From Writing to
Speaking: Enhancing Conversation
by Nancy Kaye and
Don Matson
( Peningkatan Kebahasaan: Dari Menulis ke Berbicara)
Oleh:
MISDIANTO
NIM
1209077
Mahasiswa
Pascasarjana Universitas Negeri Padang
Jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia
A.
PENDAHULUAN
Sebuah
ungkapan yang berasal dari bahasa asing mengatakan, “Manusia
adalah hewan atau makhluk hidup yang pandai berbicara.“
Hal itu menunjukkan bahwa keterampilan berbicara menjadi ciri khas makhluk yang
disebut manusia. Manusia mampu berbicara dalam aneka ragam bahasa.
Kemampuan seperti itu bukanlah sesuatu yang bersifat naluriah (instinct)
seperti halnya pada binatang, tetapi diperoleh melalui proses belajar dan
latihan yang terus menerus.
Berbicara
merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang utama dan yang pertama kali
dipelajari oleh manusia dalam hidupnya sebelum mempelajari keterampilan
berbahasa lainnya. Sejak seorang bayi lahir, ia sudah belajar menyuarakan
lambang-lambang bunyi bicara melalui tangisan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.
Suara tangisan itu baru menandakan adanya potensi dasar kemampuan berbicara
dari seorang anak yang perlu distimuli dan dikembangkan lebih lanjut oleh
lingkungannya melalui berbagai latihan dan pembelajaran. Orang akan merasa
terusik jika anaknya lahir tanpa suara tangisan. Orang akan merasa lebih sedih
lagi jika anaknya tumbuh dewasa tanpa memiliki kemampuan berbicara secara
lisan.
Setiap manusia dituntut terampil
berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil
menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan
informasi-informasi yang diterimanya.
Keterampilan
berbicara memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut
keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu
terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu
sendiri. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga
dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan
sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di
pertemuan-pertemuan, bahkan sering pula terjadi adu argumentasi dalam suatu
forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu dan terampil berbicara.
Keterampilan
berbicara juga memiliki peran penting dalam pendidikan, baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat luas. Proses transfer ilmu pengetahuan
kepada subyek didik pada umumnya disampaikan secara lisan. Tata krama dalam
pergaulan, nilai-nilai, norma-norma, dan adat kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat juga banyak diajarkan terlebih dahulu secara lisan. Hal ini berlaku
dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Kemampuan berbicara
sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar aktivitas
kehidupan manusia membutuhkan dukungan kemampuan berbicara.
Berbicara
merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara
kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator sedangkan
pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat
diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan
benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.
Agar pembicaraan itu mencapai
tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan
informasi kepada orang lain. Hal itu mengandung maksud bahwa pembicara harus
memahami betul bagaimana cara berbicara yang runtut dan efektif sehingga orang
lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara
efektif pula.
Itulah
sebabnya dalam Kurikulum Pendidikan Nasional untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia sangat ditekankan pentingnya meningkatkan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, runtut dan efektif,
secara lisan maupun tulis. Karena hekekat belajar bahasa adalah belajar
berkomunikasi.
Pembelajaran
Bahasa Indonesia yang diberikan kepada siswa di sekolah meliputi empat aspek
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak (dengan pemahaman), berbicara, membaca
(dengan mengerti), dan menulis. Dari keempat macam keterampilan berbahasa itu
guru melihat, mengalami dan merasakan adanya masalah pembelajaran bahasa
Indonesia di Kelas terutama keterampilan berbicara secara runtut, baik
dan benar dari para siswa. Kendatipun guru telah berusaha keras untuk
mengatasinya melalui pembelajaran standar dan dengan menerapkan bahan belajar
serta media yang ada, namun tetap saja masalah belum teratasi.
Berdasarkan pengalaman empris di
lapangan diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran
masih rendah. Hal itu terdeteksi pada saat siswa diminta oleh guru untuk
menjelaskan letak suatu tempat sesuai denah dan petunjuk penggunaan suatu alat
dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang disampaikan
oleh siswa tersebut tidak akurat dan berbelit-belit. Selain itu siswa juga
berbicara tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada
pula di antara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas. Bahkan pada saat
guru bertanya kepada seluruh siswa di kelas yang hanya berjumlah 19 orang,
umumnya siswa lama sekali untuk menjawab pertanyaan guru. Beberapa orang siswa
ada yang tidak mau menjawab pertanyaan guru karena sepertinya malu dan
takut salah menjawab. Apalagi untuk berbicara di depan kelas, para siswa belum
menunjukkan keberanian. Singkatnya, aktivitas belajar dan keterampilan
berbicara siswa sangat rendah. Dan, kalaupun ada beberapa dari mereka yang
memiliki keberanian, sekitar 3 sampai 4 siswa (15%-21%), namun berbicaranya
masih tersendat-sendat, tidak akurat dan tidak runtut.
Menurut Nuraeni (2002), “Banyak
orang beranggapan, berbicara adalah suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu
dipelajari.” Untuk situasi yang tidak resmi barangkali anggapan
itu ada benarnya, namun pada situasi resmi pernyataan tersebut jelas salah
besar. Kenyataannya tidak semua siswa berani dan mau berbicara di depan
kelas, sebab mereka umumnya kurang terampil sebagai akibat dari kurangnya
latihan berbicara. Untuk itu, guru bahasa Indonesia merasa perlu melatih siswa untuk
berbicara. Latihan pertama kali yang perlu dilakukan guru ialah menumbuhkan
keberanian siswa untuk berbicara.
B.
RINGKASAN BAHAN
Sungguh
luar biasa artikel yang judul aslinya “From
Writing to Speking: Enhancing Conversation” ditulis oleh Nancy Kaye and Don
Matson tersebut, karena di dalamnya dibahas hal-hal menarik berbentuk permainan
berbahasa namun sebenarnya siswa melakukan pembelajaran yang menyenangkan dan
tentu cepat dipahami. Berikut ini ringkasannya.
Kebanyakan
orang berbicara namun tidak berkomunikasi secara efektif. Hal ini terjadi
karena masih mengutamakan kuantitatif berbicara. Kerapkali, kualitas dari isi atau pesan yang disampaikan justru dikesampingkan
saat penyampaian suatu bahasa. Padahal kualitas berpedoman pada muatan pesan
yang disampaikan, bukan pada struktural. Akan tetapi, untuk kelancaran berbicara,
isi suatu pesan seringkali dikorbankan. Kondisi inilah yang menciptakan suatu
budaya. Di mana kita menjadi mahir untuk menciptakan kualitas yang rendah.
Sebab dari apa yang kita sampaikan tidak dapat menunjukkan inti dari
pembicaraan. Seharusnya, kita dapat memulai pembicaraan dengan menggunakan
teknik dan metode yang benar dan memprioritaskan kualitas isi pesan dalam
penyampaian.
Kita
sadari bahwa kegiatan menulis sangat berperan penting dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran percakapan (berbicara). Dengan menulis, seseorang dapat
menyampaikan suatu informasi atau pesan dengan tepat sasaran. Namun, di dalam
percakapan (berbicara) tidak bekerja secara teratur sehingga menimbulkan banyak
sekali penafsiran. Setiap orang memiliki informasi yang ingin disampaikan
kepada orang lain, tetapi hanya sedikit saja yang mampu menyampaikan informasi
tersebut secara efektif lantaran kurangnya seni dalam berkomunikasi.
Ada
trik-trik jitu yang dibahas di artikel itu sebagai alat pembelajaran siswa pada
aspek keterampilan berbahasa. Trik pertama, menulis tentang pengalaman pribadi.
Cara yang paling baik menulis bebas pengalaman pribadi adalah dengan membiarkan
dan membiasakan seorang siswa menulis tentang pengalaman pribadi tanpa adanya rasa
takut dengan kesalahan (ejaan, tanda baca, dan lain-lain). Jadi, siswa tersebut
bisa mengeluarkan ide-idenya. Kemudian, karangan dibacakan dengan percaya diri.
Setelah itu, dilakukan diskusi tanya-jawab sebagai masukan. Akhirnya, karangan
tersebut akan diperiksa kembali oleh instruktur (guru) dan siswa akan membuat
suatu karangan final.
Trik
kedua, membuat adegan. Langkah awal yang harus dilakukan sebelum membuat adegan
adalah merancang dialog naskah beserta latarnya. Kemudian, diharapkan
instruktur (guru) memeriksanya. Setelah itu, siswa memperbaiki dialog naskah
dengan penggunaan bahasa majas yang diharapkan atau disarankan instruktur (guru). Dan, langkah
kedua, melakukan latihan dengan kelompok (tim) untuk memerankan tokoh dengan
karakter yang sesuai. Ini harus dilakukan dengan penuh rasa percaya diri.
Trik
selanjutnya yang tak mau kalah menariknya yaitu melakukan permainan
kreatifitas. Macam apa bentuknya? Permainan ini berbeda dengan permainan
lainnya karena ia dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak memandang usia.
Seperti keluarga, pasangan, teman, dan anak-anak. Contoh permainannya, akan ada
2 kartu yang berbeda. Satunya berwarna lebih ceria dan satunya lagi berwarna
lebih gelap. Setiap kartu memberikan pemainnya untuk mengomentari hubungan
mengenai kehidupan secara umum. Terserah mau tentang masa anak-anak atau ketika
puber. Permainan ini tidak mengenal kata kalah menang. Yang terpenting hanyalah
komunikasi, bagaimana pemain yang memainkan permainan ini bersikap apa adanya
saja.
Dalam
hal ini, teks tertulis akan digunakan sebagai media untuk meningkatkan
kemampuan berbicara siswa. Seorang siswa dapat memilih ide terbaiknya, yang
kemudian dapat dikembangkan melalui sebuah kertas yang telah dituangkan dari
pikirannya. Lantas, guru akan membacakannya secara bergantian. Melalui sebuah
diskusi, siswa lain dapat memberikan respon dari pembicaraan guru mereka.
Dan
selanjutnya, tugas seorang siswa dapat memberikan tanggapan kembali dengan
koreksi keefektifan kalimat dalam penggunaan EyD dan diksi. Kemudian setelah
dibacakan kembali kelompok siswa lain dapat mencatat hal-hal yang penting dan
mengulanginya lagi dengan bahasa sendiri yang efektif. Dan juga melalui
presentasi, kelompok siswa dapat lebih memahami dan mendapatkan banyak
keuntungan. Permainan ini tidak pernah berakhir karena senantiasa rolling, dalam
arti kata bolak-balik.
Apakah
sampai di situ saja trik permainannya? Ternyata, “Oh, tidak!” Autobiografi
merupakan salah satu latihan dari aspek menulis ke berbicara. Siswa akan
diminta untuk menuliskan cerita hidup mereka. Lalu, menerima koreksi dari guru
dan akhirnya siswa diminta untuk menceritakannya di depan kelas. Dengan latihan
ini diharapkan siswa mampu berbicara sangat lancar dan efektif bahkan tanpa
latihan menulis. Latihan ini memberikan keuntungan bagi siswa untuk membangun
ikatan antar sesama dan saling mengenal.
Ini
dia. Ada lagi trik permainan lainnya yaitu pintar berargumentasi. Bentuknya
saling berdebat. Saat seseorang dituntut untuk mengembangkan pandangan terhadap
suatu hal, maka akan mampu untuk menyajikan posisi yang menarik dan beralasan.
Hal ini akan memancing untuk berpikir lebih dalam. Latihan pembuatan
argumentasi berdasarkan metode Stephan Toulin yakni: klaim, dasar, dan jaminan.
Pada
latihan ini, siswa akan diberikan sebuah tanggapan tentang argument pada suatu
forum. Lalu, siswa diminta untuk menunjukkan kesalahan penggunaan bahasa.
Hasilnya, siswa sanggup menambah kosakata dan membangun konstruksi kata dalam
menyatakan pendapat. Dalam hal ini, siswa juga dilatih untuk menyatakan
pandangan dan ide mereka. Latihan ini dapat meningkatkan kepercayaan diri
siswa. Tuntutan untuk fokus pada kualitas komunikasi membuat siswa akan
berusaha untuk menyatakan maksud dari pendapat mereka secara akurat.
C.
APLIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Adapun model-model aplikasi
pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
Aplikasi CTL (Contextual Teaching And Learning) dalam Pembelajaran
Berbicara.
Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha
mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan
menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan
gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara. Pembelajaran
di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok
(cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam
komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi
dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan
pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. Teknik ini memacu siswa untuk
berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama,
siswa diberikan peluang untuk berbicara.
Apabila terdapat kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan
pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai
Dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa. Prinsip CTL memuat
konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan.
Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam
memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk
menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka
sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif,
dan efektif. Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk
kerja. Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau
berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan
salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai
dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai
tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi
berbicaranya rendah.
2. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Robert E. Slavin (2009: 147-163) mengemukakan tahapan pembelajaran kooperatif STAD sebagai
berikut.Tahap l: Persiapan, yang terdiri dari materi, membagi siswa
ke dalam tim,menentukan skor awal dan membangun tim Tahap 2: Presentasi pelajaran dalam kelas yang terdiri dari
pembukaan, pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen
dari keseluruhan pelajaran.Tahap 3: Belajar TimTahap 4: Tes keterampilan bicara secara individual.Tahap 5: Rekognisi tim dengan
menghitung skor individual dan tim, dilanjutkan memberikan
penghargaan, serta menghitung skor awal. Senada pendapat Robert E. Slavin
yaitu Nur Asma (2006: 51) kegiatan pembelajaran model STAD terdiri dari tujuh tahap yaitu:Tahap I: Persiapan pembelajaran meliputi materi, menempatkan siswa dalam kelompok, menentukan skor dasar.Tahap 2 : Penyajian materi Tahap 3: Kegiatan belajar kelompok Tahap 4: Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok.Tahap 5: Siswa mengerjakan soal-soal tes
secara individual.Tahap 6: Pemeriksaan hasil tesTahap 7: Penghargaan kelompok
yaitu membandingkan skor awal dengan skor selanjutnya apakah ada peningkatan.Keterampilan berbicara dapat diperoleh
adanya banyak latihan secara individual atau dalam bentuk kelompok. Kegiatan pembelajaran keterampilanberbicara dapat
mengacu model Robert E Slavin atau model Nur Asma.
3. Aplikasi strategi bermain peran dapat
diterapkan pada pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia di sekolah.
Keuntungan penerapan strategi ini yakni pelibatan siswa secara aktif dalam
latihan berbicara dengan suasana yang menyenangkan. Bermain peran memberi
kesempatan siswa mengeksplorasi kemampuan dalam latihan berkomunikasi lisan
secara intensif. Siswa berlatih berbicara secara perseorangan maupun
berkelompok dengan memperhatikan aspek-aspek kebahasaan yang digunakan sebagai
sarana komunikasi; karakter dan identitas sosial tokoh yang diperankannya;
sikap dan tatanilai yang terkandung dalam dialog yang diucapkannya, serta
ekspresi wajah dan gerak-gerik yang menyertainya. Selain itu, melalui tokoh
yang diperankannya, sekaligus akan tumbuh rasa percaya diri. Kompetensi yang
dikembangkan melalui strategi bermain peran antara lain, kompetensi
bekerjasama, tanggung jawab, toleransi, menginterprestasikan suatu kejadian,
dan berkomunikasi melalui aktivitas berbicara secara lancar dan spontan.
4.
Aplikasi Mind Mapping atau peta pikiran merupakan salah satu metode membuat catatan
tentang materi yang kita pelajari. Menurut Bobbi
DePorter, Mark Reardon, & Sarah Singer Nourie (2008: 175) metode ini dapat
membantu kita mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi,
membantu mengorganisasikan materi, dan memberikan wawasan baru karena di
dalamnya memuat kata-kata kunci dalam sebuah topik. Pemetaan pikiran merupakan
cara kreatif bagi tiap siswa untuk menghasilkan gagasan, mencatat apa yang
dipelajari, atau merencanakan tugas baru. Meminta siswa untuk membuat peta
pikiran memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dengan jelas dan kreatif apa
yang telah mereka pelajari atau apa yang telah mereka rencanakan.
5. Aplikasi Pembelajaran
Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Bercerita
Bahasa merupakan alat berpikir yang membantu siswa berasionalisasi dan tumbuh melalui pengalaman mereka. Oleh karena itu, kegiatan berbahasa dikembangkan untuk membantu setiap siswa melihat hubungan, membuat klasifikasi, menarik kesimpulan, menanggung resiko penebakan, memperkirakan hasil, merumuskan kesimpulan, dan membuat generalisasi. Salah satu aplikasi pembelajaran bahasa di atas, yakni dengan menggunakan model pembelajaran bercerita, yang merupakan salah satu sub bagian dari model pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kenapa memilih metode bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara? Karena metode bercerita merupakan pembelajaran berbicara yang hampir sepenuhnya memusatkan pada pemikiran peserta didik itu sendiri. Sedangkan guru hanya sebagai moderator dan motivator dalam proses pembelajaran itu berlangsung. Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.
Bahasa merupakan alat berpikir yang membantu siswa berasionalisasi dan tumbuh melalui pengalaman mereka. Oleh karena itu, kegiatan berbahasa dikembangkan untuk membantu setiap siswa melihat hubungan, membuat klasifikasi, menarik kesimpulan, menanggung resiko penebakan, memperkirakan hasil, merumuskan kesimpulan, dan membuat generalisasi. Salah satu aplikasi pembelajaran bahasa di atas, yakni dengan menggunakan model pembelajaran bercerita, yang merupakan salah satu sub bagian dari model pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kenapa memilih metode bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara? Karena metode bercerita merupakan pembelajaran berbicara yang hampir sepenuhnya memusatkan pada pemikiran peserta didik itu sendiri. Sedangkan guru hanya sebagai moderator dan motivator dalam proses pembelajaran itu berlangsung. Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.
6.
Aplikasi simulasi merupakan
gabungan antara bermain dan berdiskusi. Bermain dan diskusi di sini
dilaksanakan dalam kelompok. Oleh karena itu, permainan merupakan suatu
kegiatan kelompok. Sebagai suatu metode, maka pola dasar permainan simulasi
adalah berikut ini.
a) Ada kelompok belajar atau kelompok siswa yang akan melaksanakan kegiatan permainan simulasi yang terdiri atas 10-15 orang. Jika dalam keadaan terpaksa, bisa dilaksanakan kurang atau lebih dari jumlah tersebut.b) Setiap warga belajar (siswa) yang mengikuti permainan simulasi tersebut dinamakan peserta. Dari seluruh peserta ini, dapat dibagi-bagi penamaannya dalam kelompok itu, yakni ada yang dinamakan fasilitator, pemain, peneliti, pemegang peran, dan penonton.c) Permainan simulasi mempunyai alat permainan yang disebut beberan lengkap dengan gaco dan alat penentu langkah, kartu berwarna, buku pegangan fasilitator, buku catatan fasilitator. Beberan berupa kertas manila yang dibentangkan sebagai media permainan.Pesan-pesan permainan dituliskan pada beberan dan pada katu berwarna. d) Bermain dan berdiskusi dilaksanakan berdasarkan aturan main dan menurut pesan-pesan yang ada dalam beberan atau kartu berwarna. Pada akhir permainan dibuatkan simpulan oleh fasilitator sebagai hasil simpulan diskusi.
a) Ada kelompok belajar atau kelompok siswa yang akan melaksanakan kegiatan permainan simulasi yang terdiri atas 10-15 orang. Jika dalam keadaan terpaksa, bisa dilaksanakan kurang atau lebih dari jumlah tersebut.b) Setiap warga belajar (siswa) yang mengikuti permainan simulasi tersebut dinamakan peserta. Dari seluruh peserta ini, dapat dibagi-bagi penamaannya dalam kelompok itu, yakni ada yang dinamakan fasilitator, pemain, peneliti, pemegang peran, dan penonton.c) Permainan simulasi mempunyai alat permainan yang disebut beberan lengkap dengan gaco dan alat penentu langkah, kartu berwarna, buku pegangan fasilitator, buku catatan fasilitator. Beberan berupa kertas manila yang dibentangkan sebagai media permainan.Pesan-pesan permainan dituliskan pada beberan dan pada katu berwarna. d) Bermain dan berdiskusi dilaksanakan berdasarkan aturan main dan menurut pesan-pesan yang ada dalam beberan atau kartu berwarna. Pada akhir permainan dibuatkan simpulan oleh fasilitator sebagai hasil simpulan diskusi.
D. REFLEKSI
BERDASARKAN PENGALAMAN
Adapun refleksi berdasarkan
pengalaman adalah sebagai berikut.
1.
Contextual Teaching and
Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
mengaitkan materi yang diajarkan dengan realitas dunia siswa sehingga siswa
dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya.
Pembelajaran bahasa bukan hanya memberikan pemahaman berupa definisi melainkan
siswa dituntut untuk dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Guru harus
memiliki strategi yang memacu siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif.
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran.
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran.
2.
Aplikasi model kooperatif tipe Student teams Achievement Devisions (STAD) dalam pembelajaran bahasa bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara sangat tepat. Tujuan dipergunakannya metode-metode baru atau model/ teknik baru ini dalam rangka meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Berbagai metode atau pendekatan yang sudah dipakai dalam menyajikan pembelajaran keterampilan berbicara kurang dapat meningkatkan keterampilan berbicara secara komprehensif. Oleh karena itu penerapan pendekatan baru yaitu model kooperatif tipe STAD. STAD (Student Teams Achievement Devisions) mengajak siswa melakukan pemecahan masalah secara bersama atau gotong royong dalam bentukdiskusi, kuis, presentasi dapat melatih keterampilan berbicara. Dengan cara ini siswa yang pandai dapat membantu kawannya yang berkemampuan sedang atau rendah dalam latihan berbicara. Rasa sosial dan kebersamaan yang tinggi akan
meningkatkan kepercayaan diri sehingga akan meningkatkan keterampilan berbicara
siswa yang kemampuannya sedang atau rendah.
3.
Penerapan metode Mind Mapping
dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.m Peningkatan ini dapat dilihat padabeberapa hal. Pertama peningkatan kualitas proses yang ditandai dengan adanya peningkatan keaktifan siswa
selama proses pembelajaran berbicara peningkatan
keaktifan siswa saat membuat mind mapping dan minat dan motivasi siswa saat bercerita.Hal tersebut terbukti dari meningkatnya jumlah siswa yang aktifdan termotivasi dalam pembelajaran
berbicara. Peningkatan keaktifan dan motivasi siswa dalam pembelajaran berbicara mengindikasikan
adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara.
4. Bahasa
merupakan suatu bentuk perilaku, perlambang konsep diri dan sikap sosial
seseorang yang menyimbolkan pikiran, keinginan, dan kepercayaannya. Kemampuan
mempelajari bahasa sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan pribadi dan
perkembangan pemahaman dasar manusia. Oleh karena itu, program pembelajaran
bahasa menekankan penciptaan iklim yang hangat dan bersahabat yang mendorong
setiap siswa untuk bercerita melalui keterampilan berbicara. Bercerita
memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada siswa. Hasil belajar
melalui cerita akan bertahan lama karena akan lebih berkesan dan bermakna.
Dengan bercerita siswa dapat mengembangkan ketrampilan berpikir dengan
permasalahan yang dihadapinya. Dan tugas guru sebagai pendidik dan fasilitator
dituntut untuk mampu memilah dan memilih serta menentukan media dan metode yang
paling relevan dengan tujuan dan situasi yang cocok untuk digunakan dalam
pembelajaran keterampilan berbicara. Pembelajaran keterampilan berbicara dengan
menggunakan metode bercerita ini dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari
gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan
keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan
oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual.
Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik,
lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.
5.
Penerapan metode
permainan simulasi sudah terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada mata pelajaran
bahasa Indonesia.
E. Daftar Pustaka
Dahar, Ratna
Wilis.1989. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Maindar G. A & Mukti U. S.. (1991). Pembinaan
Kemampuan Berbicara Bahasa
Indonesia Jakarta: Penerbit Erlangga.
Oemar
Hamalik.2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Wena,
M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional.Jakarta:BumiAksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar