dalam istananya. Maka segala raja-raja dan menteri hulu-balang rakyat sekalian itupun masing-masing pulang ke rumahnya arkin. Maka si Miskin pun sampailah kepada tempatnya. Setelah dilihat oleh isterinya akan suaminya dating itu membawa buah mempelam setangkai. Maka ia tertawa-tawa. Seraya disambutnya lalu dimakannya.
Maka adalah antaranya tiga bulan lamanya. Maka ia pun menangis pula hendak makan nangka yang di dalam taman raja itu juga. Maka si Miskin itu pun pergilah pula memohonkan kepada baginda itu. Maka sujudlah pula ia kepada baginda. Maka titah baginda, “apa pula kehendamu hay miskin?” Maka sahut si Miskin, “ya tuanku, ampun beribu-ribu ampun” sahut ia sujud kepalanya lalu diletakkannya ke tanah. Sahut ia berkata pula, “hamba ini orang yang miskin. Hamba minta daun nangka yang gugur ke bumi, barang sehelai. Maka titah baginda, ”hay Miskin, hendak kau buatkan apa daun nagka? Baiklah aku beri buahan barang sebiji” Maka diberikan kepada si Miskin itu. Maka ia pun sujud seraya bermohon kembali mendapatkan isterinya itu.
Maka ia pun sampilah setelah dilihat oleh isterinya itu, suaminya datng itu. Maka disambutnya buah nangka itu. Lalu dimakan oleh isterinya itu.  Adapun selama isterinya si Miskin hamil maka banyaklah makn-makanan dan kain baju dan beras padi dan segala perkakas-perkakas itu diberi orang kepadanya.
Hatta maka dengan hal yang demikian itu maka genaplah bulannya. Maka pada ketika yang baik dan saat yang sempurna pada malam empat belas hari bulan. Maka bulan itu pun sedang terang. Maka pada ketika itu isteri si Miskin itu pun beranaklah seorang anak laki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya. Maka dinamainya akan anaknya itu Markaromah artinya anak didalam kesukaran. Maka dipeliharakannyalah anaknya itu. Maka terlalu amat kasihsayangnya akan anak itu tiada boleh bercari barang seketika jua pun dengan anaknya Markaromah itu.
Hatta, maka dengan takdir Allah SWT menganugarahi kepada hambanya. Maka si Miskin pun menggalilah tanah hendak berbuat tempatnya tiga beranak itu. Maka digalinyalah tanah itu hendak mendirikan tiang teratak itu. Maka tergalilah kepada sebuah telaju yang besar berisi emas terlalu banyak. Maka isterinya pun datanglah melihat akan emas itu. Seraya berkata kepada suaminya, “adapun akan emas ini sampai kepada anak cucu kita sekalipun tiada habis dibuat belanja. Maka terlalu sukacita hatinya laki isteri itu. Maka oleh isterinyadiambilnya emas itu dibawanya kepada suaminya. Maka si Miskin itupun pergilah kepada saudagar-saudagar yang di dalam negeri antah-berantah itu. Setelah itu maka bertemulah ia dengan saudagar itu. Maka segeralah ia ditukar oleh saudagar itu. Seraya katany, “marilah tuanhamba duduk dekat hamba disini, dari mana tuan datang ini dan apakah maksud tuan hamba dating kepada hamba ini?” Maka kata si Miskin itu seraya tersenyum, “ada juga kehendak hamba ini kepada tuan hamba jikalau tuan hamba boleh menolong akan hamba katakanlah. Maka sahut saudagar itu, “katakanlah hajat tuan hamba 

II.            Transliterasi (Hasil Terjemahan)

Hikayat Si Miskin
Hikayat ini menceritakan orang pada zaman dahulu sekali. Suatu peristiwa yang mana Allah SWT menunjukkan kekayaanNya kepada hambaNya. Menceritakan orang miskin suami-isteri yang mencari rizki ke negara antah berantah. Nama raja dalam negara tersebut adalah Indera Dewa. Beliau teramat mahsyur. Raja-raja di tanah Dewa tersebut takluk kepada Baginda dan membayar upeti setiap tahunnya.
          Suatu hari baginda sedang berkumpul bersama raja-raja, menteri dan hulubalang serta rakyatnya. Lalu Si Miskin menuju ke tempat berkumpul tersebut.  Orang-orang melihatny, Si miskin suami-isteri tersebut berpakaian usang seperti habis dimamah anjing. Orang-orang tertawa melihatnya sambil mengambil kayu dan batu. Si Miskin dilempari tubuhnya dan bengkak serta berdarah. Baginda berkata” ada apakah gerangan di luar itu?”. Para raja menjawab” ya taunku Syah Alam, orang melempari Si Miskin tuanku”. Baginda berkata” usirlah jauh-jauh!”.Diusirlah oleh orang-orang Si Miskin tersebut hingga ke tepi hutan dan orang-orang kembali.
          Setelah hari mulai malam, baginda masuk ke dalam istananya. Seluruh raja, menteri dan hulubalang serta rakyat pulang ke rumahnya. Sedangkan Si Miskin ketika malam ia tidur di dalam hutan. Setelah siang hari ia masuk ke dalam negeri mencari rizkinya. Ketika sampai di dekat kampung, apabila warga kampung melihatnya ia diusir dengan kayu dan Si Miskin lari ke dalam pasar. Apabila orang pasar melihat Si Miskin datang maka orang pasar melemparinyadenagn batu bahkan memukulnya dengan kayu. Si miskin menangis kencang sepanjang jalan karena lapar dan haus seperti hendak mati.
Ketika bertemu tempat sampah ia berhenti. Dicarinya makanan di atas tumpukan sampah. Didapatinya ketupat basi dan sebuku tebu lalu dimakan bersama isterinya. Setelah dimakannya ia merasa badannya agak segara karena telah beberapa hari tidak makan nasi karena Ia takut hendak meminta kepada orang. Jangankan diberi, datang ke rumahnya pun diusir. Begitulah kehidupan Si miskin setiap hari.
          Ketika hari sudah petang, si miskin masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala. Di sanalah ia tidur. Ia menyapu darah di tubuhnya yang sudah kering lalu tidur. Setelah pagi datang, Ia berkata kepada Isterinya” Ya tuanku, matilah rasanya. Tubuhku sangat sakit, rasanya tubuhku hancur”. Katanya sambil menangis. Isterinya merasa iba melihat suaminya. Sang isteri ikut manangis sambil memamah daun untuk dioleskan ke tubuh suaminya sambil berkata” diamlah taun, jangan menangis! Seduhlahg dengan anting kita!”. Sebenarnya Si Miskin adalah raja Keinderaan yang terkena kutukan Batara Indera hingga seperti itu. Suaminya itupun segera sembuhdan masuk ke dalam hutan mencari ambatmuda yang bisa dimakan dan dibawa kepada isterinya. Seperti itulah suami isteri itu.
          Setelah beberapa lama, Isteri Si miskin hamil tiga bulan. Isterinya menangis meminta buah mangga yang ada di taman raja. Suaminya terinagt antingnya ketika menjadi raja ia tidak mau memiliki anak dan sekarang telah menjadi hal genting dan berkata kepada isteinya” hai adinda, apakah emngkau hendak membunuhku?, lupakah engkau masalah kita. Jangankan meminta barang, masuk ke dalam kampung saja tidak boleh.  Setelah isterinya mendengan hal itu, ia makin menangis. Suaminya berkata” diamlah tuan, jangan menangis! Aku akan pergi mencarikan adinda buah mempelam dan aku berikan kepada adinda”. Barulah isterinya diam mendengar hal tersebut. Maka si suami pergi ke pasar mencari buah mangga. Setelah sampai di kedai tempat orang berjual buah mangga, Si Miskin berhenti hendak meminta namun takut dipukuli. Orang yang berjualan berkata” hai miskin, mau apakah engkau?”. Si miskin menyahut” aku hendak memohon belas kasihanmu, kasihanilah aku yang miskin ini. Bolehkah saya meminta buahmangga yang busuk itu sebiji saja?”. Orang itu mearasa iba mendengar perkataan Si Miskin. Ketika itu ada yang memberi buah mangga, ada yang memberi nasi, ada yang memberi baju dan buah-buahan. Karena itulah, Si Miskin merasa heran kepada dirinya karena orang-orang pasar banyak memberinya. Karena dahulu ia tidak boleh masuk ke dalam kampung dan dilempari orang-orang. Setelah ia berpikir mengenai hal itu, ia masuk ke hutan dan menceritakan kejadian ketika di pasar. Isterinay menangis mendengae cerita suaminya karena tidak mau memakan jika buah mangga tersebut bukan berasal dari taman raja. Suaminay merasa sebal melihat kelakuan isterinya namun ia tek berdaya. Maka ia menghadap indera Dewa ketika sedang ramai berkumpul bersama raja-raja. Si Miskin datang dan masuk ke dalam. Baginda bertanya” hai mkiskin, apa kehendakmu?”. Si miskin menjawab sambil bersujud” ampun tuanku, beribu ampun, hamba orang miskin hendak meminta daun mangga Syah Alam yang sudah jatuh tuanku”. Baginda berkata” akan kau gunakan apa daun mangga itu?”. Si miskin menjawab” hendak di makan tuanku”. Baginda berkata” ambilkanlah setangkai untuk si miskin ini”!. Si miskin diambilkan dan dibawanya seraya menyembah kepada baginda dan berjalan ke luar.
          Setelah itu, baginda masuk ke dalam istananya. Seluruh raja-raja, menteri dan hulubalang beserta rakyat pulang ke rumahnya masing-masing. Si miskin sampai ke tempatnya. Setelah isterinya melihat kedatangannya membawa buah mangga setangkai, Sang Isteri menyambut sambil tertawa lalu dimakannya buah mangga itu. Setelaj tiga bulan lamanya, si isteri menangis hendak makan buah nangka yang ada di dalam istana raja. Si miskin pergi meminta kepada baginda. Ia bersujud kepada baginda. Baginda bertanya” apa lagi kehendakmu hai miskin?”. Si miskin menjawab” ya tuanku, ampun beribu ampun” sambil bersujud” hamba yang msikin ini hendak meminta daun nangka yang gugur itu sehelai “. Baginda berkata” hendak kau apakan daun nagka? Baiklah aku beri buahnya sebiji”. Lalu diberikan kepada si miskin. Lalu si miskin bersujud seraya bermohon hendak kembali kepada isterinya.  Setelah sampai di tempatnya dan dilihatnya isterinya. Disambutnya buah nangka itu lalu dimkannya.
Ketika isterinya hamil menjadi banyak makanan dan kain baju, beras, padi, dan segala perkakas diberi orang. Karena itu, setelah genap sembilan bulan, pada malam empat belas bualn temaram isterinya melahirkan seorang putera yang tampan. Diberi nama Markaromah yang berarti “anak susah”. Anak itu dirawatnya denagn baik dan penuh kasih sayang.
Karena takdir Allah SWT kepada hambanya. Si miskin menggal tanah untuk tinggal bertiga bersama anaknya. Digalilah tanah itu untuk menancapkan tiang. Ia menemukan bongkahan emas yang banyak. Ketika isterinya melihat emas itu seraya berkata” emas ini cukup baut anak cucu kita dan tidak akan habis untuk belanja”. Keduanya merasa sukacita. Diambilnya emas itu dan dibawa ke saudagar di negeri entah berantah. Ia segera menukarnya. Sudagar itu berkata” duduklah taunku, darimana tuan datang dan apa maksud kedatangan tuan?”si miskin menjawab sambil tersenyum” hamba hendak meminta tolong” saudagar menyahut”” katakan saja kehendakmu tuan...

III.          Sinopsis (Menceritakan Kembali)
                    Hikayat ini mengisahkan pasangan suami-isteri dalam mencari rizki pada negara yang terkenal. Di kerajaan itu, setiap raja-raja diwajibkan mengirim upeti kepada baginda Dewa Indera. Ketika baginda sedang berkumpul bersama para menteri, Si Miskin menerobos masuk bersama isterinya dengan pakaian lusuh dan orang-orang melemparinya. Mendengar hal itu baginda pun menyuruh mengusir Si Miskin ke tengah hutan. Seperti itu kehidupan Si Miskin bersama isterinya. Ia tinggal di tengah hutan dan keluar ketika hari siang untuk mencari makan. Namun, apabila warga melihatnya ia akan dilempari dan diusir.
                    Suatu hari, Si Miskin mengais makanan di tempat sampah karena rasa lapar dan haus yang menyiksanya. Ia menemukan ketupat dan sebatang tebu lalu dimakan bersama isterinya di dalam hutan. Tubuhnya yang terluka karena dipukuli orang kini diobati oleh isterinya.
                    Tibalah waktunya, Sang Isteri kini hamil tiga bulan dan merengek meminta buah Mempelam di taman raja. Si Miskin yang tidak tega mendengar rengekan isterinya keluar hutan dan meminta buah Mempelam kepada pedagang di pasar. Ia mendapat buah Mempelam dari pedagang di kios buah dan mendapat makanan serta baju dari orang-orang di pasar yang iba mendengar ceritanya. Iapun merasa heran melihat kebaikan pedagang yang biasanya mengusirnya. Karena merasa senang, ia kembali ke hutan dan memberikan segala pemberian pedagang di pasar kepada isterinya. Ia bercerita mengenai kejadian di pasar tersebut namun, isterinya menangis mengetahui buah mempelamnya bukan dari taman baginda raja.
                    Si Miskin akhirnya memberanikan diri datang ke kerajaan meminta buah Mempelam kepada baginda. Ia mendapatkan buah mempelam dari baginda dengan memohon belas kasihan baginda. Sang isteri merasa senang melihat sang suami kembali membawa buah Mempelam.
          Tiga bulan berlalu, kini kandungan Sang Isteri berusia enam bulan dan kini merengek meminta buah Nangka yang berada di taman istana baginda. Dengan perasaan kesal Sang Suami kembalilagi ke istana untuk meminta buah Nangka dengan memohon belas kasihan. Ia kembali mebawa buah Nangka dan isterinya merasa senang. Selama mengandung, janinnya mendapat makanan yang enak dan pakaian serta perabotan yang banyak dari pemberian orang. Setelah genap sembilan bulan, sang anak lahir. Bertepatan dengan bulan purnama Si Miskin dikaruniai anak laki-laki yang tampan dan diberi nama Markaramah yang artinya anak yang dalam kesusahan. Anak tersebut dirawatnya dengan penuh kasih sayang.
          Allah menunjukkan kebesarannya dengan mendapat berupa bongkng mberikan rizki kepada pasangan suami-isteri tersebut. Rizki yang didapat berupa bongkahan emas yang tidak akan habis dimakan hingga anak-cucu.
IV.     Kajian Analisis Hasil Karya Sastra Melayu Klasik “Hikayat Si Miskin”

1.         Penokohan
                         Dalam hikayat ini tokoh yang menonjol hanyalah Si Miskin dan Sang Isteri. Sementara raja, hulubalang, menteri, dan Markaromah hanya sebagai pemeran sampingan. Berikut tokoh dan penokohan disertai bukti dari teks Hikayat Si Miskin:
a.       Si Miskin
Sebagai tokoh utama, Si Miskin menonjol dalam cerita ini. Perannya sebagai mantan raja yang dikutuk menjadi miskin. Namun karena usaha dan kepintarannya merendahkan diri ia berhasil menjadi kaya dengan emas yang didapatnya. Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa Si Miskin berwatak sabar. Watak sabar Si Miskin ditunjukkan dari kutipan teks berikut:
“Si Miskin dilempari tubuhnya dan bengkak serta berdarah”
Kutipan di atas cukup untuk membuktiakan bahwa Si Miskin sabar menghadapi cobaan hidupnya. Contoh lain watak Si Miskin adalah Rela berkorban. Watak rela berkorban ditunjukkan dalam kutipan:
” Diamlah tuan, jangan menangis! Aku akan pergi mencarikan adinda buah mempelam dan aku berikan kepada adinda”.
Dalam kisah ini ditunjukkan bahwa sang isteri sedang hamil dan merengek meminta buah di taman raja. Namun, dengan kerelaanya ia mengabulkan permintaan isterinya. Selain dua watak tersebut di atas, Si Miskin berwatak Cerdik yang ditunjukkanketika ia memerlukan buah dan memohonkannya kepada penjual dan kepada baginda raja.
” Aku hendak memohon belas kasihanmu, kasihanilah aku yang miskin ini. Bolehkah saya meminta buahmangga yang busuk itu sebiji saja”.
”Ampun tuanku, beribu ampun, hamba orang miskin hendak meminta daun mangga Syah Alam yang sudah jatuh tuanku”.
Dengan ungkapan lain meminta buah busuk akan mempengaruhi sikap orang yang dimintai karena ungkapan itu menunjukkan rasa belas kasihan dibandingkan dengan meminta secara langsung.
b.      Isteri
                        Dalam hikayat ini Isteri Si Miskin memiliki karakter setia dan manja. Watak setia tidak secara langsung tertera dalam cerita namun dapat dipetik dari cerita ini bahwa dalam keadaan terlunta-lunta dan hidup di hutan sekalipun Sang Isteri tetap setia menemani suami. Selain itu dalam teks ditunjukkan betapa pasangan ini saling melengkapi.
Isterinya merasa iba melihat suaminya. Sang Isteri ikut manangis sambil memamah daun untuk dioleskan ke tubuh suaminya sambil berkata” diamlah taun, jangan menangis! Seduhlah dengan anting kita!”.
                        Cerita ketika Sang Isteri memamahkan daun untuk obat suaminya menunjukkan rasa sayang terhadap suaminya. Sementara itu, sikap manja Sang Isteri ditunjukkan ketika sedang mengandung anak dan merengek meminta buah mangga dan mempelam.
Isterinya menangis mendengar cerita suaminya karena tidak mau memakan jika buah mangga tersebut bukan berasal dari taman raja.
c.      Raja
                        Awal cerita menunjukkan watak raja yang tidak mengenal belas kasihan. Hal ini ditunjikkan ketika raja menuruh mengusir Si Miskin dan membuang ke tengah hutan.
Usirlah jauh-jauh!”.
                        Akan tetapi, pada pertengahana dan akhir cerita watak raja menjadi baik dan rela berderma kepada Si Miskin yang memintabuah dar taman istananya.
” Ambilkanlah setangkai untuk Si Miskin ini”!.
Kalimat di atas menunjukkan betapa sang raja menjadi baik dan berderma. Si Miskin yang meminta daun mempelam diberi setangkai buah mempelam.
2.             Amanat
Meskipun tidak secara langsung disampaikan dalam cerita, amanat memberi peran kepada pembaca yang kritis untuk dapat mengambil manfaat dari cerita yang disampaikan. Dari hikayat ini didapat amanat untuk:
·            Menghadapi cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
Si Miskin telah membuktikannya bahwa dengan kesabaran dan rendah hati ia dapat menghadapi cobaan yang diberikan kepadanya. Ia juga membuktikan bahwa tuhan akan membalas segala kebaikan manusia.
·            Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
       Dalam cerita ini, raja dapat dijadiakn panutan. Seorang pemimpin haruslah mengayomi rakyatnya. Sikapnya terhadap Si Miskin menunjkkan kebaikan hati sang raja. Sedangkan kebiasaannya berkumpul dengan rakyat dapat membuat jarak pemimpin dan rakyat menjadi lebih dekat.
·            Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah kedalam hatinya.
Sikap warga yang melempari dan memukuli Si Miskin menunjukkan bahwa manusia hanya memandang manusia lain dari fisik saja. Padahal ada kekuatan tersembunyi dari setiap fisik manusia. Kekuatan-kekuatan tersebut dimiliki setiap manusia seperti Si Miskin memiliki kekuatan dalam hal kesabaran dan rendah hati.
·            Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
Dalam konteks lain, sikap pedagang yang merasa iba kepada Si Miskin menunjukkan bahwa saling menolong dan gotong royong dapat memberikan ketenangan dalam kehidupan bermasyarakat. Karena mengetahui masalah Si Miskin, warga tidak perlu ribut ketika Si Miskin melewati kampungnya.
3.         Nilai-Nilai
       Nilai Moral
·         Bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
       Nilai Sosial
·        Tolong-menolong terhadap sesame danpada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
·        Berbagi untuk meringankan beban orang lain







BAB III
PENUTUP



A.   Simpulan
            Dari pembahasan makalah di atas, dapat ditarik simpulan, yakni: naskah kuno adalah salah satu warisan kebudayaan yang secara nyata memberikan kepada kita semua bukti catatan tentang kebudayaan masa lalu. Menjadi semacam potret jaman yang menjelaskan berbagai hal yang mempunyai hubungan denga masa sekarang. Karena nilainya yang sangat penting dan strategis maka perlu ada langkah-langkah konkret dalam upaya penyelamatan dan pelestarian naskah tersebut.
            Hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah melakukan upaya pengkajian naskah-naskah kuno yang masih ada. Dimulai dari pendataan naskah kuno, penyalinan, dan penterjemahan. Pembuatan katalog yang memuat data lengkap tentang koleksi naskah-naskah kuno adalah salah satu contoh konkret yang dapat membantu mempermdah melacak dan melakukan kajian-kajian akademik terhadap naskah kuno. Teks Melayu yang secara tidak langsung mendidik pembaca untuk kritis terhadap isi dan makna bacaan. Sebagai sebuah teks, Hikayat Si Miskin dapat dianalisis dari segi kebahasaan dan non kebahasaab. Namun, diperlukan pemahaman khusus ketika membacanya. Hal ini disebabkan bahasa Melayu yang lama bertahan sedangkan bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat.
            Hikayat Si Miskin memberikan amanat bahwa sebagai seorang yang mengalami kesusahan diperlukan kesadaran untuk keluar dari kesesengsaraan tersebut dengan tetap menjaga kesabaran dan rendah hatinya. Selain itu timbal balik pemimpin dengan rakyatnya harus dijaga keharmonisannya untuk menjaga ketentraman sebuah negara.

B.   Implikasi
Adapun yang dapat dijadikan sebagai implikasi pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1.  Filologi tepat digunakan dalam penggarapan naskah, sebagaimana sudah diterapkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, teori dan metode penelitian filologi dalam penelitian ini juga dapat diterapkan dalam penelitian naskah lain.
2.  Untuk dapat memahami naskah (manuskripsi) sastra Melayu klasik/ kuno, maka dibutuhkan pengetahuan sejarah naskah itu sendiri dan penafsiran kata-kata dan makna yang terkandung pada isi cerita naskah Melayu klasik.
3. Dengan adanya pemahaman isi cerita Melayu klasik secara menyeluruh, maka dapat mengetahui karakter-karakter positif. Walaupun ceritanya berbeda zaman namun nilai-nilai karakternya dapat saja diterapkan pada kehidupan masa kini.

C.   Saran
            Berdasarkan  simpulan dan implikasi yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan saran-saran  dalam makalah ini sebagai berikut.
1.      Naskah-naskah kuno nusantara, sebaiknya dicari, dijadikan bahan penelitian, disimpan atau dirawat dengan baik lalu di museumkan sebagai bahan edukatif bagi generasi bangsa agar tahu dan bangga dengan bangsa dan negaranya.
2.      Diharapkan adanya usaha-usaha baru dalam penelitian filologi di masa yang akan datang sebagai usaha konkret cinta kebudayaan;














DAFTAR PUSTAKA



Baried, Siti Baroroh. dll. (1983). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan         dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chaer, Abdul. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamaris, Edwar. 2002. Metodologi Penelitian  Filologi. Jakarta: CV Monasco.
Fang, Liaw Yock. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Penerbit     Erlangga.
Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok:  Fakultas   
            Sastra Universitas  Indonesia.
Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar