LAPORAN BACAAN (RESEARCH
REPORT)
Diserahkan
Sabtu, 11 Mei 2013
(Penelitian Kualitatif)
Disusun oleh:
MISDIANTO
NIM 1209077
Mahasiswa PPs
Universitas Negeri Padang
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
2013
Wanita, Antara Polemik dan Problematika
Dilaporkan
Kembali oleh:
MISDIANTO
NIM 1209077
Mahasiswa
PPs Universitas Negeri Padang
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pendahuluan
Tesis yang berjudul “Citra Wanita dalam Cerita Rakyat Jambi”,
ditulis oleh Nazurty dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 45869. Laporan hasil
penelitian tersebut untuk memenuhi sebahagian persyaratan dalam mendapatkan
gelar Magister Pendidikan (M.Pd). Selama
penyelesaian penelitiannya, dibimbing langsung oleh dosen ahli yaitu Prof. Dr.
Hasanuddin WS, M. Hum sebagai pembimbing pertama dan Prof. Dr. Amir Hakim Usman
sebagai pembimbing kedua. Mahasiswi
Program Pascasarjana ini, kuliah di Program Studi Pendidikan Bahasa Universitas
Negeri Padang. Tahun 2005 adalah tahun penelitiannya. Di mana sumber dananya
berasal dari jalur mandiri. Penelitian ini tidak mengambil lokasi langsung di
lapangan hanya mengandalkan beberapa buku cerita rakyat Jambi dan di dukung
dengan literatur studi kepustakaan. Tebal tesis penelitian tersebut berhasil
mencapai 140 halaman. Istri dari Suhaimi Surah ini yang sekaligus sebagai ibu
dua anak, telah sukses mempertahankan
judul penelitiannya di sidang ujian tesis Magister Kependidikan di hadapan
dosen penguji. Nama-nama dosen penguji Beliau yakni: Prof. Dr. Hasanuddin WS,
M.Hum (ketua), Prof. Dr. Amir Hakim Usman (sekretaris), Prof. Dr. H. Mukhaiyar
(anggota), Prof. Drs. H. Zainal, M.A, Ph.D (anggota), Dr. Maizuar, M.Pd
(anggota).
Laporan Tentang KTI
Wanita dan berbagai problematikanya dalam
hidup maupun kehidupan, itulah yang dianggap teramat penting oleh penulis ini untuk
diangkat dalam tesis penelitiannya. Apalagi penulis sendiri adalah seorang
wanita juga. Mengapa begitu teramat penting? Jawabannya, setelah saya baca
tesis ini, ternyata wanita itu unik. Menurut Nazurty yang menjadi faktor
penyebabnya antara lain sebagai berikut. Pertama,
mengalami ketidakadilan karena dianggap paling lemah makanya senantiasa
dinomorduakan di pelbagai bidang profesi kerja. Kedua, banyak yang bangkit dan telah meraih sukses baik secara pribadi
maupun kelompok/ organisasi. Ketiga,
pemberian penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap wanita karena suksesnya
seorang suami terletak pada pandainya seorang wanita/ istri memberi motivasi
hidup pada pasangan setianya. Di balik kehebatannya, bisa saja ia menjadi
penyebab kehancuran karier seorang pria bahkan bahtera rumah tangganya.
Sebenarnya kita ketahui bersama bahwa
perjuangan mengangkat harkat dan martabat wanita sudah dimulai semenjak
dikembangkannya agama Islam oleh Nabi Muhammad SAW. Upaya pencitraan wanita masa
dahulu, masa kenabian, dan kini bisa dikatakan identik. Mengapa? Karena
pencitraan tolak ukurnya adalah peranan yang melekat. Berarti bisa saja
pencitraan ini berbeda-beda. Contoh, adanya kebudayaan bermitos bahwa wanita
itu tugasnya hanya mengurusi rumah tangganya maka dicap sebagai “wanita rumahan.”
Selain itu, jika ia mengenyam pendidikan formal, bangku sekolahan, maka harus
memilih profesi yang cocok sebagai wanita. Misalnya, memilih keterampilan dan
karier: memasak, menjahit, perawat, guru, dan lain-lain.
Jikalau budaya masyarakat setempat
mendukung citra wanita, tentu tak menutup kemungkinan, maka kajiannya bisa
diselipkan pada karya sastra lisan daerah bersangkutan. Sastra lisan yang
dimaksud disini adalah berupa cerita rakyat dongeng (mite, legenda).
Bunyi rumusan yang menjadi masalah
penelitian adalah citra wanita yang dikaitkan dengan perannya dalam hubungan
kekerabatan. Nah, dari masalah itu maka kopnya dibatasi hanya pada pencitraan wanita sebagai nenek, ibu, istri,
anak, atau cucu. Kemudian, bertolak dari dua aspek di atas, rumusan dan
pembatasan, lalu ditetapkan hipotesis atau pertanyaan penelitian yaitu
bagaimanakah citra wanita sebagai nenek, ibu, istri, anak, cucu dalam cerita
rakyat Jambi? Yang pada akhirnya, secara umum penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang citra wanita itu sendiri.
Sebuah penelitian dikatakan ilmiah
afdolnya mesti dibarengi dengan kajian-kajian teori yang berfungsi memperjelas,
menerangkan, dan mendukung fakta penelitian yang sudah diperoleh. Penetapan
teori, pertama, yang disuguhkan pada bab
tersendiri di penelitian Beliau, membahas kajian-kajian teori tentang “cerita
rakyat”. Maka perlu beberapa teori pendukung, di sini dikutip sepuluh pendapat yaitu
dari Djamaris (1990), Dananjaya (1994), Rosidi (1995), Yulisma dkk (1997),
Rustapa (1997), Rusyana (1981), Junus (1983).
Luxemburg (1984), dan Esten (1984). Salah satu pendapat pakar menjelaskan
bahwa unsur-unsur intrinsik dalam cerita rakyat diklasifikasikan berdasarkan
fungsi dan kedudukan unsur fiksi, yaitu sudut padang, gaya bahasa, penokohan,
alur, latar, tema, dan amanat (Muhardi dan Hasanuddin WS, 1990:30-32).
Kedua,
membahas “citra wanita” menurut sudut padang para ahli. Seperti Nurizzati
(1998:35) mengatakan bahwa jika dipandang dari sudut nilai rasa bahasa kata
wanita menduduki nilai rasa yang lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan
kata perempuan, karena kata wanita berkonotasi dengan sebuah profesi yang
meyakinkan, menghasikan banyak uang, berpribadian mantap, dan mandiri. Pendapat-pendapat
lain diambil dari teori Darusman (2002), Suryani dkk (2002), Latief (2001),
Warouw (2000), Pamuk (1998), Fakih (1997), Ollenburger dan Moore (1996), Suryochondro (1984), Junus (1983), dan Beeson
(1975) ditambah atau didukung lagi oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990).
Selanjutnya, ketiga, kajian teori untuk kata “pendekatan” disampaikan oleh Semi
(1984) bahwa pendekatan sastra adalah teknik atau metode yang dipilih oleh
seorang kritukus yang bertolak dari sikap dan pandangannya tentang apa hakikat
kritik sastra itu sendiri. Pendapat lain disampaikan juga oleh Abrams (1997). Keempat,
pada kata “pendekatan objektif” di sini dipaparkan teori kajian dari
Muhardi dan Hasanuddin WS (1992). Kemudian,
Soekamto (1978) mengatakan norma yang
berlaku dalam masyarakat adalah: cara, kebiasaan, cara kelakuan, dan
adat istiadat. Dan, terakhir atau kelima,
pada kata “strukturalisme” diteorikan oleh Muhardi dan Hasanuddin WS (1992), Ferdinand
de Saussure dalam Eagleton (1983). Dan, pendapat yang mengatakan sebenarnya
sudah ada sejak zaman Yunani, dikenalkan oleh Aristoteles, dengan konsep wholeness, unity, complexity, dan coherence (Baywater, 1954).
Penelitian ini bukanlah tanpa dasar,
namun terinspirasi dari tiga buah penelitian yang sudah pernah ada sebelumnya
yaitu sama-sama kajiannya tentang wanita dalam cerita yang berkaitan dengan
sastra daerah. Penelitian pertama berjudul Relasi
Jender dalam Novel-Novel Warna Lokal Minangkabau Sebelum Kemerdekaan
(Atmazaki, 2003). Judul kedua Wanita
dalam Sastra Lama: Khususnya dalam Kitab Centhini (Astuti Hendrato, 1998). Sedangkan yang ketiga karya
Eli Suryani dkk. (2002) dengan judul Peran
Wanita Sunda dalam Karya Sastra Sunda: Suatu Kajian Gender.
Kerangka konseptual dalam tubuh
penelitian tesis tersebut memuat mengenai: 1) Abstrak, 2) Halaman
Persetujuan, 3) Surat Pernyataan, 4) Kata Pengantar, 5) Daftar Isi, 6) BAB I. Pendahuluan, 7) BAB II. Kajian
Teoritis, 8) BAB III. Metodologi, 9) BAB IV. Hasil Penelitian, 10) BAB V.
Simpulan, Implikasi, dan Saran, dan 11) Daftar Pustaka.
Si peneliti, merancang metodologi penelitiannya
dengan urutan pemaparan dari mulai jenis penelitian, objek penelitian, teknik
pengumpulan data, dan terakhir teknik analisis data. Bersifat
deskriptif-kualitatif, itulah penetapan jenis penggolongan dari uraian-uraian
dalam penelitian tersebut. Lalu, yang menjadi populasinya adalah seluruh cerita
rakyat Jambi yang telah ditulis dan dibukukan. Sedangkan, yang menjadi sampel
atau objek penelitian adalah sebagian cerita rakyat Jambi maka ditetapkan
sejumlah sepuluh judul yang ada kaitan erat dengan citra wanita. Kesepuluh
cerita rakyat itu adalah : (1) Sawo Besak, (2) Si Kapalak, (3) Putri
Tanglung, (4) Kisah Rajo Mudo, (5) Puti Unduk, (6) Mundakuh Anyauk, (7) Kerbo
Baranak Manusio, (8) Si Tiha dan Si Siti, (9) Nenek Puti, dan (10) Si Enam
Batujuh dengan Putri Bungsu.
Dari data di atas, maka dikumpulkan
dengan cara membaca dan menginterprestasikan keseluruhan cerita rakyat Jambi
yang dijadikan sampel penelitian itu. Lalu, data dianalisis melalui telaah teks
dengan menggunakan teknik analisis konten. Tujuan teknik ini menggali isi dan
peran-peran yang terkandung dalam buku atau sumber tertulis. Selanjutnya,
memberi makna dengan menginterpretasikan pesan yang terkandung didalamnya.
Tujuannya agar menggambarkan citra wanita dalam kaitannya dengan peranan wanita
dalam hubungan kekerabatan. Dari data
yang dikumpulkan melalui pencatatan dan telaah teks, disusun dengan cara
mendeskripsikannya. Kemudian, dianalisis dan diinterpretasikan secara
kualitatif. Jadi secara garis besarnya, secara terperinci langkah-langkah
analisis data adalah pertama-tama membaca secara intensif semua cerita rakyat,
lalu menginventarisasi atau mencatat tentang citra wanita, selanjutnya mengkategorikan
peran dan interaksi tokoh wanita dengan tokoh lain, seterusnya menginterpretasikan
atau menafsirkan aspek citra wanita untuk memperoleh gambaran umum bagaimana
bentuk citra wanita, dan terakhir merumuskan simpulan penelitian.
Yang menjadi benang merah atau
simpulan pada keseluruhah isi tesis penelitian itu, adalah, pertama,
wanita dalam perannya sebagai ibu mempunyai citra baik dan buruk di
dalam cerita rakyat Jambi. Citra baik tampak pada: cerita Sawo Besak (ibu penyayang, lembut, mandiri, pekerja keras, dan
bertanggung jawab), cerita Si Kapalak
(ibu penyayang dan keibuan), cerita Tiha
dan Si Siti (ibu mencintai anaknya dengan tulus dan ikhlas), cerita Mundakuh Anyauk ( ibu baik hati dan
keibuan), cerita Si Enam batujuh dengan
Putri Bungsu (ibu penyayang), dan cerita Kerbo Baranak Manusio (ibu cermat, teliti, penyayang, dan keibuan).
Sebaliknya, citra buruk tampak pada: cerita Sawo
Besak (ibu yang tamak dan serakah), cerita Nenek Puti (ibu egois, tidak peduli, dan tidak punya rasa keibuan),
dan cerita Si Enam Batujuh dengan Putri Bungsu (ibu kecam).
Simpulan kedua, wanita dalam perannya sebagai isteri mempunyai citra baik
dan buruk di dalam cerita rakyat Jambi. Citra baik tampak pada: cerita Putri Tanglung (istri yang sabar, setia,
satria, baik hati, tulus, dan ikhlas), cerita Si Kapalak (istri yang rendah hati, sabar, arif, dan bijaksana).
Sebaliknya, citra buruk tampak pada: cerita Kisah
Rajo Mudo (istri tak percaya pada suami, egois, tak pernah puas, memaksakan
keinginan, lemah, tak berdaya), cerita Sawo
Besak (istri yang memberi pengaruh negatif terhadap suami), dan cerita Si Kapalak
(istri materialis).
Simpulan ketiga, wanita dalam perannya sebagai anak mempunyai citra baik dan
buruk di dalam cerita rakyat Jambi. Citra baik tampak pada: cerita Sawo Besak (anak yang patuh, rela
berkorban, kritis, dan selektif), cerita Puti
Unduk (anak cerdas, jujur, dan patuh), cerita Mundakuh Anyuak (anak yang patuh, rajin, dan bertanggung jawab),
dan cerita Kerbo Baranak Manusio (anak penyayang dan
rendah hati). Sebaliknya, citra buruk tampak pada: cerita Si Tiha dan Si Siti (anak sombong dan tinggi hati) dan cerita Kerbo Beranak Manusio (anak sombong,
tinggi hati, dan durhaka).
Sedangkan, simpulan dari hasil
analisis data tentang citra wanita dalam perannya sebagai nenek maupun cucu yang
terdapat dalam isi cerita rakyat Jambi pada tesis penelitian itu, tidak ditemukan sama sekali dan tidak juga dipaparkan
oleh si peneliti.
Komentar
Untuk mengomentari judul dari hasil
penelitian dari Saudari Nazurty pada “Citra Wanita dalam Cerita Rakyat Jambi” maka
saya menganggap perlu adanya hasil karya penelitian lain sedangkan akar atau
aspek permasalahannya masih sejalan. Hasil penelitian lain ini berfungsi
sebagai bahan perbandingan laporan bacaan. Kemudian, hasil penelitian kedua, yang
menjadi bahan perbandingan berasal dari tesis yang bertahun 2011 atas nama Saudara
Saiful Anuar dengan nomor induk mahasiswanya 51833. Judulnya “ Cerita Rakyat
Penanamaan Tanjung Di Sungai Tapung: Kajian Kategori dan Fungsi Sosial Teks.” (selanjutnya oleh penulisnya disingkat dengan
CRPTST). Beliau juga alumni dari Konsentrasi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Program Studi Pendidikan Bahasa, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Padang.
Metodologi dari kedua hasil penelitian
tersebut. secara garis besarnya unit-unit subbab sama yakni ada membicarakan
jenis, objek, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Namun, ada
pula sedikit perbedaan diantaranya yaitu adanya penambahan pencantuman dan
penjelasan mengenai “Teknik Keabsahan Data” pada tesis yang kedua, karya
Syaiful. Padahal sebenarnya bisa digolongkan ke unit teknik analisis data.
Hasil temuan-temuan laporan penelitian
tersebut, jenis antara kedua penelitian sama yaitu kualitatif deskriptif dan begitu
juga objek atau penyampelannya adalah sepuluh buah judul foklor (cerita rakyat)
hanya saja ceritanya berbeda dari asal daerah, antara Jambi dan Kabupaten
Kampar (di sungai Tapung). Di samping itu, ditinjau dari fungsi sosial dalam
CRPTST maka seperti juga pada “Citra Wanita dalam Cerita Rakyat Jambi” juga
memaparkan nilai-nilai edukasi yang terkandung didalamnya beserta kutipan teks
sebagai bukti argumen nilai-nilai baik yang telah ditemukan.
Setelah itu, teknik pengumplan data penelitian
yang dipakai oleh kedua karya tulis ilmiah itu yakni teknik purposive random sampling. Berdasarkan teknik ini, pada CRPTST
dibutuhkan para informan berkriteria atau bersyarat di samping beberapa karya
cerita rakyat sedangkan pada penelitian “Citra Wanita dalam Cerita Rakyat
Jambi” tak dibutuhkan itu, hanya mengandalkan pemilihan kepopuleran cerita di
daerahnya saja. Penetapan kriteria karakteristik sebagai informan (responden)
itu oleh penelitinya adalah orang yang mengetahui dengan pasti cerita
rakyatnya, lalu sebagai seorang penghulu puak pesukuan Datuok Somat, Domo, dan Juonso, dan kemudian sebagai orang
dituakan dikampungnya.
Dari aspek pengkajian yang ditulis
berbeda sebagai akibat adanya keterbatasan diri dan waktu penyelesaian studi peneliti.
Penelitian di judul kesatu membentangkan kajian mengenai peranan wanita dilihat
dari citranya sebagai nenek, ibu istri, anak, dan cucu. Tetapi pada judul
kedua, di pembanding, cerita tersebut dikaji dalam dua aspek yang sesuai dengan
rumusan penelitian yaitu kategori dan fungsi sosial teks cerita rakyat.
Selanjutnya, keterbatasan lainnya
tampak pada langkah-langkah teknik analisis data. Membaca, menginvestarisasi, mengkategorikan,
menginterpretasikan, dan merumuskan penelitian merupakan alur pada hasil
penelitian pertama. Di penelitian kedua, sepertinya cukup dengan menganalisis
teks-teks cerita rakyat dan fungsi sosialnya ditambah penelusuran sisi-sisi lain dari para
responden. Namun, dari langkah-langkah penelitian itu maka olahan data pada kedua
laporan hasil penelitian tersebut menggunakan teknik yang sama yaitu teknik triangulasi
(teknik pemeriksaan).
Seperti apa pembahasan hasil penelitian
pembanding itu? Pembahasan pertama memperbincangkan akan pentingnya
melestarikan cerita rakyat sebagai warisan budaya. Ini seperti dikatakan oleh
Koentjaraningrat (2009), menurutnya bahwa para individu sejak kecil telah
diresapi dengan nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga
konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Pembahasan kedua
mengenai cerita rakyat sebagai asal-usul nama sungai dan tanjung. Di sini,
masyarakat beranggapan bahwa apa yang diceritakan dalam kisah tersebut
merupakan sejarah sungai Tapung. Namun, bagi kaum sejarawan belum mengganggap
sejarah karena kurangnya bukti-bukti tertulis sebagai penguat sejarah, seperti
dikatakan responden. Yang ketiga, pembahasannya tentang budaya tradisional
masyarakat terhadap pengaruh lingkungan. Di sini, dari hasil survai di lapangan
menunjukkan bahwa walaupun terbuka dari berbagai pengaruh budaya luar demi
perkembangan kemajuan daerah, masyarakat
Tapung-Kampar masih tetap menjunjung tinggi norma-norma adat dan nilai-nilai
yang ada sebagai suatu rambu-rambu yang harus dipatuhi.
Selanjutnya, ditinjau dari posisi
hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sepuluh judul CRPTST dijumpai 3 judul
yang berkategori mite yakni , pertama, Cerita
Penamaan Sungai Tapung (CPST) di dalamnya terkandung gambaran nilai sosial
budaya seperti: percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, kasih sayang, rajin
bekerja, dan tidak berputus asa. Kedua, Cerita
Penamaan Tanjung Rimba Berlayar (CPTRB) di dalamnya terkandung gambaran nilai
sosial
budaya seperti: percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, tindakan mufakat, saling
menghargai, dan menempati janji. Dan,
ketiga, Cerita Penanamaan Tanjung Bengkuang Putih (CPTBP) di dalamnya
terkandung gambaran nilai sosial budaya seperti: sopan santun dan
menghargai.
Selain itu, terdapat 6 kategori
legenda yakni , pertama, Cerita Penamaan
Tanjung Kubur Cina (CPTKC) di dalamnya terkandung gambaran nilai sosial
budaya seperti: percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, dermawan, musyawarah,
kelestarian alam, dan nilai kebersamaan. Kedua, Cerita Penamaan Tanjung Lantak Kayu Terurat (CPTLKT) di dalamnya
terkandung gambaran nilai sosial budaya seperti: ketabahan, rajin
bekerja, bersyukur, dan legitimasi. Ketiga, Cerita
Penamaan Tanjung Sialang Angguong (CPTSA) di dalamnya terkandung gambaran nilai
sosial
budaya seperti: ketekunan dan menepati janji.
Keempat, Cerita Penamaan Tanjung Sialang
Rendah (CPTSR) di dalamnya terkandung gambaran nilai sosial
budaya seperti: adil dan bijaksana,
kebenaran, cinta alam, dan menjaga marwah.
Kelima, Cerita Penamaan Tanjung
Tulang Hantu (CPTTH) di dalamnya terkandung gambaran nilai sosial
budaya seperti: kerukunan, gotong royong, pengambilan keputusan, dan
kepemimpinan. Dan keenam, Cerita Penamaan Tanjung Tompat Sinyonang
(CPTTS) di dalamnya terkandung gambaran nilai sosial
budaya seperti: patuh pada orangtua, memberi dengan ikhlas, dan mengajarkan
yang baik.
Selanjutnya, terakhir, ada satu judul
berkategori dongeng yakni Cerita Penamaan
Tanjung Terusan Cempedak (CPTTC). Di dalamnya terkandung gambaran nilai sosial
budaya. Seperti kasih sayang dan kerja keras.
Fungsi sosial teks yang terdapat
dalam CRPTST memposisikan, pertama-tama,
sebagai pengembang integritas masyarakat. Maksudnya, melalui cerita
rakyat masyarakat mampu bertindak lebih arif dan bijak dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat. Lalu, fungsi sosial Kedua adalah sebagai alat control
sosial. Maksudnya, terdapat ungkapan dan pantun rakyat sebagai system yang
mengawasi tindak-tanduk dalam kehidupan bermasyarakat. Fungsi sosial
selanjutnya sebagai pengukuhan solidaritas sosial. Maksudnya, sistem yang
dibangun melalui cerita rakyat menciptakan rasa saling menghargai, menghapuskan
perbedaan, dan menghilangkan kasta dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemudian, fungsi lainnya lagi yaitu
sebagai identitas kelompok. Maksudnya, beberapa puak pesukuan asli Tapung
merupakan masyarakat yang agamis dan berpegang pada adat dan tradisi. Dalam
adat dan tradisi berhubungan dengan cerita rakyat. Dan, fungsi terakhir yaitu
sebagai harmonisasi komunal. Maksudnya, masyarakat Tapung merupakan masyarakat berbagai
etnis, agama, dan budaya. Puak pesukuan asli Tapung merupakan tiang tonggak
bagi system kehidupan bermasyarakat di Tapung. Melalui budaya dan tradisi mampu
menciptakan keharmonisan antarsuku pendatang lain.
Penutup
Harapan dari penulis tesis tersebut
adalah agar hasil penelitian yang telah dilaporkan dapat bermanfaat atau berdayaguna
kepada subyek-subyek yang dituju. Pertama,
memberi manfaat kepada para peneliti dan akademisi untuk pengembangan teori kajian
tentang wanita dan cerita rakyat. Dari manfaat pertama yang disampaikan itu,
saya berpandangan bahwa telah banyak laporan-laporan sejenis dan sifatnya
kurang tantangan karena sekadar menganalisis literatur saja. Kedua, bermanfaat bagi staf pengajar
(guru) dan pelajar sekolah dasar, menengah, bahkan perguruan tinggi. Maka,
pandangan saya adalah memang cerita-cerita rakyat lokal dapat dijadikan materi
atau pelajaran muatan lokal agar para siswa-siswi mengenal dan mencintai kebudayaan
lokal terutama dari aspek khasanah karya sastra daerah. Ketiga, bermanfaat kepada peminat sastra dan masyarakat dalam
rangka menjembatani antara karya sastra dan penikmatnya. Saya berpandangan
bahwa peminat dan masyarakat yang dimaksud di sini, lebih pada penekanannya
bagi mahasiswa atau pun mahasiswi dalam mencari bahan tugas kuliah atau penyelesaian
studinya. Terakhir, keempat, manfaat
penelitian dapat membantu pelestarian sastra daerah khususnya cerita rakyat
Jambi. Dari manfaat terakhir ini, saya berpandangan bahwasanya hasil-hasil
penelitian para mahasiswa-mahasiswi dalam hal ikut pelestarian sastra daerah
sebenarnya untuk penambahan koleksi isi perpustakaan-perpustakaan. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar