Selasa, 04 Juni 2013

SEMANTIK: PERUBAHAN MAKNA DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA (LAPORAN HASIL RESUME)



Perubahan Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya
(Sebagai Tugas Individu Mata Kuliah Semantik-Pragmatik)

Dosen Pembimbing : Dr. Novia Juita, M.Hum










Disusun oleh:

MISDIANTO
NIM 1209077






PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, penulis masih diberikan-Nya kesabaran dan ketabahan dalam menyelesaikan tugas laporan bacaan ini tepat pada waktunya yang telah ditentukan. Adapun penulis mengangkat judul tugas laporan bacaan ini dengan judul Perubahan Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya.
            Tujuan dari penyusunan tugas laporan bacaan ini adalah hendak memenuhi tugas mata kuliah semantik-pragmatik yang telah diberikan dosen pembimbing, Dr. Novia Juita, M.Hum,  agar kami lebih memahami materi-materi perkuliahan. Tugas mata kuliah ini adalah nomor-nomor yang dipilih oleh dosen pembimbing untuk dikerjakan oleh mahasiswa secara individu dan didiskusikan/ dipresentasikan dalam satu kelompok. Penulis mendapat topik nomor enam untuk tugas laporan bacaan. Topik-topik itu, secara lengkap, adalah:
(1)   Panamaan, Pendefinisian, dan Pengklasifikasian;
(2)   Relasi Makna (Homonimi, Homofoni, Hiponimi, Meronimi, Sinonimi, dan
Antonimi/ Oposisi);
(3)   Medan Makna, Set dan Kolokasi
(4)   Komponen Makna
(5)   Ketaksaan, Keambiguitasan, dan Redundansi.
(6)   Perubahan Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya.
 Sebelumnya penulis menyadari bahwa di dalam tugas laporan bacaan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam tulisan yang dibuat oleh penulis, untuk itu penulis meminta maaf.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih dan mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun tugas laporan bacaan penulis demi penyempurnaan dan perbaikan tugas laporan bacaan ini selanjutnya. Semoga tugas laporan bacaan ini bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin!
                                                                           Pekanbaru,  Juni 2013
                                                                                     Penulis,


                                                                                     Misdianto
                                                                                     NIM 1209077

DAFTAR ISI



Kata Pengantar     ……….…………………………………………………………….......... ii
Daftar Isi     ……….……………………………………………………………………....... iii

A.   Pendahuluan .................................................................................................................... 4
B.   Laporan Bagian Buku   ...……………………………………………………………....  5
C.   Komentar   ……………………………... ………………………………………...........13
D.   Penutup  …………………...……………………………………………………………18

Daftar Pustaka  .…………. ……………………………………………………………........19































Perubahan Makna dan Faktor-Faktor Penyebabnya


I.    Pendahuluan
              Berdasarkan hasil bacaan, penulis menyampaikan bahwa identitas buku yang dilaporkan adalah sebagai berikut.
  Judul Buku                                           :   Semantik Leksikal
  Pengarang                                             :   Prof. Dr. Mansoer Pateda
  Penerbit                                                            :   PT Rineka Cipta
  Kota                                                      :   Jakarta
  Tahun Terbit                                         :   Februari 2001
  Cetakan/ Edisi                                      :   Kedua
  ISBN                                                    :   979-518-841-0
  Tebal Buku                                           :   xii­+300 halaman
  Garis Besar Isi Buku                            :   kata pengantar + BAB I hingga BAB VIII+
                                                                      daftar kepustakaan
            Detailnya, sesuai daftar isi, sebagai berikut.
            Buku ini terdiri atas delapan bab. Pada bab pertama yaitu pendahuluan yang berisikan tentang: pengantar; istilah semantik; pengertian semantik; semantik dalam linguistik; semantik dan disiplin ilmu lain; deskripsi semantik; sedikit tentang studi semantik di Indonesia; semantik dan lingkupannya; semantik dalam kajian buku ini; dan tujuan mempelajari semantik  . Pada bab kedua yaitu kedudukan semantik dalam semiotik yang berisikan mengenai: pengantar; pengertian; dan aneka semiotik. Kemudian, pada bab ketiga yaitu aspek-aspek semantik yang terdiri dari: pengantar; kata sebagai satuan semantik; konsep; tanda; lambang; perbedaan antara tanda dan lambang; acuan; hubungan antara konsep, lambang, dan acuan; penamaan; dan jenis-jenis semantik. Pada bab keempat yaitu membahas tentang makna yang memuat: pengantar; istilah makna; batasan makna; pendekatan makna; aspek-aspek makna; dan jenis makna. Selanjutnya, pada bab kelima memuat: makna dalam kata, isinya terdiri dari pengantar; batasan kata; bentuk kata; makna dalam leksem; makna paduan leksem; makna kata bebas; bentuk yang mengakibatkan makna; makna kata berimbuhan; makna kata berulang; makna kata majemuk; makna kata terikat konteks kalimat; makna akronim; makna singkatan; dan makna bentuk yang diplesetkan. Kemudian, bab keenam tentang perubahan makna, yang terdiri dari: pengantar; lingkupan; faktor yang memudahkan perubahan makna; perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia; perubahan makna akibat perubahan lingkungan; perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra; perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata; perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa; perubahan makna akibat asosiasi; perubahan makna akibat perubahan bentuk; perluasan makna; pembatasan makna; melemahkan makna; kekaburan makna; lambang tetap, acuan berubah; dan makna tetap, lambang berubah. Lalu, pada bab ketujuh tentang sekitar kita, yang dibagi lagi mengenai: pengantar; pengertian; jenis ambiguitas; antonimi; hiponimi; homonimi; polisemi; sinonimi; bentuk bermakna jelas dan yang bermakna kabur; makna dalam peribahasa dan ungkapan; makna dalam gaya bahasa; hubungan makna; makna dalam pemakaian; dan medan makna. Terakhir, pada bab kedelapan tentang komponen makna, memuat tentang: pengantar; pembeda makna; urutan hubungan antara komponen; komponen penjelas; langkah-langkah menganalisis komponen diagnostik; beberapa kesulitan menganalisis komponen makna; prosedur menganalisis komponen makna; indikator kemampuan memahami makna; dan catatan penutup.
   Bab/  Topik yang Dilaporkan  :   BAB VI  Perubahan Makna (Halaman                                                                             158-199)                 

II.   Laporan Bacaan tentang Bagian Buku (BAB VI)
            Bab yang saya laporkan dalam laporan bacaan ini yaitu bab VI tentang perubahan makna. Dalam buku ini penulis memaparkan pada subbab-subbab. Pada subbab (a) di bagian pengantar, penulis menjelaskan bahwa bahasa berkembang terus sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Maka pemakaian kata dan kalimat  berkembang pula, misalnya kebutuhan kosakata dapat bertambah atau berkurang. Kalau sudah bicara tentang kualitas kata, ini berarti sudah masuk ke kajian makna. Bahasa sebagai alat komunikasi manusia, maka makna akan mengalami perkembangan yang disebut perubahan makna.
            Di bagian lingkupan subbab (b), penulis memaparkan bahwa perubahan makna menyangkut banyak hal, meliputi: pelemahan, pembatasan, penggantian, penggeseran, perluasan, dan kekaburan makna. Selain itu, juga  perubahan makna dari bahasa lain (dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia), perubahan makna akibat perubahan lingkungan, perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra, perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata, perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa, perubahan makna akibat asosiasi pemakai bahasa. Juga faktor-faktor yang memudahkan perubahan makna dan mengapa terjadi perubahan makna. Setelah itu, dalam kehidupan, makna dikaitkan dengan lambang dan acuan.  Kadang terjadi lambangnya tetap tetapi acuannya berubah. Atau, sebaliknya, maknanya tetap tetapi lambangnya yang berubah.
            Faktor yang memudahkan perubahan/ pergeseran makna, terdapat pada subbab (c), menurut penulis ada tiga sebab.
1.      Faktor kebetulan.   Contoh:
Makna Dahulu
Makna Kini
-   rawan = muda, lembut      
     misalnya: tulang rawan

-   kontestan = pemilihan
                        perempuan cantik
-   rawan = kekurangan
    misalnya: rawan perampokan,
    rawan pencurian, daerah rawan.
-   kontestan = (?) calon peserta
    misalnya: kontestan pemilu
2.      Faktor kebutuhan baru. Contoh:
Makna Dahulu
Makna Kini
-   berlayar = menggunakan perahu
     layar untuk bepergian melalui
     laut
-   berlayar = bepergian dengan  
     kapal laut dan pesawat terbang
     tetapi tidak menggunakan layar
3.      Faktor tabu. Contoh:
Makna Dahulu
Makna Kini
ketika orang sedang makan, berpantangan mengucapkan:
-   kakus = (terbayang menjijikkan)
-   harimau = binatang buas di
    Hutan
ketika orang sedang makan:
-   kakus diganti dengan kamar
     belakang atau kamar kecil
-   harimau =  diganti dengan nenek
    (diucapkan takut bertemu
      harimau betulan)

            Berbeda menurut Ulmann (1972:192-197), bahwa faktor-faktor yang memudahkan perubahan/ pergeseran makna yaitu:
1.      Bahasa itu berkembang, atau bahasa itu diturunkan dari generasi ke generasi. Contoh: kata juara dulu bermakna orang yang memimpin penyambungan ayam, kini bermakna orang yang mendapat peringkat dalam perlombaan.
2.      Makna itu sendiri kabur, samar-samar maknanya. Contoh: kata alot bermakna liat, tidak mudah putus, (dialek Jakarta berarti keras, kenyal), (bahasa Jawa berarti liat). Makna tidak sesuai (samar-samar) untuk kata tanah liat. Kini bermakna lambat, pelan (misalnya Pembahasan rancangan undang-undang itu alot).
3.      Kelihatan motivasi (loos of motivation). Contoh:  kata ajang bermakna tempat untuk makan (misalnya piring), kini bermakna bukan untuk makan (misalnya ajang pertempuran).
4.      Adanya kata-kata yang bermakna ganda (polysemy) Contoh: kata lempung bermakna ringan/ lunak dan mudah patah (misalnya kayu);  lemah sekali; tidak berguna sedikit pun.
5.      Dalam konteks yang membinggungkan (in ambiguous contexts). Contoh: Kucing makan tikus mati.
6.      Struktur kosa kata. Maksudnya, Dalam perkembangan kosa kata, ada kata baru dan ada pula kata yang hanya berubah maknanya saja.
            Adapun faktor-faktor penyebab  perubahan makna (Ullmann, 1972:198-210) sebagai berikut.
1.      Faktor kebahasaan  (linguistic causes). Ini berkaitan dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Contohnya: dahulu kata sahaya berati budak, tetapi kini berarti saya. Lalu, berbeda kalimat Ali memukul Adi dengan Ali dipukul Adi.
2.      Faktor kesejarahan (historical causes) terdiri dari: (a) faktor objek misalnya asal kata wanita dari kata betina (untuk hewan: ayam betina) kemudian menjadi kata batina lalu watina (fonem /b/→fonem /w/) dan menjadi kata wanita padanannya perempuan. Jadi wanita tidak bisa disepadankan dengan hewan lagi tetapi dengan objek; (b) faktor institusi misalnya kata rukun dahulu bermakna kerukunan antara warga, antar tetangga-tetangga/ antar warga-warga. Kini pengertiannya sudah meluas, untuk institusi resmi; (c) faktor ide misalnya kata simposium dahulu bermakna untuk bergembira (minum, makan, berdansa), kini bermakna pertemuan ilmiah; dan (d) faktor konsep ilmiah misalnya kata volt dahulu dikaitkan dengan sang penemunya, Allessandro Voltas. Kini lebih ditekankan maknanya pada satuan potensial listrik yang diperlukan untuk mengalirkan satu ampere arus listrik melalui satu ohm (misal dalam kalimat Voltase aliran listrik di rumahmu harus ditambah).
3.      Faktor sosial (social causes). Ini dikaitkan dengan perkembangan makna kata dalam masyarakat. Contoh: kata gerombolan makna dahulu  orang yang berkumpul atau kerumunan orang, kini berarti pemberontak atau pengacau.
4.      Faktor psikologis (psychological causes) terdiri dari: (a) faktor emotif (emotif factor) misalnya kata bangsat dahulu dikaitkan dengan binatang yang biasa menggigit jika kita duduk di kursi rotan karena binatang itu hidup di sela-sela anyaman rotan, kini maknanya manusia yang malas yang kelakuannya menyakitkan hati.; (b) kata-kata tabu dirinci lagi (1) tabu karena takut (taboo of fear) misalnya kata menaikkan harga (dapat menimbulkan gangguan keamanan) diganti kata menyesuaikan harga. Lalu, kata terlibat organisasi terlarang diganti tidak bersih diri (= berdaki) atau tidak bersih lingkungan (= lingkungan yang kotor). Dan, kata harimau (takut diucapkan di hutan) diganti kata nenek; (2) tabu karena menginginkan kehalusan kata (taboo of delicacy) misalnya kata makan diganti kata bersantap dan mencicipi, padahal berbeda maknanya; dan (3) tabu karena ingin dikatakan sopan (taboo of propriety) misalnya kata kencing diganti kata buang air kecil. Kata WC, toilet, kakus diganti kata kamar kecil atau kamar belakang. Kata “Makan!” diganti kata “Silakan makan!” atau “Silakan bersantap!”
5.      Pengaruh bahasa asing. Ini terjadi disebabkan oleh interaksi antara sesama bangsa, tak dapat dihindari. Contoh kata dari bahasa Belanda: andil (aandeel), dokumentasi (documentatie), insiden (incident), dan lain-lain.
6.      Karena kebutuhan kata yang baru. Ini akibat perkembangan konsep baru namun belum ada lambangnya tetapi perlu nama atau kata baru karena bahasa adalah alat komunikasi. Contoh karena bangsa Indonesia merasa kurang enak menggunakan kata saudara maka muncullah kata Anda. Kata saudara pada mulanya dihubungkan dengan orang yang sedarah dengan kita tapi kini kata saudara digunakan untuk menyebut siapa saja. Dari kata bui, penjara, tutupan muncul kata lembaga pemasyarakatan.
      Pada subbab (d) penulis menjelaskan perubahan makna dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Bahwa Indonesia terdapat tiga kelompok bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Contoh kata seni dalam bahasa Melayu berarti air kencing, berubah makna dalam bahasa Indonesia menjadi hasil karya yang bermutu tinggi. Selanjutnya, kata gembleng (bahasa Jawa) bermakna satu, dipersatukan. Dalam bahasa Indonesia menggembleng bermakna melatih dan mendidik supaya berpendirian kuat dan berhati teguh.
      Disubbab (e) dipaparkan perubahan makna akibat perubahan lingkungan. Jelaskan bahwa bahasa yang digunakan pada lingkungan masyarakat tertentu belum tentu sama maknanya dengan makna kata yang digunakan di lingkungan masyarakat yang lain. Misalnya, kata cetak. Bagi mereka yang bergerak dalam bidang persuratkabaran , kata cetak selalu dihubungkan dengan kata tinta, huruf, kertas. Tetai bagi tukang bata, kata cetak biasanya dikaitkan dengan kegiatan membuat batu bata, mencetak batu bata pada cetakannya. Sedangkan bagi petani, kata cetak biasanya dikaitkan dengan usaha membuka lahan baru untuk pertanian sehingga muncul kata pencetakan sawah baru. Selanjutnya, bagi para dokter kata cetak biasanya dihubungkan dengan kegiatan menghasilkan uang, dan bagi para pemain sepak bola kata cetak biasanya dikaitkan dengan keberhasilan memasukkan bola ke gawang lawan sehingga muncul kalimat, “ Gonzales mencetak 5 gol dalam pertandingan itu.”
Oleh penulis, dieksposisikan pada subbab (f) mengenai perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indra. Alat indra sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Misalnya rasa pahit, manis harus ditangkap oleh perasa lidah. Dalam penggunaan bahasa terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indra yang satu dengan indra lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas.  Pertukaran alat indra penanggap biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun  artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘tampak’. Contoh: (1)  suaranya sedap didengar : (2)      warnanya enak dipandang. Sedap adalah urusan indra perasa tetapi dalam contoh di atas menjadi tanggapan indra pendengaran, enak adalah juga urusan indra perasa tetapi dalam contoh di atas menjadi taggapan indra penglihatan yaitu, mata.
            Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata terdapat pada subbab (g) di sini penulis menjelaskan bahwa kata surat ternyata dapat dihubungkan/ gabungkan dengan kata yang lain: surat jalan, surat jual beli, surat kaleng, surat keterangan, surat perintah, surat permohonan, surat sakit, surat tamat belajar, dan lain-lain. Dari leksem daya, serah, dan unjuk  maka muncul paduan leksen daya juang (dorongan atau kekuatan untuk berjuang), unjuk rasa, dan serah terima. Jadi, leksem atau kata digabungkan maka maknanya berubah.
            Subbab (h) memuat perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa. Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun, karena panadangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah (peyoratif), kurang menyenangkan, contoh kata gerombolan pengacau, gerombolan perampak, gerombolan pencuri, gerombolan penodong (menakutkan). Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi (amelioratif), atau yang mengenakkan, contoh kata gerombolan dahulu bermakna orang yang berkelompok atau berkerumun.
Bagian subbab (i) tentang perubahan makna akibat asosiasi. Dijelaskan bahwa kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan dalam bidang asalnya. Umpamanya kata mencatut yang berasal dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunakan catut ini maka pekerjaan yang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcis akan memiliki makna ‘memperoleh keuntungan dengan mudah melalui jual beli karcis’.
Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat- menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu, dalam kalimat beri saja amplop maka urusan pasti beres, kata amplop di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa- apa melainkan berisi uang sebagai sogokan. Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah. Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimaksud adalah isinya, yaitu uang.
Yang terdapat pada bagian (j) tentang perubahan makna akibat perubahan bentuk. Di mana didalamnya dibahas mengenai terjadi aneka bentuk perubahan akan terjadi pula perubahan makna. Contoh dari leksem lompat dapa diturunkan kata: berlompatan, berlompat-lompat, dilompati, dilompatkan, melompat-lompat, pelompat, terlompa.
Perluasan makna adalah terdapat pada subbab (k) yang menjelaskan mengenai perubahan makna meluas yaitu gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya: kata saudara yang sudah disinggung di depan, pada mulanya hanya bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandungan’. Kemudian, maknanya bisa berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’ akibatnya, anak paman pun disebut saudara.
Dijelaskan pembatasan makna di bagian subbab (l). Pembatasan atau penyempitan yang dimaksud di sini adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Contohnya: pada kata sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti’ orang yang lulus dari perguruan tinggi’, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana hukum. Betapapun pandainya seseorang mungkin sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan suatu perguruan tinggi, tidak bisa disebut sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi, dia kan disebut sarjana.
Pada bagian subbab (m) memuat tentang melemahkan makna. Pembicaraan mengenai melemahkan makna ini kita berhadapan dengan gejala yang ditampilkannya, kata-kata, atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih lemah, atau lebih sopan dari pada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk melemahkan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. misalnya: kata penjara atau  bui  diganti dengan kata/ ungkapan yang maknanya dianggap lebih lemah yaitu lembaga pemasyarakatan; di penjara atau dibui diganti menjadi dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Kata  korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan. Kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di subbab (n) ini membicarakan tentang kekaburan makna. Di bagian ini dijelaskan bahwa jika kita meemukan kata atau kalimat dalam media cetak susah menerka apa yang dimaksud. Berbeda ketika kita mendengar sebuah kata atau kalimat diujarkan, kadang kita ragu maknanya tetapi kita masih bisa menanyakan kepada lawan bicara. Sebab-sebab terjadinya kekaburan makna: (1) sifat kata atau kalimat yang bersifat umum (generic) misalnya kata buku (senenarnya buku apa yang dimaksud) atau pada kalimat “Ali anak Amat sakit” (tak jelas siapa yang sakit). (2) kata atau kalimat tidak pernah homogen 100%, maksudnya kata akan jelas maknanya jika berada di dalam kalimat dan kalimat akan jelas maknanya jika berada di dalam konteks. Misal kata air berbeda dalam kalimat dan konteks. (3) batas makna yang dihubungkan dengan bahasa dan yang berada di luar bahasa, tidak jelas. Misalnya sampai dimanakah batas makna kata pandai. (4) kurang akrabnya kata yang digunakan dengan acuannya, misalnya menjelaskan makna kata demokrasi, politik (?). Sebab-sebab tersebut dapat dihindari: (1) penambahan unsur segmental yang dimaksud, misalnya kata jagung ditambah menjadi jagung muda, biji jagung. (2) menambah unsur supra segmental (jeda, nada, atau tekanan), misalnya Ali, anak, Amat sakit (3 orang yang sakit) dan Ali! Anak Amat, sakit (1 orang yang sakit). (3) pembicara harus mengujarkan kata atau kalimat secara jelas dan alat bicara harus normal.(4) konteks yang melatarbelakangi, kita tidak kuasai. Misal Ih hanya di sini, kakak sudah lama berangkat. (5) jika kosa kata kita kurang, apalagi kalau kata yang digunakan tidak kita ketahui maknanya.
Diakhir bab VI buku ini dibahas tentang lambang tetap, acuan berubah (subbab o) dan ,sebaliknya, di subbab (p) dibahas mengenai makna tetap, lambang berubah. Dalam kehidupan sehari-hari dan dalam perkembangan bahasa kadang-kadang terdapat lambang yang tetap, acuannya berubah. Misalnya kata pujangga, dahulu bermakna ular, kemudian bermakna sarjana. Kini, kata tersebut masih tetap digunakan, tetapi lebih banyak dihubungkan dengan keahlian menciptakan roman, novel, atau puisi. Memang, dewasa ini terdapat kata sastrawan, novelis, penyair, tetapi kata pujangga belum hilang dalam pemakaian. Dengan kata lain, lambangnya masih ada, tetapi acuannya sudah berubah. Sebab terjadinya hal ini karena keterbatasan manusia, sedang di sisi lain manusia diburu oleh waktu untuk harus berkomunikasi. Kemudian, sebaliknya ada maknanya tetap  namun lambang berubah. Misalnya kata menyeleweng atau kata menyalahgunakan wewenang, membuat penyimpangan, adalah kata atau urutan kata untuk mengganti kata korupsi. Makna korupsi sama dengan makna kata menyalahgunakan wewenang. Jadi, terlihat makna tetap dipertahankan, hnya lambang yang diubah atau diganti.
III.   Komentar
Buku ini banyak memberikan sumbangsih dalam kajian semantik. Di dalam kajian bahasa, semantik merupakan salah satu cabang yang cukup kompleks. Dikatakan demikian karena makna sebagai objek kajian disamping sifatnya yang abstrak juga menyangkut proses mental-psikologis dan tingkah laku. Di dalam pemakaian bahasa seiring dengan perkembangan bahasa banyak sekali perubahan dan perkembangannya. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pola pikir manusia dan konsep-konsep yang tidak pernah berhenti, sehingga hal ini mengakibatkan sejumlah permasalahan yang muncul. Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, baik itu kaidahnya direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon. Pada bahasa-bahasa yang sudah mempunyai sejarah panjang tentu perubahan-perubahan itu sudah terjadi berangsur dan bertahap. Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak dijumpai kesalahan-kesalahan dalam pemakaian bahasa dan hubungannya dengan makna yang diucapkan tersebut.dalam artian pemakaian bahasa masih kurang sesuai sehingga dapat mempengaruhi arti yang sesungguhnya. Sering kali kita mengabaikan hal semacam ini. Dalam anggapan seseorang, bahasa adalah hal yang wajar dan sudah kodrat. Sehingga seseorang malas mempelajarinya dan masih kurang dalam mengetahui perubahan serta pemakaian bahasa yang sesuai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu adanya pembahasan secara mendalam mengenai hal ini, khususnya dalam hal perubahan makna dan jenis-jenisnya.  
Rujukan pembanding dari buku yang dilaporkan adalah buku “Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia” karangan Ngusman Abdul Manaf diterbitkan di Jakarta penerbit Sukabina Offset, dengan tebal 173 halaman. Ngusman Abdul Manaf memulai bukunya dengan memaparkan ke arah ruang lingkup kajian semantik, selanjutnya Beliau menjelaskan tanda baca dan maknanya kemudian dilanjutkan dengan membahas tentang penamaan, pengistilahan, dan pendefinisian. Selanjutnya, mengenai jenis makna dan dasar pengelompokannya. Seterusnya, tentang medan makna dan komponen makna. Lalu, dibahas tentang relasi makna. Berikutnya dikaji mengenai keambiguitasan dan kerancuan makna. Setelah itu, dibahas pula mengenai perubahan makna. Terakhir, Ngusman membahas tentang diksi dan gaya bahasa.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Dalam buku Ngusman tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1)   Perkembangan dalam ilmu dan teknologi Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Sebagai contoh perubahan makna kata sastra dari makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra yang tadinya “bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya” menjadi berarti “karya yang bersifat imaginatif kreatif”.
2)  Perkembangan sosial dan budaya.Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Hal ini terjadi pula pada hampir semua kata atau istilah perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, adik . Penyebab perubahan makna ini dimungkinkan disebabkan karena dahulu pada zaman sebelum merdeka (dan juga beberapa tahun setelah kemerdekaan) untuk menyebut dan menyapa orang yang lebih tinggi status sosialnya digunakan kata tuan atau nyonya. Kemudian setelah kemerdekaan dan timbulnya kesadaran bahwa sebutan tuan atau nyonya berbau kolonial sehingga kia menggantinya dengan sebutan bapak atau ibu.
3.  Pebedaan bidang pemakaian. Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru, atau makna lain disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya seperti tampak pada frase menggarap sawah, tanah garapan dan sebagainya, kini banyak digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna barunya yang berarti mengerjakan seperti tampak pada frasa menggarap skripsi, menggarap naskah drama dan lain-lain. Dari contoh yang diuraikan maka kata-kata tersebut bisa jadi mempunyai arti yang tidak sama dengan arti dalam bidang asalnya, hanya perlu diingat bahwa makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli. Kata-kata tersebut diunakan dalam bidang lain secara metaforis atau secara perbandingan. Kesimpulannya makna kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang asalnya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dengan makna yang lainnya.
4. Adanya Asosiasi. Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Dalam contoh kata amplop dengan kata uang terjadi asosiasi yaitu berkenaan dengan wadah. Kata amplop berasal dari bidang administrasi atau surat menyurat, makna asalnya adalah sampul surat. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, biasa pula dimasukkan benda lain seperti uang. Oleh karena itu dalam kalimat “ Berikan dia amplop biar urusanmu cepat selesai”. Dalam kalimat itu kata amplop bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
5. Pertukaran Tanggapan Indra. Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas. Contoh lain pada kata kasar yang seharusnya ditanggap oleh alat indera peraba yaitu kulit namun bisa juga ditanggap oleh alat indera penglihatan mata seperti pada kalimat Tingkah lakunya kasar. Pertukaran alat indera penanggap ini biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Dalam pemakaian bahasa Indonesia secara umum banyak sekali terjadi gejala sinestesia ini. Contoh yang lain terjadi pada beberapa frase yaitu suaranya sedap didengar, warnanya enak dipandang, suaranya berat sekali, bentuknya manis, kedengarannya memang nikmat dan masih banyak contoh-contoh yang lain.
6. Proses Gramatikal. Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan   komposisi akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna gramatikal.
7. Pengembangan Istilah. Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.
    
      Dalam buku ini diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut pemaparannya :
1. Perubahan Meluas. Yang dimaksud perubahan yang meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya dengan makna asalnya. Seperti pada kata saudara yang dahulu hanya mempunyai satu makna yaitu seperut atau sekandungan sekarang berkembang menjadi bermakna lebih dari satu. Dan mempunyai makna lain yaitu siapa saja yang sepertalian darah. Lebih jauh lagi sekarang kata saudara bermakna siapapun orang tersebut dapat disebut saudara.


2. Perubahan Menyempit
. Perubahan menyempit merupakan suatu gejala    yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna saja. Kata sarjana yang pada mulanya berarti orang pandai atau cendekiawan dan sekarang kata itu hanya memiliki sebuah makna saja yaitu orang yang lulus dari perguruan tinggi. Sehingga sepandai apapun seseorang sebagai hasil dari belajar sendiri, kalau bukan tamatan perguruan tinggi maka tidak bisa disebut sebagai sarjana. Sebaliknya serendah berapapun indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi dia akan disebut sebagai sarjana.
3. Perubahan Total. Yang dimaksud perubahan. total yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh sekali. Sebagai contoh kata seni yang mulanya bermakna air seni atau kencing sekarang digunakan sebagai istilah untuk sebuah karya atau ciptaan yang bernilai halus seperti seni lukis, seni tari, seni suara.
4. Penghalusan (ufemia)
. Penghalusan dalam perubahan makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara diganti dengan istilah lembaga pemasyarakatan, pemecatan diganti dengan istilah pemutusan hubungan kerja, babu diganti dengan istilah pembantu rumah tangga.
5. Pengasaran (disfemia). Pengasaran yang dimaksud adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel. Seperti pada kata menjebloskan untuk menggantikan kata memasukkan, kata mendepak untuk menggantikan kata mengeluarkan dan sebagainya.

Buku yang dikarang ini lengkap dan terdeskripsi dengan baik, begitulah kesan kita membaca buku yang berjudul “Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia” ini di setiap akhir bab terdapat soal-soal pertanyaan  sehingga untuk pembaca dapat lebih memahami materi yang dimaksudkan. Kemudian pembahasan materi bab demi bab disusun dalam sistematika penjelasan bahasa yang sederhana dari hal-hal pengatar hingga ke pokok materi yang sebenar-sebenarnya dan disertai dengan contoh-contoh sehingga membantu kita dalam memahami isi buku ini. Agar lebih mantap lagi dalam memahami isi buku ini maka pembaca diharuskan memahami betul-betul istilah-istilah yang ada dalam isi buku tersebut. Kalau ditinjau dari segi kelemahannya, pertama, dilihat dari segi cover buku ini kurang menarik sehingga mengurangi nilai estetikanya. Kedua, dilihat dari ilustrasinya (gambar) sepertinya masih minim (sedikit) dengan apa yang dituliskan Ngusman.

IV.   Penutup
               Makna sebagai unsur bahasa merupakan salah satu unsur yang memiliki potensi untuk berubah karena makna berkaitan dengan konsep-konsep dan pikiran manusia yang tidak pernah berhenti. Perubahan makna terjadi dipengaruhi oleh beberapa sebab serta terdapat berbagai jenis perubahan makna diantaranya yaitu,meluas menyempit,perubahan total,membaik, memburuk.  Adapun pandangan saya tentang perubahan makna pada laporan bacaan ini adalah sebagai berikut.
1.            Bahwasanya hakikat perubahan makna adalah sebagai hasil asosisi antara
          kata-kata yang diisolasikan (berdiri sendiri).
2.            Sebab-sebab perubahan makna yaitu perkembangan dalam ilmu teknologi,
          sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran
          tanggapan indera, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses
          gramatikal, dan pengembangan istilah.
3.             Jenis perubahan makna yaitu perubahan meluas, perubahan menyempit,
          perubahan total, penghalusan, dan pengasaran.
4.             Faktor yang memudahkan perubahan makna yaitu faktor kebahasaan,
           kesejarahan, sosial, psikologi, pengaruh bahasa asing dan kebutuhan kata
          yang baru.
               Semantik merupakan cabang linguistik yang penting dipelajari. Dengan mempelajari semantik, kita akan tahu tentang makna-makna bahasa, karena semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.
               Saya menyarankan kepada masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada jurusan kebahasaan terutama bahasa Indonesia, hendaknya di zaman yang serba berubah ini kita lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam bidang bahasa Indonesia. Kita harus melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Perubahan yang terjadi perlu kita cermati dengan baik agar keaslian bahasa Indonesia tetap terjaga.
               Kelemahan buku ini seperti pengakuan penulis pada kata pengantar yang menyatakan buku ini masih ada kekurangan dan masih jauh dari harapan dan kesempurnaan, kalau ditinjau dari pernyataan penulis memang benar tak ada gading yang tak retak, kelemahan buku ini terletak pada tidak dilengkapi dengan biodata penulis sehingga pembaca  tidak mendapatkan informasi tentang penulis dan karya yang lainnya, walaupun begitu dari segi mutu dan cetakannya sudah baik.


_________________________

DAFTAR PUSTAKA

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik  Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Manaf, Ngusma Abdul.   . Semantik (Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia).
               Jakarta:  Sukabina Offset.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar