Selasa, 04 Juni 2013

ARTIKEL POPULER



Tugas ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penulisan Ilmiah
Siaran TV, Bak Virus yang Menggerogoti Anak

Oleh: Misdianto
NIM 1209077
Mahasiswa PPs Universitas Negeri Padang
Jurusan Bahasa Indonesia


            Sebagai pengantar tulisan, saya awali dengan secuil penggalan adegan konflik di rumah tangga. Mau tahu prolognya?  Begini ceritanya, perseteruan seru ini terjadi saat seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah. Saat itu ada siaran langsung sepakbola dunia, antara kesebelasan Barcelona melawan Bayer Munchen. Si ayah sangat hobi menonton sepakbola sedangkan si adik juga hobi menonton film kartun kesayangannya. Acaranya keduanya ternyata bertepatan siarannya. Maka, terjadilah “perang urat syaraf” dalam keluarga tersebut. Inilah dialognya.
            “Adik…! Ayah sebentar nonton bola, ya dik?” Dengan penuh harap.
            “Nggak mau …! Adik, kan lagi nonton film!” Dengan suara lantang kedua tangan di pinggang.”
            “Iyaaa… nanti kalau ayah udah selesai, adik boleh nonton lagi, kok!” Dengan nada membujuk.
            “Pokoknyaaa… nggak mau. Adik mau nonton!” Dengan nada bersikeras.
            ”Pokoknya ayaaah dulu, penting!”
            “Nggak mau! Nggak mau! Pokoknya juga nggaaak … mau! Titik tik… tik!”
Mendengar kegaduhan di ruang tengah, tiba-tiba datanglah ibu dari dapur dengan wajah keheranan.
            “Eeee…ada apa-apaan ni ribut-ribut ayah ama anak? Yah, apa nggak malu didenger ama tetangga tuh!”
            “Adik…, ada apa? Kok, cemberut gitu sih!” Suara ibu dengan lemah-lembut.
            “Iya, Bu. Ayah, tu?” Nada adik mengadu.
            Begitulah Saudara, cuplikan bentrokan sederhana di atas, acapkali dialami di rumah tangga. Memang kita ketahui bahwa  kini siaran media televisi menyuguhkan banyak pilihan siaran. Pemirsa dari segala jenjang usia baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa di mana-mana tempat dapat memilih siaran-siaran atau acara-acara yang diminati. Mereka bisa memilih apakah siaran televisi nasional pemerintah atau televisi swasta.
            Siaran televisi swasta kini kita ketahui sudah banyak. Televisi swasta khusus lokal atau pun berjaringan nasional. Bahkan, kinipun sudah marak dengan adanya jaringan televisi swasta berbayar. Semua siaran televisi tersebut berusaha membuat pemirsanya ketagihan menonton. Dengan berbagai suguhan acara-acara yang mampu “membius” para pemirsanya mulai dari infotainment, entertainment, iklan, sampai pada sinetron-sinetron dan film-film berbau anarkisme.
            Media masa televisi ibarat dua sisi uang mata uang, tidak dipungkiri, ada dampak positif namun juga mudarat/ negatifnya. Kita cepat memperoleh informasi-informasi terbaru (up to date) yang terjadi dimanapun dan belahan dunia manapun. Selain itu, suatu perusahaan dapat mempromosikan produk-produknya. Sehingga konsumen mengetahui dan dapat dengan mudah mencari produk tersebut. Seterusnya, jika acaranya berkaitan dengan informasi pendidikan tentu ini sangat berguna bagi para anak/ pelajar. Selanjutnya, media penyegaran pikiran yang jenuh. Misalnya, dari acara kuis, film, sinetron, atau hiburan-hiburan yang lain. Dan, juga banyak menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh untuk dicontoh atau disuriteladani kesuksesan mereka.
            Menurut penulis, fungsi siaran televisi sekarang ini lebih banyak berfungsi informatif dan rekreatif saja. Fungsi sebagai edukatif sangat sedikit sekali. Hal inilah yang menggelisahkan atau membahayakan pendidikan anak yang masih dalam proses pembentukan karakter. Karena sangat berpengaruh pada perkembangan kanak-kanak dan remaja yang masih memiliki jiwa atau psikis yang belum stabil. Contoh pada tayangan film anarkisme, sinetron mengenai kehidupan serba glamour dengan dandanan yang “aneh-aneh” dan sikap tak mendidik, berita kriminal, pornografi atau pun pornoaksi adalah beberapa acara yang tidak patut ditonton oleh  kanak-kanak maupun remaja. Mereka rentan meniru adegan berisiko seperti merokok, meminum minuman keras, kekerasan atau tindak kriminal yang mereka tonton di televisi.
            Kita ketahui bahwa anak adalah harapan orangtua untuk dapat berhasil dalam belajarnya maupun masa depannya kelak. Tidak jarang kini banyak anak-anak lebih suka berlama-lama di depan televisi daripada belajar. Bahkan, hampir-hampir malas atau lupa akan waktu beribadah, makan, dan belajar. Jika ini dibiarkan akan merusak kesehatan seperti mata. Mata perlu istirahat. Serta dapat menghambat perkembangan berbahasa/ komunikasi/ berbicara. Bahkan, dapat menganggu konsentrasi pikiran anak atau pelajar dalam menangkap pelajaran mereka, mudah bosan.
            Anak-anak yang secara konsisten menonton lebih dari 4 jam perhari akan cenderung memiliki obesitas (kelebihan berat badan). Lantas, anak-anak yang menonton tindak anarkis lebih berpotensi meniru untuk menunjukkan perilaku agresif. Yang pasti, tontonan televisi juga dapat meningkatkan daya konsumtif. Siapa pun bisa menjadi “korban” iklan, baik orang dewasa maupun anak-anak atau kaum remaja. Nah, inilah yang patut menjadi kesadaran atau perhatian khusus kita bersama sebagai orangtua untuk selalu mengontrol atau mewaspadai aktivitas anak-anak kita.
            Untuk menangkis dampak-dampak negatif/ buruk yang ditimbulkan dari siaran-siaran televisi, maka ada beberapa “resep” yang bisa kita lakukan oleh setiap orangtua. Pertama, batasi kuantitas anak/ pelajar menonton televisi tidak lebih dari 2 jam perhari. Logikanya, 4 buah film kartun berdurasi 30 menit masing-masing. Kedua, berikan komitmen kepada anak-anak untuk tidak menonton sebelum berangkat sekolah. Alasannya, perpindahan adegan dalam sebuah tayangan sangat cepat. Konon, setiap 7 detik. Akibatnya, konsentrasi penonton/ pemirsa pun ikut terbawa cepat untuk mengikuti perpindahan cerita tersebut. Sedangkan, di sekolah sang anak/ pelajar harus memulai belajar dengan ritme yang lambat. Ketiga, untuk pengurangan “kecanduan” menonton bisa disiasati dengan menyetel siaran radio. Keempat, sediakanlah sarana edukatif alternatif misalnya menambah koleksi buku dan alat menggambar. Kelima, pilih acara yang sesuai dengan usia anak.
            Selanjutnya, keenam, dampingi dan awasi saat anak menonton televisi. Tujuannya agar acaranya selalu terkontrol, layak atau tidak untuk ditonton. Dan, letakkan televisi di ruangan yang strategis agar dapat dipantau karena kecenderungan rasa ingin tahu anak-anak sangat tinggi. Ketujuh, memberikan penjelasan-penjelasan pada anak apabila ada tayangan yang tidak sesuai. Ini bertujuan untuk mengantisipasi pada anak/ pelajar hal-hal yang salah arti dalam memahami suatu tayangan. Dan terakhir, kedelapan, memberikan pendidikan yang mengandung nilai-nilai agama yang harus selalu diterapkan dan ditumbuhkan di rumah. Yaitu dengan cara mengikutsertakan pendidikan keagamaan di luar jam sekolah agar anak-anak kita mendapatkan bekal nilai-nilai agama. Sehingga mampu berpikir jernih, punya rencana dan masa depan yang cerah. Apabila ditumbuh-kembangkan pendidikan agama kepada anak-anak niscaya apapun arus informasi yang bersifat negatif, datang dari luar atau pun dari kecanggihan teknologi, tidak akan berpengaruh bagi anak-anak karena sudah memiliki bekal dan filter guna menyerap atau menyaring informasi-informasi yang sifatnya negatif.
            Tempat pendidikan paling utama adalah: ke-lu-ar-ga. Di mana orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab. Mengapa mesti orangtua? Hal ini lantaran orangtua bisa mengawasi anaknya lebih lama. Orangtua dekat dengan anaknya. Dalam keluarga, anak tumbuh dan berkembang. Membiarkan anak menonton televisi secara berlebihan, berarti membiarkan tumbuh-kembang dan pendidikan anak terganggu. Orang tua juga berkewajiban untuk memantau aktivitas belajar anak di rumah. Perkembangan si anak tak bisa terlalu dibebankan pada sekolah.
            Dalam keseharian, guru di sekolah tak akan bisa menggantikan peran orangtua. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi orangtua untuk tetap memperhatikan si anak selama berada di rumah.  Maka, janganlah pernah serahkan anak-anak untuk dididik siaran televisi. Kita sebagai orangtua adalah guru pertama dan utama bagi anak-anak untuk membiasakan mereka mengonsumsi siaran televisi secara sehat. Sekarang terserah Anda, mau pilih yang mana? Coba pikirkan dan camkan! ***      
           










Tidak ada komentar:

Posting Komentar