Sabtu, 08 Juni 2013

MAKALAH HASIL ANALISIS ARTIKEL TERJEMAHAN



From Writing to Speaking: Enhancing Conversation
by Nancy Kaye and Don Matson

( Peningkatan Kebahasaan: Dari Menulis ke Berbicara)
Oleh:  MISDIANTO
NIM 1209077

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Padang
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia



A.     PENDAHULUAN
         Sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa asing mengatakan, Manusia adalah hewan atau makhluk hidup yang pandai berbicara. Hal itu menunjukkan bahwa keterampilan berbicara menjadi ciri khas makhluk yang disebut  manusia. Manusia mampu berbicara dalam aneka ragam bahasa. Kemampuan seperti itu bukanlah sesuatu yang  bersifat naluriah (instinct) seperti halnya pada binatang, tetapi diperoleh melalui proses belajar dan latihan yang terus menerus.
          Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang utama dan yang pertama kali dipelajari oleh manusia dalam hidupnya sebelum mempelajari keterampilan berbahasa lainnya. Sejak seorang bayi lahir, ia sudah belajar menyuarakan lambang-lambang bunyi bicara melalui tangisan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Suara tangisan itu baru menandakan adanya potensi dasar kemampuan berbicara dari seorang anak yang perlu distimuli dan dikembangkan lebih lanjut oleh lingkungannya melalui berbagai latihan dan pembelajaran. Orang akan merasa terusik jika anaknya lahir tanpa suara tangisan. Orang akan merasa lebih sedih lagi jika anaknya tumbuh dewasa tanpa memiliki kemampuan berbicara secara lisan.
         Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya.

           Keterampilan berbicara memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan sering pula terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu dan terampil berbicara.
           Keterampilan berbicara juga memiliki peran penting dalam pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas. Proses transfer ilmu pengetahuan kepada subyek didik pada umumnya disampaikan secara lisan. Tata krama dalam pergaulan, nilai-nilai, norma-norma, dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat juga banyak diajarkan terlebih dahulu secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan manusia karena sebagian besar aktivitas kehidupan manusia membutuhkan dukungan kemampuan berbicara.
         Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator sedangkan pendengar sebagai komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kemahiran seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan.
           Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal itu mengandung maksud bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang runtut dan efektif sehingga orang lain (pendengar) dapat menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula.
           Itulah sebabnya  dalam Kurikulum Pendidikan Nasional untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia sangat ditekankan pentingnya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, runtut dan efektif, secara lisan maupun tulis. Karena hekekat belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.
          Pembelajaran Bahasa Indonesia yang diberikan kepada siswa di sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak (dengan pemahaman), berbicara, membaca (dengan mengerti), dan menulis. Dari keempat macam keterampilan berbahasa itu guru melihat, mengalami dan merasakan adanya masalah pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas terutama  keterampilan berbicara secara runtut, baik dan benar dari para siswa. Kendatipun guru telah berusaha keras untuk mengatasinya melalui pembelajaran standar dan dengan menerapkan bahan belajar serta media yang ada, namun tetap saja masalah belum teratasi.
          Berdasarkan pengalaman empris di lapangan diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal itu terdeteksi pada saat siswa diminta oleh guru untuk menjelaskan letak suatu tempat sesuai denah dan petunjuk penggunaan suatu alat dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang disampaikan oleh siswa tersebut tidak akurat dan berbelit-belit. Selain itu siswa juga berbicara tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada pula di antara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas. Bahkan pada saat guru bertanya kepada seluruh siswa di kelas yang hanya berjumlah 19 orang, umumnya siswa lama sekali untuk menjawab pertanyaan guru. Beberapa orang siswa ada yang  tidak mau menjawab pertanyaan guru karena sepertinya malu dan takut salah menjawab. Apalagi untuk berbicara di depan kelas, para siswa belum menunjukkan keberanian. Singkatnya, aktivitas belajar dan keterampilan berbicara siswa sangat rendah. Dan, kalaupun ada beberapa dari mereka yang memiliki keberanian, sekitar 3 sampai 4 siswa (15%-21%), namun berbicaranya masih tersendat-sendat, tidak akurat dan tidak runtut.
           Menurut Nuraeni (2002), Banyak orang beranggapan, berbicara adalah suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dipelajari. Untuk situasi yang tidak resmi barangkali anggapan itu ada benarnya, namun pada situasi resmi pernyataan tersebut jelas salah besar. Kenyataannya tidak semua siswa  berani dan mau berbicara di depan kelas, sebab mereka umumnya kurang terampil sebagai akibat dari kurangnya latihan berbicara. Untuk itu, guru bahasa Indonesia merasa perlu melatih siswa untuk berbicara. Latihan pertama kali yang perlu dilakukan guru ialah menumbuhkan keberanian siswa untuk berbicara.


B.       RINGKASAN BAHAN
            Sungguh luar biasa artikel yang judul aslinya “From Writing to Speking: Enhancing Conversation” ditulis oleh Nancy Kaye and Don Matson tersebut, karena di dalamnya dibahas hal-hal menarik berbentuk permainan berbahasa namun sebenarnya siswa melakukan pembelajaran yang menyenangkan dan tentu cepat dipahami. Berikut ini ringkasannya.
            Kebanyakan orang berbicara namun tidak berkomunikasi secara efektif. Hal ini terjadi karena masih mengutamakan kuantitatif berbicara. Kerapkali, kualitas  dari isi atau pesan yang disampaikan justru dikesampingkan saat penyampaian suatu bahasa. Padahal kualitas berpedoman pada muatan pesan yang disampaikan, bukan pada struktural. Akan tetapi, untuk kelancaran berbicara, isi suatu pesan seringkali dikorbankan. Kondisi inilah yang menciptakan suatu budaya. Di mana kita menjadi mahir untuk menciptakan kualitas yang rendah. Sebab dari apa yang kita sampaikan tidak dapat menunjukkan inti dari pembicaraan. Seharusnya, kita dapat memulai pembicaraan dengan menggunakan teknik dan metode yang benar dan memprioritaskan kualitas isi pesan dalam penyampaian.
            Kita sadari bahwa kegiatan menulis sangat berperan penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran percakapan (berbicara). Dengan menulis, seseorang dapat menyampaikan suatu informasi atau pesan dengan tepat sasaran. Namun, di dalam percakapan (berbicara) tidak bekerja secara teratur sehingga menimbulkan banyak sekali penafsiran. Setiap orang memiliki informasi yang ingin disampaikan kepada orang lain, tetapi hanya sedikit saja yang mampu menyampaikan informasi tersebut secara efektif lantaran kurangnya seni dalam berkomunikasi.
            Ada trik-trik jitu yang dibahas di artikel itu sebagai alat pembelajaran siswa pada aspek keterampilan berbahasa. Trik pertama, menulis tentang pengalaman pribadi. Cara yang paling baik menulis bebas pengalaman pribadi adalah dengan membiarkan dan membiasakan seorang siswa menulis tentang pengalaman pribadi tanpa adanya rasa takut dengan kesalahan (ejaan, tanda baca, dan lain-lain). Jadi, siswa tersebut bisa mengeluarkan ide-idenya. Kemudian, karangan dibacakan dengan percaya diri. Setelah itu, dilakukan diskusi tanya-jawab sebagai masukan. Akhirnya, karangan tersebut akan diperiksa kembali oleh instruktur (guru) dan siswa akan membuat suatu karangan final.
            Trik kedua, membuat adegan. Langkah awal yang harus dilakukan sebelum membuat adegan adalah merancang dialog naskah beserta latarnya. Kemudian, diharapkan instruktur (guru) memeriksanya. Setelah itu, siswa memperbaiki dialog naskah dengan penggunaan bahasa majas yang diharapkan atau  disarankan instruktur (guru). Dan, langkah kedua, melakukan latihan dengan kelompok (tim) untuk memerankan tokoh dengan karakter yang sesuai. Ini harus dilakukan dengan penuh rasa percaya diri.
            Trik selanjutnya yang tak mau kalah menariknya yaitu melakukan permainan kreatifitas. Macam apa bentuknya? Permainan ini berbeda dengan permainan lainnya karena ia dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak memandang usia. Seperti keluarga, pasangan, teman, dan anak-anak. Contoh permainannya, akan ada 2 kartu yang berbeda. Satunya berwarna lebih ceria dan satunya lagi berwarna lebih gelap. Setiap kartu memberikan pemainnya untuk mengomentari hubungan mengenai kehidupan secara umum. Terserah mau tentang masa anak-anak atau ketika puber. Permainan ini tidak mengenal kata kalah menang. Yang terpenting hanyalah komunikasi, bagaimana pemain yang memainkan permainan ini bersikap apa adanya saja.
            Dalam hal ini, teks tertulis akan digunakan sebagai media untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Seorang siswa dapat memilih ide terbaiknya, yang kemudian dapat dikembangkan melalui sebuah kertas yang telah dituangkan dari pikirannya. Lantas, guru akan membacakannya secara bergantian. Melalui sebuah diskusi, siswa lain dapat memberikan respon dari pembicaraan guru mereka.
            Dan selanjutnya, tugas seorang siswa dapat memberikan tanggapan kembali dengan koreksi keefektifan kalimat dalam penggunaan EyD dan diksi. Kemudian setelah dibacakan kembali kelompok siswa lain dapat mencatat hal-hal yang penting dan mengulanginya lagi dengan bahasa sendiri yang efektif. Dan juga melalui presentasi, kelompok siswa dapat lebih memahami dan mendapatkan banyak keuntungan. Permainan ini tidak pernah berakhir karena senantiasa rolling, dalam arti kata bolak-balik.
            Apakah sampai di situ saja trik permainannya? Ternyata, “Oh, tidak!” Autobiografi merupakan salah satu latihan dari aspek menulis ke berbicara. Siswa akan diminta untuk menuliskan cerita hidup mereka. Lalu, menerima koreksi dari guru dan akhirnya siswa diminta untuk menceritakannya di depan kelas. Dengan latihan ini diharapkan siswa mampu berbicara sangat lancar dan efektif bahkan tanpa latihan menulis. Latihan ini memberikan keuntungan bagi siswa untuk membangun ikatan antar sesama dan saling mengenal.
            Ini dia. Ada lagi trik permainan lainnya yaitu pintar berargumentasi. Bentuknya saling berdebat. Saat seseorang dituntut untuk mengembangkan pandangan terhadap suatu hal, maka akan mampu untuk menyajikan posisi yang menarik dan beralasan. Hal ini akan memancing untuk berpikir lebih dalam. Latihan pembuatan argumentasi berdasarkan metode Stephan Toulin yakni: klaim, dasar, dan jaminan.
            Pada latihan ini, siswa akan diberikan sebuah tanggapan tentang argument pada suatu forum. Lalu, siswa diminta untuk menunjukkan kesalahan penggunaan bahasa. Hasilnya, siswa sanggup menambah kosakata dan membangun konstruksi kata dalam menyatakan pendapat. Dalam hal ini, siswa juga dilatih untuk menyatakan pandangan dan ide mereka. Latihan ini dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa. Tuntutan untuk fokus pada kualitas komunikasi membuat siswa akan berusaha untuk menyatakan maksud dari pendapat mereka secara akurat. 

C.     APLIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Adapun model-model aplikasi pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1.   Aplikasi CTL (Contextual Teaching And Learning) dalam Pembelajaran Berbicara.
      Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara. Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara.  Apabila terdapat kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai
      Dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa. Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif. Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.
2. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif  Tipe  STAD Robert E. Slavin (2009: 147-163) mengemukakan tahapan pembelajaran kooperatif STAD sebagai berikut.Tahap l: Persiapan, yang terdiri dari materi,  membagi siswa ke dalam tim,menentukan skor awal dan membangun tim Tahap 2: Presentasi pelajaran dalam kelas yang terdiri dari pembukaan, pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran.Tahap 3: Belajar TimTahap 4: Tes keterampilan bicara secara individual.Tahap 5: Rekognisi tim dengan menghitung skor individual dan tim, dilanjutkan memberikan penghargaan, serta menghitung skor awal. Senada pendapat Robert E. Slavin yaitu Nur Asma (2006: 51) kegiatan pembelajaran model STAD terdiri dari tujuh tahap yaitu:Tahap I: Persiapan pembelajaran meliputi materi, menempatkan siswa dalam kelompok, menentukan skor dasar.Tahap 2 : Penyajian materi Tahap 3: Kegiatan belajar kelompok Tahap 4: Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok.Tahap 5: Siswa mengerjakan soal-soal tes secara individual.Tahap 6: Pemeriksaan hasil tesTahap 7: Penghargaan kelompok yaitu membandingkan skor awal dengan skor selanjutnya apakah ada peningkatan.Keterampilan berbicara dapat diperoleh adanya banyak latihan secara individual atau dalam bentuk kelompok. Kegiatan pembelajaran keterampilanberbicara dapat mengacu model Robert E Slavin atau model Nur Asma.
 3. Aplikasi strategi bermain peran dapat diterapkan pada pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia di sekolah. Keuntungan penerapan strategi ini yakni pelibatan siswa secara aktif dalam latihan berbicara dengan suasana yang menyenangkan. Bermain peran memberi kesempatan siswa mengeksplorasi kemampuan dalam latihan berkomunikasi lisan secara intensif. Siswa berlatih berbicara secara perseorangan maupun berkelompok dengan memperhatikan aspek-aspek kebahasaan yang digunakan sebagai sarana komunikasi; karakter dan identitas sosial tokoh yang diperankannya; sikap dan tatanilai yang terkandung dalam dialog yang diucapkannya, serta ekspresi wajah dan gerak-gerik yang menyertainya. Selain itu, melalui tokoh yang diperankannya, sekaligus akan tumbuh rasa percaya diri. Kompetensi yang dikembangkan melalui strategi bermain peran antara lain, kompetensi bekerjasama, tanggung jawab, toleransi, menginterprestasikan suatu kejadian, dan berkomunikasi melalui aktivitas berbicara secara lancar dan spontan.
4.  Aplikasi Mind Mapping atau peta pikiran merupakan salah satu metode membuat catatan tentang materi yang kita pelajari. Menurut Bobbi DePorter, Mark Reardon, & Sarah Singer Nourie (2008: 175) metode ini dapat membantu kita mengingat perkataan dan bacaan, meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasikan materi, dan memberikan wawasan baru karena di dalamnya memuat kata-kata kunci dalam sebuah topik. Pemetaan pikiran merupakan cara kreatif bagi tiap siswa untuk menghasilkan gagasan, mencatat apa yang dipelajari, atau merencanakan tugas baru. Meminta siswa untuk membuat peta pikiran memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dengan jelas dan kreatif apa yang telah mereka pelajari atau apa yang telah mereka rencanakan.
5. Aplikasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Bercerita
Bahasa merupakan alat berpikir yang membantu siswa berasionalisasi dan tumbuh melalui pengalaman mereka. Oleh karena itu, kegiatan berbahasa dikembangkan untuk membantu setiap siswa melihat hubungan, membuat klasifikasi, menarik kesimpulan, menanggung resiko penebakan, memperkirakan hasil, merumuskan kesimpulan, dan membuat generalisasi. Salah satu aplikasi pembelajaran bahasa di atas, yakni dengan menggunakan model pembelajaran bercerita, yang merupakan salah satu sub bagian dari model pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kenapa memilih metode bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara? Karena metode bercerita merupakan pembelajaran berbicara yang hampir sepenuhnya memusatkan pada pemikiran peserta didik itu sendiri. Sedangkan guru hanya sebagai moderator dan motivator dalam proses pembelajaran itu berlangsung. Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.
6.   Aplikasi  simulasi merupakan gabungan antara bermain dan berdiskusi. Bermain dan diskusi di sini dilaksanakan dalam kelompok. Oleh karena itu, permainan merupakan suatu kegiatan kelompok. Sebagai suatu metode, maka pola dasar permainan simulasi adalah berikut ini.
a) Ada kelompok belajar atau kelompok siswa yang akan melaksanakan kegiatan permainan simulasi yang terdiri atas 10-15 orang. Jika dalam keadaan terpaksa, bisa dilaksanakan kurang atau lebih dari jumlah tersebut.b) Setiap warga belajar (siswa) yang mengikuti permainan simulasi tersebut dinamakan peserta. Dari seluruh peserta ini, dapat dibagi-bagi penamaannya dalam kelompok itu, yakni ada yang dinamakan fasilitator, pemain, peneliti, pemegang peran, dan penonton.c) Permainan simulasi mempunyai alat permainan yang disebut beberan lengkap dengan gaco dan alat penentu langkah, kartu berwarna, buku pegangan fasilitator, buku catatan fasilitator. Beberan berupa kertas manila yang dibentangkan sebagai media permainan.Pesan-pesan permainan dituliskan pada beberan dan pada katu berwarna. d) Bermain dan berdiskusi dilaksanakan berdasarkan aturan main dan menurut pesan-pesan yang ada dalam beberan atau kartu berwarna. Pada akhir permainan dibuatkan simpulan oleh fasilitator sebagai hasil simpulan diskusi.
D.  REFLEKSI BERDASARKAN PENGALAMAN
Adapun refleksi berdasarkan pengalaman adalah sebagai berikut.

1.      Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan realitas dunia siswa sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya. Pembelajaran bahasa bukan hanya memberikan pemahaman berupa definisi melainkan siswa dituntut untuk dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Guru harus memiliki strategi yang memacu siswa untuk dapat berpikir kritis dan kreatif.
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis, dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran.
2.      Aplikasi model kooperatif tipe Student teams Achievement Devisions (STAD) dalam pembelajaran bahasa bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara sangat tepat. Tujuan dipergunakannya metode-metode baru atau model/ teknik baru ini dalam rangka meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Berbagai metode atau pendekatan yang sudah dipakai dalam menyajikan pembelajaran keterampilan berbicara kurang dapat meningkatkan keterampilan berbicara secara komprehensif. Oleh karena itu penerapan pendekatan baru yaitu model kooperatif tipe STAD. STAD (Student Teams Achievement Devisions) mengajak siswa melakukan pemecahan masalah secara bersama atau gotong royong dalam bentukdiskusi, kuis, presentasi dapat melatih keterampilan berbicara. Dengan cara ini siswa yang pandai dapat membantu kawannya yang berkemampuan sedang atau rendah dalam latihan berbicara. Rasa sosial dan kebersamaan yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan diri sehingga akan meningkatkan keterampilan berbicara siswa yang kemampuannya sedang atau rendah.
3.      Penerapan metode Mind Mapping dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.m Peningkatan ini dapat dilihat padabeberapa hal. Pertama peningkatan kualitas proses yang ditandai dengan adanya peningkatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berbicara peningkatan keaktifan siswa saat membuat mind mapping dan minat dan motivasi siswa saat bercerita.Hal tersebut terbukti dari meningkatnya jumlah siswa yang aktifdan termotivasi dalam pembelajaran berbicara. Peningkatan keaktifan dan motivasi siswa dalam pembelajaran berbicara mengindikasikan adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara.
4.      Bahasa merupakan suatu bentuk perilaku, perlambang konsep diri dan sikap sosial seseorang yang menyimbolkan pikiran, keinginan, dan kepercayaannya. Kemampuan mempelajari bahasa sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan pribadi dan perkembangan pemahaman dasar manusia. Oleh karena itu, program pembelajaran bahasa menekankan penciptaan iklim yang hangat dan bersahabat yang mendorong setiap siswa untuk bercerita melalui keterampilan berbicara. Bercerita memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada siswa. Hasil belajar melalui cerita akan bertahan lama karena akan lebih berkesan dan bermakna. Dengan bercerita siswa dapat mengembangkan ketrampilan berpikir dengan permasalahan yang dihadapinya. Dan tugas guru sebagai pendidik dan fasilitator dituntut untuk mampu memilah dan memilih serta menentukan media dan metode yang paling relevan dengan tujuan dan situasi yang cocok untuk digunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita ini dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.
5.      Penerapan metode permainan simulasi sudah terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

E.  Daftar Pustaka
Dahar, Ratna Wilis.1989. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Maindar G. A & Mukti U. S.. (1991). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa
            Indonesia Jakarta: Penerbit Erlangga.
Oemar Hamalik.2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual    
            Operasional.Jakarta:BumiAksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar