Mendadak Artis
Karya Misdianto
NIM 1209077
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri
Padang
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
“Lho, itu kan Boesya? Kok
bisa masuk televisi?” aku berteriak kaget.
Saat itu aku dan Wak
Adi, sahabatku, sedang tonton acara musik di televisi. Dan, tiba-tiba , aku
melihat bahwa si pengisi acara di televisi itu adalah Boesya, mantan seniorku
di sekolah. Orangnya ganjen, padahal badan seperti lidi.
“Nggak tahu kamu, nih?” sahut Wak Adi memandangku.”
“Tahu apa?”
“Si Boesya kan jadi artis dadakan, hi...hi... Padahal nyanyi Indonesia Raya saja,
Fals,” Wak Adi terkikik geli
mengingat Boesya.
Aku syok. Mulutku jadi gagu.
“Kok...
bisa, ya?”
“Katanya sih ikutan kontes bakat begitu. Eh,
tepat tengah jalan tereleminasi. Tetapi, anehnya masa ada produser rekaman menawarinya kontrak.
Yah, begitu deh jadinya. Dia buat single,” Wak Adi geleng-geleng kepala
prihatin.
“Kali aja tuh produser putus asa nggak? Masak penyanyi nggak
bermutu begitu dijadikan artis? Bikin rugi
doang...”
Aku terdiam mendengar penuturan Wak
Adi.
“Boesya saja bisa jadi artis.
Mengapa aku tak bisa?”
Berbekal cerita Wak Adi, aku jadi
ingin jadi artis juga. Masak aku
kalah dengan si Ganjen Boesya! Tak bisa! Pasti dia mengejekku lantaran dia bisa
jadi artis. Dan karena itulah, aku sekarang di sini. Di kantor pendaftaran
suatu kontes bakat untuk mengikuti audisi. Usah ditanya, aku gugup. Tuhan...
bantulah aku! Rasanya aku jadi menyesal daftar audisi.
***
Yah, setelah audisi tadi aku tak
cemas. Aku memang percaya diri dengan suara lumayanku ini. Tetapi...
“Wan Rafiq!” aku terkejut. Ternyata
namaku lulus audisi. Ini berarti, aku akan ikut acara pentas di televisi.
Ha... ha... jadi begini rasanya jadi
artis. Lewat sedikit diperhatikan atau tidak. Orang-orang pada minggir memberi
jalan untukku, atau ini gara-gara kutak mandi tadi pagi? Ha... ha... . Aku
terasa istimewa. Sudah cukup lama juga sejak keikutsertaanku di kontes bakat
suatu stasiun televisi swasta. Dan, semenjak itu, semua orang lewat pasti kenal
aku, bahkan ada yang minta foto!
Memang, suaraku masih kalah dengan
kontestan lain. Tetapi, aku juga belajar, terus melatih suaraku. Namun, akibat
dari ini? Aku tak menyangka juga jika mau terkenal itu capek. Sekolahku yang
tiap hari kadang mesti bolos gara-gara latihan vokal buat tampil. Sebenarnya
aku tidak bakal bolos kalau acaranya, yah..., sebulan sekali di televisi.
Bukannya sekali seminggu. Tetapi, mau bagaimana, aku tak mungkin mundur
sekarang. Dan, aku juga tetap ingin mengalahi Boesya si Ganjen itu! Yah, jadi
inilah akibatnya. Aku mesti merelakan sekolah. Toh, hanya beberapa bulan. Dan, aku juga tak mau kehilangan fans dan
membuat mereka kecewa.
***
Aku tak tahu dari mana bencana ini
dimulai, awalnya kukira jadi artis hanya mesti mengorbani sekolah. Tetapi,
ternyata ....
“Nih, kamu sudah menonton gosip
belum?” Wak Adi menghampiriku. Walau jarang bermain bersamanya sekarang. Ia
tetap baik padaku.
“Apaan? Jupe-Depe berantem.
Kasihan!” sahutku sambil tetap fokus pada PR kimiaku yang belum siap.
“Bukan itu!” sahut Wak Adi cepat.
“Terus?” sahutku lagi.
Wak Adi membisikkan sesuatu di
telingaku. Dan, makin lama mendengarnya, mulutku makin terbuka lebar. Tanpa ba-bi-bu lagi. Aku segera berlari ke
kantin dan meninggalkan Wak Adi. Aku harus mencari koran.
***
Aku terdiam, tak sanggup melihat
berita itu. Bayangkan, aku dituduh menyogok juri. Aku dituduh menyogok juri
karena suaraku dianggap tak layak tampil. Aku selalu dua terbawah. Namun, aku
selalu lolos. Dan, kuakui suaraku masih kalah dengan peserta lain. Tetapi
menyogok. Itu bukan aku. Dengan geram, kuremukkan koran itu dan membuangnya.
Sejak berita itu tersebar,
orang-orang banyak menghinaku. Aku jadi takut ke mana-mana. Takut dicerca.
Takut diolok. Akibatnya, penampilanku minggu ini tak begitu baik. Penontonnya
juga banyak yang mengejekku. Aku malu untuk tampil rasanya. Setelah penampilan
itu, SMS untukku makin merosot.
Bahkan diprediksi, aku yang akan keluardari kontes bakat itu. Tetapi, aku tak
bisa berpikir banyak, terlalu banyak yang menerorku. Aku tak mampu berpikir
jernih, Aku tak bisa menyangka bahwa inilah dunia artis, kejam dan sekejap.
Dan, saat penampilan minggu
berikutnya dimulai, aku dilempari saat manggung. Akibatnya, acara harus
dihentikan. Namun, polling tetaplah
bergulir. Aku harus tereleminasi malam itu dengan rasa malu yang tak
tertanggungkan. Aku menangis. Bukan inilah dunia yang kuimpikan.
Setelah tereleminasi, kehidupanku
normal kembali. Memang masih banyak yang menghinaku. Tetapi aku sudah biasa.
Yang penting aku lega. Aku tak lagi dipermalukan media. Lagi pula daripada itu,
setidaknya masih ada seorang sahabat terbaik bagiku, Wak Adi. ***
-- Selesai –
(Cerpen ini terinspirasi dari kehidupan dunia artis
kita di berita media-media massa cetak/ elektronik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar