Perubahan
Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya
(Sebagai Tugas Individu Mata Kuliah Semantik-Pragmatik)
Dosen Pembimbing : Dr. Novia Juita, M.Hum
(Sebagai Tugas Individu Mata Kuliah Semantik-Pragmatik)
Dosen Pembimbing : Dr. Novia Juita, M.Hum
Disusun oleh:
MISDIANTO
NIM 1209077
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, penulis
masih diberikan-Nya kesabaran
dan ketabahan dalam menyelesaikan tugas
laporan bacaan ini tepat pada waktunya yang telah ditentukan. Adapun penulis mengangkat
judul tugas laporan bacaan ini dengan judul
“Perubahan
Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya”.
Tujuan dari penyusunan tugas laporan bacaan ini adalah hendak memenuhi tugas mata kuliah semantik-pragmatik yang telah diberikan dosen pembimbing, Dr. Novia Juita, M.Hum, agar kami lebih
memahami materi-materi perkuliahan. Tugas mata kuliah ini adalah nomor-nomor yang dipilih oleh dosen pembimbing
untuk dikerjakan oleh mahasiswa secara individu dan didiskusikan/
dipresentasikan dalam satu kelompok. Penulis mendapat topik nomor enam untuk tugas
laporan bacaan. Topik-topik itu, secara lengkap, adalah:
(1) Panamaan, Pendefinisian,
dan Pengklasifikasian;
(2)
Relasi Makna (Homonimi, Homofoni, Hiponimi, Meronimi,
Sinonimi, dan
Antonimi/ Oposisi);
(3)
Medan Makna, Set dan Kolokasi
(4)
Komponen Makna
(5)
Ketaksaan, Keambiguitasan,
dan Redundansi.
(6)
Perubahan Makna dan Faktor-Faktor
Penyebabnya.
Sebelumnya penulis menyadari bahwa di dalam tugas laporan bacaan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam
tulisan yang dibuat oleh penulis, untuk itu penulis meminta maaf.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima
kasih dan mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun tugas laporan bacaan penulis demi penyempurnaan dan perbaikan tugas laporan bacaan ini selanjutnya. Semoga tugas laporan bacaan ini
bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin!
Pekanbaru, Juni 2013
Penulis,
Misdianto
NIM 1209077
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……….…………………………………………………………….......... ii
Daftar Isi ……….……………………………………………………………………....... iii
A. Pendahuluan .................................................................................................................... 4
A. Pendahuluan .................................................................................................................... 4
B. Laporan
Bagian Buku ...……………………………………………………………....
5
C. Komentar ……………………………... ………………………………………...........13
D. Penutup …………………...……………………………………………………………18
Daftar Pustaka .…………. ……………………………………………………………........19
C. Komentar ……………………………... ………………………………………...........13
D. Penutup …………………...……………………………………………………………18
Daftar Pustaka .…………. ……………………………………………………………........19
Perubahan
Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya
I. Pendahuluan
Berdasarkan hasil bacaan, penulis
menyampaikan bahwa identitas buku yang dilaporkan
adalah sebagai berikut.
● Judul
Buku : Semantik Leksikal
●
Pengarang : Prof. Dr. Mansoer Pateda
● Penerbit :
PT Rineka Cipta
● Kota : Jakarta
● Tahun
Terbit : Februari 2001
● Cetakan/
Edisi :
Kedua
● ISBN : 979-518-841-0
● Tebal
Buku : xii+300 halaman
● Garis Besar Isi Buku : kata pengantar + BAB I hingga BAB VIII+
daftar kepustakaan
Detailnya, sesuai daftar isi, sebagai
berikut.
Buku ini terdiri
atas delapan bab. Pada
bab pertama yaitu pendahuluan yang berisikan tentang: pengantar; istilah semantik; pengertian semantik; semantik dalam
linguistik; semantik dan disiplin ilmu lain; deskripsi semantik; sedikit
tentang studi semantik di Indonesia; semantik dan lingkupannya; semantik dalam
kajian buku ini; dan tujuan mempelajari semantik . Pada bab kedua yaitu kedudukan semantik dalam semiotik yang berisikan mengenai: pengantar;
pengertian; dan aneka semiotik. Kemudian, pada bab ketiga
yaitu aspek-aspek semantik yang terdiri
dari: pengantar; kata sebagai
satuan semantik; konsep; tanda; lambang; perbedaan antara tanda dan lambang;
acuan; hubungan antara konsep, lambang, dan acuan; penamaan; dan jenis-jenis
semantik. Pada bab keempat yaitu membahas
tentang makna yang memuat: pengantar; istilah makna;
batasan makna; pendekatan makna; aspek-aspek makna; dan jenis makna. Selanjutnya, pada bab kelima
memuat: makna dalam kata, isinya
terdiri dari pengantar; batasan kata; bentuk kata; makna dalam leksem; makna
paduan leksem; makna kata bebas; bentuk yang mengakibatkan makna; makna kata
berimbuhan; makna kata berulang; makna kata majemuk; makna kata terikat konteks
kalimat; makna akronim; makna singkatan; dan makna bentuk yang diplesetkan.
Kemudian, bab keenam tentang perubahan makna, yang terdiri dari: pengantar;
lingkupan; faktor yang memudahkan perubahan makna; perubahan makna dari bahasa
daerah ke bahasa Indonesia; perubahan makna akibat perubahan lingkungan;
perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra; perubahan makna akibat
gabungan leksem atau kata; perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa; perubahan makna akibat asosiasi; perubahan makna akibat
perubahan bentuk; perluasan makna; pembatasan makna; melemahkan makna; kekaburan makna; lambang tetap, acuan berubah; dan makna tetap, lambang berubah. Lalu, pada bab ketujuh tentang sekitar kita, yang dibagi
lagi mengenai: pengantar; pengertian; jenis ambiguitas; antonimi; hiponimi;
homonimi; polisemi; sinonimi; bentuk bermakna jelas dan yang bermakna kabur; makna
dalam peribahasa dan ungkapan; makna dalam gaya bahasa; hubungan makna; makna
dalam pemakaian; dan medan makna. Terakhir, pada bab kedelapan tentang komponen
makna, memuat tentang: pengantar; pembeda makna; urutan hubungan antara
komponen; komponen penjelas; langkah-langkah menganalisis komponen diagnostik;
beberapa kesulitan menganalisis komponen makna; prosedur menganalisis komponen
makna; indikator kemampuan memahami makna; dan catatan penutup.
● Bab/
Topik yang Dilaporkan : BAB VI Perubahan Makna (Halaman 158-199)
II. Laporan Bacaan tentang Bagian Buku (BAB VI)
Bab yang saya laporkan
dalam laporan bacaan ini yaitu bab VI tentang perubahan makna. Dalam buku ini
penulis memaparkan pada subbab-subbab. Pada subbab (a) di bagian pengantar, penulis menjelaskan bahwa bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai
bahasa. Maka pemakaian kata dan kalimat
berkembang pula, misalnya kebutuhan kosakata dapat bertambah atau
berkurang. Kalau sudah bicara tentang kualitas kata, ini berarti sudah masuk ke
kajian makna. Bahasa sebagai alat komunikasi manusia, maka makna akan mengalami
perkembangan yang disebut perubahan makna.
Di bagian lingkupan subbab
(b), penulis memaparkan bahwa perubahan makna menyangkut banyak hal, meliputi:
pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran, perluasan, dan kekaburan
makna. Selain itu, juga perubahan makna
dari bahasa lain (dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia), perubahan makna
akibat perubahan lingkungan, perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra,
perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata, perubahan makna akibat
tanggapan pemakai bahasa, perubahan makna akibat asosiasi pemakai bahasa. Juga
faktor-faktor yang memudahkan perubahan makna dan mengapa terjadi perubahan
makna. Setelah itu, dalam kehidupan, makna dikaitkan dengan lambang dan acuan. Kadang terjadi lambangnya tetap tetapi
acuannya berubah. Atau, sebaliknya, maknanya tetap tetapi lambangnya yang
berubah.
Faktor yang memudahkan perubahan/ pergeseran makna,
terdapat pada subbab (c), menurut penulis ada tiga sebab.
1. Faktor kebetulan. Contoh:
Makna Dahulu
|
Makna Kini
|
- rawan = muda, lembut
misalnya: tulang rawan
- kontestan = pemilihan
perempuan cantik
|
- rawan = kekurangan
misalnya: rawan perampokan,
rawan
pencurian, daerah rawan.
- kontestan = (?) calon peserta
misalnya: kontestan pemilu
|
2. Faktor kebutuhan baru. Contoh:
Makna Dahulu
|
Makna Kini
|
- berlayar = menggunakan perahu
layar untuk bepergian melalui
laut
|
- berlayar = bepergian dengan
kapal laut dan pesawat terbang
tetapi tidak menggunakan layar
|
3. Faktor tabu. Contoh:
Makna Dahulu
|
Makna Kini
|
ketika orang sedang makan, berpantangan
mengucapkan:
- kakus = (terbayang menjijikkan)
- harimau = binatang buas di
Hutan
|
ketika orang sedang makan:
- kakus diganti dengan kamar
belakang atau kamar
kecil
- harimau =
diganti dengan nenek
(diucapkan takut bertemu
harimau betulan)
|
Berbeda
menurut Ulmann (1972:192-197), bahwa faktor-faktor yang memudahkan perubahan/
pergeseran makna yaitu:
1. Bahasa itu berkembang, atau bahasa itu diturunkan
dari generasi ke generasi. Contoh: kata juara
dulu bermakna orang yang memimpin penyambungan ayam, kini bermakna orang yang mendapat
peringkat dalam perlombaan.
2. Makna itu sendiri kabur, samar-samar maknanya. Contoh:
kata alot bermakna liat, tidak mudah
putus, (dialek Jakarta berarti keras, kenyal), (bahasa Jawa berarti liat).
Makna tidak sesuai (samar-samar) untuk kata tanah
liat. Kini bermakna lambat, pelan (misalnya Pembahasan rancangan undang-undang itu alot).
3. Kelihatan motivasi (loos of motivation). Contoh:
kata ajang bermakna tempat
untuk makan (misalnya piring), kini bermakna bukan untuk makan (misalnya ajang pertempuran).
4. Adanya kata-kata yang bermakna ganda (polysemy) Contoh: kata lempung bermakna ringan/ lunak dan mudah
patah (misalnya kayu); lemah sekali;
tidak berguna sedikit pun.
5. Dalam konteks yang membinggungkan (in ambiguous contexts). Contoh: Kucing makan tikus mati.
6. Struktur kosa kata. Maksudnya, Dalam perkembangan
kosa kata, ada kata baru dan ada pula kata yang hanya berubah maknanya saja.
Adapun
faktor-faktor penyebab perubahan makna
(Ullmann, 1972:198-210) sebagai berikut.
1. Faktor kebahasaan
(linguistic causes). Ini
berkaitan dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Contohnya: dahulu kata sahaya berati budak, tetapi kini berarti
saya. Lalu, berbeda kalimat Ali memukul Adi dengan Ali dipukul Adi.
2. Faktor kesejarahan (historical causes) terdiri dari: (a) faktor objek misalnya asal
kata wanita dari kata betina (untuk hewan: ayam betina) kemudian menjadi kata batina lalu watina (fonem /b/→fonem /w/) dan menjadi kata wanita padanannya perempuan. Jadi wanita
tidak bisa disepadankan dengan hewan lagi tetapi dengan objek; (b) faktor
institusi misalnya kata rukun dahulu bermakna
kerukunan antara warga, antar tetangga-tetangga/ antar warga-warga. Kini
pengertiannya sudah meluas, untuk institusi resmi; (c) faktor ide misalnya kata
simposium dahulu bermakna untuk
bergembira (minum, makan, berdansa), kini bermakna pertemuan ilmiah; dan (d)
faktor konsep ilmiah misalnya kata volt dahulu dikaitkan dengan sang penemunya,
Allessandro Voltas. Kini lebih ditekankan maknanya pada satuan potensial listrik
yang diperlukan untuk mengalirkan satu ampere arus listrik melalui satu ohm
(misal dalam kalimat Voltase aliran
listrik di rumahmu harus ditambah).
3. Faktor sosial (social causes). Ini dikaitkan dengan perkembangan makna kata dalam
masyarakat. Contoh: kata gerombolan makna
dahulu orang yang berkumpul atau
kerumunan orang, kini berarti pemberontak atau pengacau.
4. Faktor psikologis (psychological causes) terdiri dari: (a) faktor emotif (emotif factor) misalnya kata bangsat dahulu dikaitkan dengan binatang
yang biasa menggigit jika kita duduk di kursi rotan karena binatang itu hidup
di sela-sela anyaman rotan, kini maknanya manusia yang malas yang kelakuannya
menyakitkan hati.; (b) kata-kata tabu dirinci lagi (1) tabu karena takut (taboo of fear) misalnya kata menaikkan harga (dapat menimbulkan
gangguan keamanan) diganti kata menyesuaikan
harga. Lalu, kata terlibat organisasi
terlarang diganti tidak bersih diri
(= berdaki) atau tidak bersih lingkungan
(= lingkungan yang kotor). Dan, kata harimau
(takut diucapkan di hutan) diganti kata nenek;
(2) tabu karena menginginkan kehalusan kata (taboo of delicacy) misalnya kata makan diganti kata bersantap
dan mencicipi, padahal berbeda maknanya;
dan (3) tabu karena ingin dikatakan sopan (taboo
of propriety) misalnya kata kencing
diganti kata buang air kecil. Kata WC, toilet, kakus diganti kata kamar kecil atau kamar belakang. Kata “Makan!”
diganti kata “Silakan makan!” atau “Silakan bersantap!”
5. Pengaruh bahasa asing. Ini terjadi disebabkan
oleh interaksi antara sesama bangsa, tak dapat dihindari. Contoh kata dari
bahasa Belanda: andil (aandeel),
dokumentasi (documentatie), insiden (incident), dan lain-lain.
6. Karena kebutuhan kata yang baru. Ini akibat
perkembangan konsep baru namun belum ada lambangnya tetapi perlu nama atau kata
baru karena bahasa adalah alat komunikasi. Contoh karena
bangsa Indonesia merasa kurang enak menggunakan kata saudara maka muncullah kata Anda.
Kata saudara pada mulanya dihubungkan
dengan orang yang sedarah dengan kita tapi kini kata saudara digunakan untuk
menyebut siapa saja.
Dari kata bui, penjara, tutupan
muncul kata lembaga pemasyarakatan.
Pada subbab (d) penulis menjelaskan
perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa
Indonesia. Bahwa Indonesia terdapat tiga kelompok bahasa, yakni bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Contoh kata seni dalam bahasa Melayu berarti air kencing, berubah makna dalam
bahasa Indonesia menjadi hasil karya yang bermutu tinggi. Selanjutnya, kata gembleng (bahasa Jawa) bermakna satu,
dipersatukan. Dalam bahasa Indonesia menggembleng
bermakna melatih dan mendidik supaya berpendirian kuat dan berhati teguh.
Disubbab (e) dipaparkan
perubahan makna akibat perubahan lingkungan. Jelaskan bahwa bahasa yang
digunakan pada lingkungan masyarakat tertentu belum tentu sama maknanya dengan
makna kata yang digunakan di lingkungan masyarakat yang lain. Misalnya, kata cetak. Bagi mereka yang bergerak dalam
bidang persuratkabaran , kata cetak selalu dihubungkan dengan kata tinta,
huruf, kertas. Tetai bagi tukang bata, kata cetak
biasanya dikaitkan dengan kegiatan membuat batu bata, mencetak batu bata
pada cetakannya. Sedangkan bagi petani, kata cetak biasanya dikaitkan dengan
usaha membuka lahan baru untuk pertanian sehingga muncul kata pencetakan sawah baru. Selanjutnya, bagi
para dokter kata cetak biasanya
dihubungkan dengan kegiatan menghasilkan uang, dan bagi para pemain sepak bola
kata cetak biasanya dikaitkan dengan
keberhasilan memasukkan bola ke gawang lawan sehingga muncul kalimat, “ Gonzales mencetak 5 gol dalam pertandingan
itu.”
Oleh
penulis, dieksposisikan pada subbab (f) mengenai perubahan makna akibat
pertukaran tanggapan indra. Alat indra sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas
tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Misalnya rasa
pahit, manis harus ditangkap oleh perasa lidah. Dalam penggunaan bahasa terjadi
kasus pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan indra lain. Rasa
pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa pada lidah,
tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam
ujaran kata-katanya cukup pedas. Pertukaran alat indra penanggap biasa
disebut dengan istilah sinestesia.
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya
‘tampak’. Contoh: (1) suaranya sedap didengar : (2)
warnanya enak dipandang. Sedap adalah
urusan indra perasa tetapi dalam contoh di atas menjadi tanggapan indra
pendengaran, enak adalah juga urusan
indra perasa tetapi dalam contoh di atas menjadi taggapan indra penglihatan
yaitu, mata.
Perubahan makna akibat
gabungan leksem atau kata terdapat pada subbab (g) di sini penulis menjelaskan
bahwa kata surat ternyata dapat
dihubungkan/ gabungkan dengan kata yang lain: surat jalan, surat jual beli,
surat kaleng, surat keterangan, surat perintah,
surat permohonan, surat sakit, surat tamat belajar, dan lain-lain. Dari leksem daya, serah, dan unjuk maka muncul paduan
leksen daya juang (dorongan atau
kekuatan untuk berjuang), unjuk rasa,
dan serah terima. Jadi, leksem atau
kata digabungkan maka maknanya berubah.
Subbab (h) memuat perubahan
makna akibat tanggapan pemakai bahasa. Setiap unsur leksikal atau kata
sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun,
karena panadangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat
maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah (peyoratif),
kurang menyenangkan, contoh kata gerombolan pengacau, gerombolan perampak,
gerombolan pencuri, gerombolan penodong (menakutkan). Di samping itu
ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi (amelioratif), atau yang
mengenakkan, contoh kata gerombolan dahulu bermakna orang yang
berkelompok atau berkerumun.
Bagian subbab (i) tentang
perubahan makna akibat asosiasi. Dijelaskan bahwa kata-kata
yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada
hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan dalam bidang
asalnya. Umpamanya kata mencatut yang
berasal dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai
makna bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka
pekerjaan yang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan
dengan mudah. Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki makna
‘memperoleh keuntungan dengan mudah melalui jual beli karcis’.
Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi
sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang
muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan
kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang
berasal dari bidang administrasi atau surat- menyurat, makna asalnya adalah
‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu
selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya
uang. Oleh karena itu, dalam kalimat beri
saja amplop maka urusan pasti beres, kata amplop di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa- apa
melainkan berisi uang sebagai sogokan. Asosiasi
antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah.
Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop
tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang.
Yang
terdapat pada bagian (j) tentang perubahan makna akibat perubahan bentuk. Di mana
didalamnya dibahas mengenai terjadi aneka bentuk perubahan akan terjadi pula
perubahan makna. Contoh dari leksem lompat
dapa diturunkan kata: berlompatan,
berlompat-lompat, dilompati, dilompatkan, melompat-lompat, pelompat, terlompa.
Perluasan
makna adalah terdapat pada subbab (k) yang menjelaskan mengenai perubahan
makna meluas yaitu gejala yang
terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai
faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya: kata saudara yang sudah disinggung di depan, pada mulanya hanya bermakna
‘seperut’ atau ‘sekandungan’. Kemudian, maknanya bisa berkembang menjadi ‘siapa
saja yang sepertalian darah’ akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
Dijelaskan pembatasan makna di
bagian subbab (l). Pembatasan atau penyempitan yang
dimaksud di sini adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya
mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada
sebuah makna saja. Contohnya: pada kata sarjana
yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti’ orang yang lulus dari
perguruan tinggi’, seperti tampak pada sarjana
sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana hukum. Betapapun pandainya seseorang
mungkin sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan suatu perguruan
tinggi, tidak bisa disebut sarjana.
Sebaliknya, betapa pun rendahnya indeks prestasi seseorang kalau dia sudah
lulus dari perguruan tinggi, dia kan disebut sarjana.
Pada bagian subbab (m) memuat
tentang melemahkan makna. Pembicaraan mengenai melemahkan makna ini kita berhadapan dengan gejala yang ditampilkannya, kata-kata, atau
bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih lemah, atau lebih
sopan dari pada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk melemahkan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa
Indonesia. misalnya: kata penjara atau
bui diganti dengan kata/ ungkapan yang maknanya
dianggap lebih lemah yaitu lembaga pemasyarakatan; di penjara atau dibui diganti menjadi dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Kata
korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan. Kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti
dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di subbab (n) ini membicarakan
tentang kekaburan makna. Di bagian ini dijelaskan bahwa jika kita meemukan kata
atau kalimat dalam media cetak susah menerka apa yang dimaksud. Berbeda ketika
kita mendengar sebuah kata atau kalimat diujarkan, kadang kita ragu maknanya
tetapi kita masih bisa menanyakan kepada lawan bicara. Sebab-sebab terjadinya
kekaburan makna: (1) sifat kata atau kalimat yang bersifat umum (generic) misalnya kata buku (senenarnya buku apa yang dimaksud)
atau pada kalimat “Ali anak Amat sakit”
(tak jelas siapa yang sakit). (2) kata atau kalimat tidak pernah homogen 100%,
maksudnya kata akan jelas maknanya jika berada di dalam kalimat dan kalimat
akan jelas maknanya jika berada di dalam konteks. Misal kata air berbeda dalam kalimat dan konteks. (3)
batas makna yang dihubungkan dengan bahasa dan yang berada di luar bahasa,
tidak jelas. Misalnya sampai dimanakah batas makna kata pandai. (4) kurang akrabnya kata yang digunakan dengan acuannya,
misalnya menjelaskan makna kata demokrasi,
politik (?). Sebab-sebab tersebut dapat dihindari: (1) penambahan unsur
segmental yang dimaksud, misalnya kata jagung
ditambah menjadi jagung muda, biji jagung.
(2) menambah unsur supra segmental (jeda, nada, atau tekanan), misalnya Ali, anak, Amat sakit (3 orang yang sakit)
dan Ali! Anak Amat, sakit (1 orang
yang sakit). (3) pembicara harus mengujarkan kata atau kalimat secara jelas dan
alat bicara harus normal.(4) konteks yang melatarbelakangi, kita tidak kuasai.
Misal Ih hanya di sini, kakak sudah lama
berangkat. (5) jika kosa kata kita kurang, apalagi kalau kata yang
digunakan tidak kita ketahui maknanya.
Diakhir bab VI buku ini
dibahas tentang lambang tetap, acuan berubah (subbab o) dan ,sebaliknya, di
subbab (p) dibahas mengenai makna tetap, lambang berubah. Dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
perkembangan bahasa kadang-kadang terdapat lambang yang tetap, acuannya
berubah. Misalnya kata pujangga,
dahulu bermakna ular, kemudian bermakna sarjana. Kini, kata tersebut masih
tetap digunakan, tetapi lebih banyak dihubungkan dengan keahlian menciptakan
roman, novel, atau puisi. Memang, dewasa ini terdapat kata sastrawan, novelis, penyair, tetapi kata pujangga belum hilang dalam pemakaian.
Dengan kata lain, lambangnya masih ada, tetapi acuannya sudah berubah. Sebab terjadinya
hal ini karena keterbatasan manusia, sedang di sisi lain manusia diburu oleh
waktu untuk harus berkomunikasi. Kemudian, sebaliknya ada maknanya tetap namun lambang berubah. Misalnya kata menyeleweng atau kata menyalahgunakan wewenang, membuat penyimpangan, adalah kata atau
urutan kata untuk mengganti kata korupsi.
Makna korupsi sama dengan makna kata menyalahgunakan wewenang. Jadi, terlihat
makna tetap dipertahankan, hnya lambang yang diubah atau diganti.
III. Komentar
Buku ini banyak memberikan sumbangsih
dalam kajian semantik. Di dalam
kajian bahasa, semantik merupakan
salah satu cabang yang cukup kompleks. Dikatakan
demikian karena makna sebagai objek kajian disamping sifatnya yang abstrak juga
menyangkut proses mental-psikologis dan tingkah laku. Di dalam
pemakaian bahasa seiring dengan perkembangan bahasa banyak sekali perubahan dan
perkembangannya. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan pola pikir manusia dan konsep-konsep yang tidak
pernah berhenti, sehingga hal
ini mengakibatkan sejumlah permasalahan yang muncul. Perubahan bahasa lazim
diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, baik itu kaidahnya direvisi,
kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan
semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik, maupun
leksikon. Pada bahasa-bahasa yang sudah mempunyai sejarah panjang tentu
perubahan-perubahan itu sudah terjadi berangsur dan bertahap. Dalam
kehidupan sehari-hari masih banyak dijumpai kesalahan-kesalahan dalam pemakaian
bahasa dan hubungannya dengan makna yang diucapkan tersebut.dalam artian
pemakaian bahasa masih kurang sesuai sehingga dapat mempengaruhi arti yang
sesungguhnya. Sering kali kita mengabaikan hal
semacam ini. Dalam
anggapan seseorang, bahasa
adalah hal yang wajar dan sudah kodrat. Sehingga
seseorang malas mempelajarinya dan masih kurang dalam mengetahui perubahan
serta pemakaian bahasa yang sesuai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu perlu adanya pembahasan secara mendalam mengenai hal ini, khususnya dalam
hal perubahan makna dan jenis-jenisnya.
Rujukan
pembanding dari buku yang dilaporkan adalah buku “Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia” karangan Ngusman Abdul Manaf diterbitkan di Jakarta penerbit Sukabina Offset, dengan tebal 173 halaman. Ngusman Abdul Manaf memulai
bukunya dengan memaparkan ke arah ruang
lingkup kajian semantik, selanjutnya Beliau menjelaskan tanda baca dan maknanya kemudian dilanjutkan dengan membahas tentang penamaan, pengistilahan, dan pendefinisian. Selanjutnya, mengenai jenis
makna dan dasar pengelompokannya. Seterusnya, tentang medan makna dan komponen
makna. Lalu, dibahas tentang relasi makna. Berikutnya dikaji mengenai
keambiguitasan dan kerancuan makna. Setelah itu, dibahas pula mengenai
perubahan makna. Terakhir, Ngusman membahas tentang diksi dan
gaya bahasa.
Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Dalam buku Ngusman tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Perkembangan dalam ilmu dan
teknologi Dalam hal ini sebuah kata yang
tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap
digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat
dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat
dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari
makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh
perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai
sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik
isinya dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif
kreatif”.
2) Perkembangan sosial dan budaya.Dalam
perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan
makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut
atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan dalam
artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap
sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini terjadi pula pada hampir
semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab
perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena dahulu pada zaman sebelum
merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan) untuk menyebut dan
menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan kata tuan atau
nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan
atau nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan sebutan bapak atau
ibu.
3. Pebedaan bidang pemakaian. Kata-kata
yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan
pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa
kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna
lain disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang
pertanian dengan segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap
sawah, tanah garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang
lain dengan makna barunya yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa
menggarap skripsi, menggarap naskah drama dan lain-lain. Dari contoh yang
diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi mempunyai arti yang tidak sama
dengan arti dalam bidang asalnya, hanya perlu diingat bahwa makna baru
kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli. Kata-kata tersebut
diunakan dalam bidang lain secara metaforis atau secara perbandingan.
Kesimpulannya makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata
yang digunakan di dalam bidang asalnya masih berada dalam poliseminya karena
makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara
makna yang satu dengan makna yang lainnya.
4. Adanya
Asosiasi. Kata-kata
yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya
masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada
idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat
penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah
berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.
Dalam contoh kata amplop dengan kata uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan
dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat,
makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan
surat, biasa pula dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena itu dalam
kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu
kata amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau
tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
5.
Pertukaran Tanggapan Indra. Dalam
penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang
satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap
dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat
indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh
lain pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu
kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada
kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa
disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun
artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia
secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain
terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak
dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya manis, kedengarannya memang nikmat
dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
6. Proses
Gramatikal. Proses
gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan menyebabkan pula
terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan
perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses
gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
7.
Pengembangan Istilah. Salah satu
upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan
memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru
baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada
kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi
istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau
saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.
Dalam buku ini diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa
Indonesia. Berikut pemaparannya :
1. Perubahan
Meluas. Yang
dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau
leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena
berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna
ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga
dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil
perluasan makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada
hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya
mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang berkembang menjadi
bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang
sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun
orang tersebut dapat disebut saudara.
2. Perubahan Menyempit. Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
2. Perubahan Menyempit. Perubahan menyempit merupakan suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3. Perubahan Total. Yang
dimaksud perubahan. total yaitu
suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna
asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut
pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali.
Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang
digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus
seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
4. Penghalusan (ufemia). Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
4. Penghalusan (ufemia). Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5. Pengasaran (disfemia). Pengasaran
yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau
bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran
ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan
jengkel. Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan,
kata mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.
Buku yang
dikarang ini lengkap
dan terdeskripsi dengan baik, begitulah kesan kita membaca buku yang berjudul “Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia” ini di setiap akhir bab terdapat soal-soal pertanyaan sehingga untuk pembaca dapat lebih memahami materi yang
dimaksudkan. Kemudian pembahasan materi bab demi bab disusun dalam sistematika penjelasan
bahasa yang sederhana dari hal-hal pengatar hingga ke pokok materi yang
sebenar-sebenarnya dan disertai dengan contoh-contoh sehingga membantu
kita dalam memahami isi buku ini. Agar lebih
mantap lagi dalam memahami isi buku ini maka pembaca diharuskan memahami
betul-betul istilah-istilah yang ada dalam isi buku tersebut. Kalau ditinjau
dari segi kelemahannya, pertama,
dilihat dari segi cover buku ini
kurang menarik sehingga mengurangi nilai estetikanya. Kedua, dilihat dari ilustrasinya
(gambar) sepertinya masih minim (sedikit) dengan apa
yang dituliskan Ngusman.
IV. Penutup
Makna sebagai unsur bahasa merupakan
salah satu unsur yang memiliki potensi untuk berubah karena makna
berkaitan dengan konsep-konsep dan pikiran manusia yang tidak pernah berhenti.
Perubahan makna terjadi dipengaruhi oleh beberapa sebab serta terdapat berbagai
jenis perubahan makna diantaranya yaitu,meluas menyempit,perubahan
total,membaik, memburuk. Adapun
pandangan saya tentang perubahan makna pada laporan bacaan ini adalah sebagai
berikut.
1.
Bahwasanya
hakikat perubahan makna adalah sebagai hasil asosisi antara
kata-kata yang
diisolasikan (berdiri sendiri).
2.
Sebab-sebab
perubahan makna yaitu perkembangan dalam ilmu teknologi,
sosial dan budaya,
perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran
tanggapan indera,
perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses
gramatikal, dan
pengembangan istilah.
3.
Jenis perubahan makna yaitu perubahan meluas,
perubahan menyempit,
perubahan total,
penghalusan, dan pengasaran.
4.
Faktor yang memudahkan perubahan makna yaitu
faktor kebahasaan,
kesejarahan, sosial, psikologi,
pengaruh bahasa asing dan kebutuhan kata
yang baru.
Semantik
merupakan cabang linguistik yang penting dipelajari. Dengan mempelajari
semantik, kita akan tahu tentang makna-makna bahasa, karena semantik adalah
ilmu yang mempelajari tentang makna.
Saya menyarankan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya
dan mahasiswa pada jurusan kebahasaan terutama bahasa Indonesia, hendaknya di
zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita
cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.
Kelemahan
buku ini seperti pengakuan penulis pada kata pengantar yang menyatakan buku ini
masih ada kekurangan dan masih jauh dari harapan dan kesempurnaan, kalau
ditinjau dari pernyataan penulis memang benar tak ada gading yang tak retak,
kelemahan buku ini terletak pada tidak dilengkapi dengan biodata penulis
sehingga pembaca tidak mendapatkan informasi tentang penulis dan karya
yang lainnya, walaupun begitu dari segi mutu dan cetakannya sudah baik.
_________________________
DAFTAR PUSTAKA
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Manaf,
Ngusma Abdul. . Semantik (Teori dan
Terapannya dalam Bahasa Indonesia).
Jakarta: Sukabina Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar